Foto Peserta KTI-Maroko bersama Pondok Lalah Maimunah. (foto: ist)

Dalam perjalanan spiritual seorang Muslim, menghafal Al-Qur’an merupakan pencapaian yang sangat diimpikan. Banyak dari kalangan Muslim yang rela menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menjaga kalam Tuhan yang suci ini. Salah satu metode yang menarik dan sudah terbukti efektif dalam penghafalan Al-Qur’an adalah metode “Lauh”, yang penulis temui di negara Maroko saat berkunjung di pondok Jam’iyyah al-‘Ahd Lalah Maimunah bersama Markaz Inma lil-Abhas Waddirosat Al-Mustaqbaliah Asuhun Prof. Mariam Ait Ahmed.

Maroko yang dikenal sebagai negeri seribu benteng, memiliki kekhasan tersendiri dalam tradisi menghafal Al-Qur’an, terutama dengan penerapan metode Lauh. Kata “lauh” sendiri berasal dari kata “lauhun,” yang berarti papan. Metode ini melibatkan penulisan ayat-ayat Al-Qur’an di atas papan, yang kemudian diajarkan oleh para guru atau syekh yang berpengalaman.

Proses menghafal dengan metode Lauh dimulai dengan menuliskan ayat Al-Qur’an yang ingin dihafal di atas papan. Para penghafal menggunakan tinta untuk menulis ayat tersebut, dan setiap tulisan akan ditashih oleh guru. Proses tasih ini sangat penting, karena guru tidak hanya memberikan catatan tentang kesalahan, tetapi juga memberikan penjelasan terkait ayat yang mirip dan beberapa catatan lainnya.

Setelah ayat ditulis dan diperiksa oleh guru, murid akan mulai menghafal dengan membacanya berulang-ulang. Proses ini melibatkan pengulangan yang konsisten, yang mana penting dalam memperkuat ingatan. Ketika murid merasa cukup hafal, mereka akan melakukan tasmi’ atau pengulangan hafalan di depan guru. Jika sudah yakin, ayat yang telah dihafal akan dihapus dari papan, sehingga murid diuji untuk menulis kembali dari ingatan mereka tanpa melihat teks.

Metode Lauh ini terinspirasi dari ayat Al-Qur’an;

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

 بَلْ هُوَ قُرْءَانٌ مَّجِيدٌ فِى لَوْحٍ مَّحْفُوظٍۭ

yang berarti “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh” (Al Buruuj 85:22). Ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang dijaga dan dilindungi oleh Allah Swt.

Dengan menggunakan metode Lauh, para penghafal diharapkan dapat menjaga dan melestarikan Al-Qur’an dalam ingatan mereka sebagaimana Al-Qur’an yang terpelihara di Lauh Mahfuzh.

Tujuan dari metode Lauh bukan hanya agar santri dapat membaca Al-Qur’an tanpa melihat teks, tetapi juga agar mereka mampu menulis Al-Qur’an dengan benar. Dengan cara ini, santri tidak hanya menghafal secara mekanis, tetapi juga bisa menulis dengan tepat ayat yang ia hafal dan mereka juga bisa memadukan antara dhobtus shodri dan dhobtul kitabih (kecerdasan hafalan dan tulisan).

Metode ini juga mengajarkan disiplin dan konsistensi. Proses menulis, mengulang, dan menguji diri sendiri membantu membentuk karakter yang sabar dan tekun. Selain itu, interaksi yang terjadi antara murid dan guru selama proses ini menciptakan hubungan yang kuat, di mana guru berperan sebagai pembimbing spiritual sekaligus akademis.



Penulis: Faizal Amin