
“Jangan bersedih. Apapun yang hilang darimu akan kembali dalam bentuk yang berbeda.” (Jalaluddin Rumi)
Di tengah derita manusia selalu ada jalan keluar dalam menghadapi persoal-soalan kehidupan. Tetapi tidak sedikit dari kita, yang tidak bisa keluar dari tersebut, bahkan teryata banyak juga yang tidak tahu bagaimana menghadapi kesedihan itu sendiri, sehingga pada di tahapan terpuruk yang beransur-ansur lama.
Dalam menghadapi sebuah kesidahan, kehilangan, hingga duka memang tidak pernah terasa mudah. Bisa jadi kesedihan panjang yang dirasakan oleh seseorang, bisa jadi menghilang setelah bertahun-tahun karena memerlukan waktu yang sangat panjang guna menyembuhkan luka tersebut. Meskipun setiap orang, bisa saja mengalami tahapan-tahapan kesedihan dalam jangka waktu yang berbeda-beda.
Namu, di sisi lain terdapat tahapan-tahapan kesedihan yang umumnya membawa seseorang melalui sebuah proses yang hampir semua sama. Mulai dari sebuah penyangkalan hingga pada akhirnya menyerah di titik penerimaan.
Ketika menghadapi kesedihan yag berkepanjangan tersebut teryata terdapat sebuah tips untuk keluar dari kondisi yang sangat kurang baik. Tips tersebut biasa disebut dengan “Lima Tahapan Berduka”, atau biasa disebut dengan Five Stages of Grief adalah sebuah fase yang kerap dialami seseorang ketika menghadapi perubahan besar dalam hidup tertuama saat berada di kondisi kesedihan dan kehilangan.
Adapun Five Stages of Grief pertama kali dipakai oleh seorang psikiater sekaligus penulis asal Amerika-Swiss yakni Elisabeth Kubler-Ross pada tahun 1969.
Awalnya tips ini digunakan olehnya guna dapat menggambarkan sebuah kondisi pasien ketika mengetahui bahwa dirinya secara tidak sadar mengidap penyakit parah.
Baca Juga: Solusi Menghadapi Kesedihan dan Ketakutan
Menurut Kubler-Ross, terdapat 5 tahapan kesidihan yang meliputi antara lain; penyangkalan (denial), amarah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan (acceptance).
Teori tersebut digunakan oleh Kubler-Ross untuk menjelaskan mengapa seseorang bisa merasa sedih selama bertahun-tahun setelah kehilangan seseorang yang sangat terkasih atau saat menghadapi sebuah perubahan besar dalam hidup.
Meskipun sejauh ini tidak ada sebuah penelitian ilmiah yang menjelaskan guna membutikan teori Five Stages of Grief, mengenali dan memahami tahapan kesedihan ini diharapakan dapat memabantu seseorang saat menghadapi kesedihan yang berkepanjagan.
Dan berikut ini lima tahapan berduka yang bisa digunakan oleh seseorang saat menhadapi kehilangan.
- Penyangkalan (denial)
Ketika di tahap penyangkalan, seseorang cenderung untuk berpura-pura atau tidak tahu menahu hingga merasa tidak ingin mengakui bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi pada dirinya.
Sebagaimana contoh, saat pasien yang didiagnosisi penyakit kronis, ia bisa saja berkata. “Hasilnya pasti salah, dan saya tidak akan mungkin memiliki penyakit ini.”
Contohnya lainnya seperti seseorang yang baru saja kehilangan kekasihnya yang amat dicintainya. Saat mendengar berita duka atau ditinggal seperti itu mungkin ia akan mencoba untuk mengelak dengan berkata, “tidak mungkin, dia pasti akan segera kembali.”
Penyangkalan seperti ini sesungguhnya bermanfaat untuk sebauah proses meredam emosi negatif yang datang bertubi-tubi sehingga seseorang dapat mencerna secara perlahan.
