Ilustrasi: beberapa santri saat mengikuti kelas ekstrakurikuler menulis. (sumber gambar: ra/to)

Oleh: Wan Nurlaila Putri*

Usai mengikuti acara 17an Ramadan yang dilaksanakan di Pondok Pesantren An Nur Batam, terlihat 5 santriwati selalu bersama, Binta, Salma, Zaha, Taza, dan Vina. Mereka santri yang sama-sama berasal dari Jawa Timur. Tahun ini mereka semua tidak pulang ke rumah dan memilih menetap di pondok selama liburan Ramadan hingga hari raya bahkan saat semua santri kembali ke pondok setelah liburan panjang. Jangan dibayangkan betapa sedihnya perasaan mereka berlima.

Suatu hari, tampak Vina dan Zaha menggotong blower untuk dimasukkan ke dalam kamar pengurus, sedangkan Binta, Salma dan Taza menyapu bersama mbak-mbak yang lain sambil diselingi candaan karena diliputi kebahagiaan acara yang telah selesai dan sukses. Di tengah canda itu, tiba-tiba mbak Rona Amalia Agatha selaku ketua pondok datang menghampiri Taza dan kawan-kawan.

“Mbak-mbak ini saya denger jadi paku pondok lagi ya tahun ini,” sapa Mbak Rona.
“Iya mbak, kita berlima nggak pulang tahun ini.” Sahut Vina.
“Udah 3 tahun yaa katanya belum pulang?” respons Mbak Rona yang juga tidak pulang.
“Nggeh mbak.” sahut mereka berlima kompak.
“MasyaAllah jadi bunyai semua ini kayaknya, semoga sukses ya mbak-mbak.” Doanya yang dibumbui senyum tipis itu. Semua santri itu serentak bilang amin yang disusul keberanian.
“Kok tumben yaa mbak Rona, padahal kan orangnya cuek banget?” tanya Taza penasaran.
“Iyo kesambet opo yoo dungaren ngobrol, padahal biasa e lo muuuuuuueneng ae lek di sopo.” timpal Binta.
“Huussttt gak oleh ngunu rek, masio ngunu yo panggah ketua pondok, panggah kepercayaan e mbah kyai rek,” ucap Vina mencoba melerai ngibah teman-temannya.
“Heealah wes mari iki ayoo ndang mbalik kamar terus turu.” Ajak Salma sambil merapikan sapunya.


Mereka berlima memang beberapa santri yang sangat rajin, dan terkenal ramah, selain rajin ibadah, amalan dan setoran mereka berlima terkenal 5 sahabat paling tirakat. Terbukti dengan kebersamaan mereke berjamaah di shaf paling depan, setoran maju pertama, puasa bersama, dan banyak aktivitas lain yang dikerjakan secara bersama-sama.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sesampainya dikamar mereka langsung ke kamar mandi dan bersih-bersih kaki, tangan dan lain lain. Setelah itu mereka pun kembali ke kamar dan duduk di kasur milik Vina. Tiba tiba Taza membuka pembicaraan.
“Yang diomongin mbak Rona emang bakal kenyataan yaa?” Tanyanya.
“Yang mana sih,” Sahut Salma mengernyitkan dahinya.
“Kita bakal jadi bunyai semuanya.” Taza memasang muka lugu.
“Kalau kita yakin insyallah kenyataan.” sahut Vina memasang muka serius.
“Emang bisa, lah aku aja hafalan belum selesai, mana susah banget buat ziyadah belum lagi murojaah.” terlihat raut wajah Taza yang langsung murung.
“Emang aku bisa khatam yaa, kayaknya gak bisa deh.” Tambah Taza begitu pesimis.
“Hussst ngawur aeee gak oleh ngunu, bisa bisaaa kamu bisa khatam yakin kamu bisa khatam Za.” Binta menyela.
“Iyaa kamu pasti bisa, kita bakalan nemenin kamu kok.” tambah Zaha.
“Iyo tenang ae kabeh wong ndue dalan e dewe lan ndue kisah e dewe ucap Salma.
“Konco ku puinter puinter e rek.” ucap Vina. Mendengar obrolan itu mereka semua pun tergelak bersama dan melanjutkan perbincangan sambil nyemil makanan ringan.

Karena kelelahan, mereka pun terlelap bersama kecuali hanya Taza yang masih terbangun dan terduduk sambil melihat album foto miliknya yang berisi foto dirinya dan keluarganya. Saat itu Taza menangis, ia bingung kenapa hanya Taza yang susah menyelesaikan hafalan Al Qur’annya, padahal dia merasa sudah selalu tirakat, puasa, nderes, tapi kenapa tidak susah menghapal. Mata Taza melirik ke arah teman-teman yang telah terlelap disunyinya malam yang gelap. Tidak ada yang bisa didengar selain suara dengkuran dari beberapa santri yang tertidur juga.

Taza menangis sejadi-jadinya tentang kisah cerita yang Allah ciptakan. Tangisannya makin meledak saat ia melaksanakan sholat tahajud. Ia bersujud menceritakan segala keluh kesahnya, segala kesedihan dan masalahnya. Setelah melaksanakan sholat tahajud Taza kemudian mulai menyusul teman temannya untuk tertidur.

