Oleh: Alfahrizal*

“Membaca sejarah memang penting, tapi membuat sejarah jauh lebih penting.”

Kalimat di atas merupakan buah dari penuturan ulama intelektual yang tinggi, tokoh reformasi dengan kebesaran dan kelapangan hati, konseptor dasar negara pertiwi/ serta pembaharuan pendidikan yang berani, beliau adalah KH. Abdul Wahid Hasyim, putra Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.

KH. Abdul Wahid Hasyim atau lebih dikenal dengan Kiai Wahid lahir di Kabupaten Jombang, tepatnya di Tebuireng pada 1 Juni 1914. Sama halnya dengan ayahanda, Kiai Hasyim Asy’ari, beliau juga lahir dan besar di lingkungan pesantren. Sejak kecil, beliau sudah tekun mempelajari Al-Quran dan mendalami berbagai ilmu agama lainnya, baru menginjak umur 12 tahun beliau sudah dipercaya ayahnya untuk mengajarkan kitab Izzi ilmu gramatika Arab kepada adiknya Karim Hasyim.

Semasa kanak, Wahid kecil terkenal sebagai sosok yang pendiam, ramah, dan pandai memikat orang. Hal inilah yang kelak menjadikannya sebagai sosok yang digemari oleh banyak kalangan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menginjak usia 13 tahun, Abdul Wahid barulah memulai pengembaraannya ke berbagai pesantren di pulau Jawa, akan tetapi itu semua tidak berjalan lama sempat beberapa kali datang ke berbagai pesantren lalu pulang kembali ke rumahnya. Hal ini karena kecerdasannya yang begitu luar biasa, sehingga pengembaraan ke banyak masyayikh di pesantren bertujuan untuk menyambung sanad keilmuan yang telah ia kuasai. Bagi Wahid belajar otodidak di rumahnya sendiri lebih ia sukai, berbekal kecerdasannya yang luar biasa itu.

Sepak terjang beliau dalam melakukan pengembaraan menuntut ilmu juga tidak berhenti sampai di situ, seolah mengikuti jejak ayahanda ditemani KH. M. Ilyas beliau pun juga berangkat ke tanah suci guna memperdalam lagi wawasan keilmuannya. KH. M. Ilyas jugalah yang mengenalkan kepada Kiai Wahid baca tulis huruf latin.

Sekitar tahun 1933 Kiai Wahid pulang ke tanah air tercinta, dari sinilah terobosan-terobosan besar di Pesantren Tebuireng di mulai. Sistem pembelajaran klasik yang berjalan di Tebuireng, beliau usulkan agar menjadi sistem pembelajaran modern dengan memasukkan materi pelajaran umum ke pesantren. Hal ini sempat ditolak oleh Kiai Hasyim karena hal ini nantinya pasti menimbulkan masalah antar sesama pimpinan pesantren, kendati demikian sang ayah tetap memberikan ruang kepada putra kesayangan untuk menyalurkan gagasan beraninya.

KH. Abdul Wahid Hasyim terkenal akan kecerdasan serta gagasan pembaharuannya, Ia menjadi salah satu orang yang sangat berjasa bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. 29 April 1945 saat desas-desus kemerdekaan Indonesia mulai terdengar lantang berdirilah satu lembaga yang merumuskan asas negara Indonesia BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia). Kiai Wahid merupakan anggota junior yang tergabung dalam lembaga tersebut, dari sinilah dibentuknya panitia sembilan guna merumuskan lima dasar negara Indonesia, Pancasila.

Dari sini pula Kiai Wahid mempunyai jasa besar bagi kesatuan bangsa Indonesia, yakni penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta tanpa mengurangi esensi yang ada dalamnya, sehingga lahirlah sila pertama yang mengedepankan kesatuan, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

Saat Wahid Hasyim berusia 25 tahun, ketika itu beliau mempersunting perempuan bernama Nyai Solichah, seorang gadis yang merupakan putri dari KH. Bisri Syansuri, dari pernikahan ini lahirlah tokoh hebat selanjutnya yaitu Abdurrahman Ad-Dakhil atau akrab disapa Gus Dur Presiden ke-4 Republik Indonesia.

*Mahasantri Tebuireng.