Hingga pada satu titik dengan berjalannya waktu, seseorang tersebut akan menerima kondisi yang ada dan melewati tahap denial.
- Amarah (anger)
Bila sebuah penyangkalan adalah upaya keras otak guna meredam emosi negatif, marah, adalah cara seseorang yang sangat memungkingkan guna melampiaskan emosi yang ada. Pada tahapan anger saat berduka, seseorang bisa saja melampiaskan pada diri sendiri, orang, lain atau pada benda mati.
Pada saat mendengar kabar duka atau bahkan kabar yang tidak mengenakan, seseorang mungkin akan mengatakan hal-hal buruk seperti, “Ah seharusna menyadari lebih awal semuanya, sehingga hal seperti ini tidak akan terjadi!”.
Ketika di tahap ini, seseorang mungkin merasakan sebuah rasa ketidakadilan atas hal-hal buruk yang terjadi sekaligus marah karena tidak memiliki kendali guna menghindarinya.
- Tawar-menawar (bargaining)
Pada tahapan bergaining bisa terjadi saat sebelum atau sesudah mengalami kehilangan. Jika hal ini terjadi sebelum kehilangan, seseorang akan dengan mudah membuat sebuah janji-janji agar bayangan hal yang buruk itu tidak pernah terjadi.
Sementara itu, saat pada ditahapan berduka atau sudah merasakan kehilangan terjadi, seseorang akan cenderung berandai-andai tentang apa yang seharusnya ia lakukan.
Sebagaimana contoh seperti ini, “coba saja, kita menemukan dokter lain, mungkin saja dia akan mendapatkan perawatan yang lebih baik,” atau, “kalau saja kita tidak pergi guna berlibur, mungkin saja ia tidak akan mengalami kecelakaan yang menyebabkan kematian.”
Ketika dalam tahapan ini, seseorang masih mencoba untuk berharap bisa membatalkan apa yang sudah terjadi.
- Depresi (depression)
Kesedihan serta kerinduan adalah dua hal yang paling sering muncul saat seseorang memikirkan tentang hal kehilangan. Emosi negatif yang muncul sangatlah memungkinkan seseorang mendorong untuk berhadapan dengan tahapan depresi ini.
Saat tahapan depresi ini, emosi negatif yang awalnya tertahan pada akhirnya muncul dengan sendirinya. Alhasil, di tahapan ini, sering kali seseorang kehilangan harapan hingga merasa tidak memiliki masa depan.
Menurut Cleveland Clinic dalam lamannya, menyatakan bahwa pada tahapan ini seseorang disertai dengan masalah fisik, seperti nyeri, peradangan, dan perubahan pola tidur yang tidak biasanya.
- Penerimaan (acceptance)
Ketika memasuki tahapan terakhir, yaitu penerimaan, bukan serta merta menjadikan seseorang bahagia atau telah usai masa move on untuk sepenuhnya terhadap hal buruk yang menimpanya.
Dalam tahapan ini, seseorang mungkin sudah bisa menerima kenyataan bahwa hal-hal buruk adalah memang bagian dari kehidupan serta sudah bisa memulai kehidupan baru dengan perubahan yang ada.
Bayang-bayangan kehilangan mungkin tetap ada. Tetapi, seseorang akan meningatnya sebagai kenangan dan memilih untuk hidup berdampingan denganya.
Pada akhirnya, setiap orang bisa saja melalui tahapan-tahapan kedukaan dengan jangka waktu yang pastinya berbeda-beda. Dan bagaimanapun, teori ini terlalu sederhana guna menggambarkan kepribadian setiap kehidipan manusia yang sangat beragam dan rumit untuk digambarkan.
Meski seperti itu, diharapkan dengan mengetahui dan memahami keberadaan Five Stages of Grief, seseorang dapat terbantu dalam menghadapi kondisi kesedihan.
Penulis: Dimas Setyawan
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.