Pukul 03:30 bel berbunyi menandakan waktu Sahur. Seperti biasa 5 santri itu pasti akan sahur bersama.
“Sek sek, kok kamu sembab gitu sih Taza, mari nangis yo?” Tanya Binta.
“Eh iyaaaa baru sadar.” ucap Vina.
“Lapo onok opo kok nangis? ” Tanya Zaha.
“Nggak apa-apa, kangen ayah ibu.” jawab Taza singkat.
“Halah gak biasanya kamu gini Za.” Salma mencoba membuat Taza menjawab jujur.
“Aku duluan ya mau ke mushala. Mau murajaah.” Sahut Taza lalu berlalu dari tempat teman-temannya yang baru usai sahuran. Setelah kepergian Taza mereka berempat masih penasaran dengan keadaan si Taza dan mereka terus bertanya dan bertanya.


Hari itu, sesampainya Taza di depan ndalem saat mau setoran hapalan, ia mengetuk pintu, tiba-tiba pintu terbuka dengan sendirinya.
“Loh nduk ada apa?” tanya bu nyai Ida.
“Ngapunten umi, sios setoran nopo mboten?” Tanya Taza.
“Owalah hari ini libur aja dulu, kita ngobrol aja, ini ibu mau bersih-bersih halaman nduk.” ucap bu nyai Ida.
“Ngapunten umi kulo ganggu.” Taza menundukkan badannya.
“Mboten sini duduk sambil minum teh hangat bareng saya.” Ajak bu nyai pada Taza. Akhirnya perbincangan pun dimulai dan terkadang ada sedikit tawa lepas yang terdengar dari keduanya. Kemudian Taza pun mulai menceritakan keluh kesahnya.
“Ngapunten umi, saya pengen cerita.” Taza memberanikan diri untuk bercerita dan berharap mendapatkan nasihat bu nyai.
“Iyaa gimana nduk?”
“Nbapunten bu nyai, saya sadar kalau orang tua saya bukan orang tua yang relijius, yang mengerti agama, orang tua saya orang tua yang awam agama umi, nggak paham apa-apa, jadi buat ngedoain saya buat nawasulin saya itu jarang, buat sholat aja jarang umi. Tapi ibu Alhamdulillah selalu sholat tepat waktu walaupun nggak sholat sunnah yang lain. Dan saya iri banget sama temen-temen saya. Padahal Vina jarang banget ngaji jarang nderes, tapi bisa lancar bisa khatam. Juga si Salma umi, dia pacaran sedangkan Al Quran kan suci, setiap yang suci pasti tidak menerima maksiat seperti pacaran kan umi, tapi Salma khatam. begitu juga si Binta nakal, sering misuh-misuh tapi ya khatam ya lancar mi sedangkan saya yang gak pacaran menjaga omongan, berusaha nderes, tirakat, puasa, gak tidur tapi kenapa masih susah ziyadah dan murojaah mi?” Taza menangis sejadi jadinya.

“Nduk, memang kita tidak bisa memilih lahir dari orang tua yang bagaimana, yang seperti apa kita memang tidak bisa memilih tapi setiap yang Allah takdirkan pasti terbaik buat kita. Kamu jangan iri sama Salma yang maksiat tapi bisa khatam bisa lancar, bisa jadi itu ujiannya. Jadi melakukan maksiat tapi terasa nikmat itu disebut dengan istidraj nduk, perlu diwaspadai, dan kamu jangan iri sama Vina yang gak pernah nderes tapi khatam, kamu gak tahu kan amalan apa yang mereka lakukan, tirakat apa yang mereka laksanakan jadi jangan anggap mereka nggak ngapa-ngapain tapi bisa khatam, mungkin kamu yang gak tau kapan waktu mereka buat itu semua. Kamu gak perlu iri, seharusnya kamu malah bangga karna kamu adalah seseorang yang sedang membabat alas, istilahnya kamu itu dihadapkan suatu hutan yang penuh semak pohon dan sebagainya dan adanya kamu disitu di tuntut buat membuat perkampungan atau pemukiman baru. Sedangkan mereka itu adalah ibarat ikan yang ada di laut nah orang tua mereka tinggal ngasih kail yang udah dikasih cacing tentunya kan bisa gampang untuk dimakan oleh ikan itu. Sedangkan kamu benar-benar membabat alas menjadi orang yang membuat pemukiman membuat jalan buat anak turunanmu nanti supaya mereka juga bisa melanjutkan jejak kamu.“ Ucap bu nyai Ida. Mendengar itu aza menangis dipangkuan bunyai dan mencium tangan bu nyai.
“Ngapunten umi, matur nuwun kulo ngerti sekarang.” ucap Taza menghapus sisa air matanya.
“Nggeh kalau gitu, istirahat sana, mosok puasa nangis hati hati batal.” gelak bunyai Ida membuat Taza tertawa juga. Akhirnya Taza berpamitan dan bergegas menuju kamar. Setelah wejangan tadi Taza makin lebih menerima dirinya dan orang tuanya. Dia yakin dia akan menjadi sosok paling bangga ketika membuat jalan bagi turunannya agar mudah menghapal Al Quran, agar tidak sesusah dirinya.

*Santri Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.