Merayakan Musim Kesunyian
November akan tiba,
hujan bernapas, aroma kenangan yang tiada batas;
kemana engkau membawa ingin yang dingin dikenang
dan hari ini, Yogyakarta hujan
dan gerimisnya jatuh tepat di pelipisku
mataku pejam, kulihat kau tersenyum di kejauhan, kelempar pandang sejauh ratusan kilometer tenggelam
tetapi tujuan rindu bukan untuk menaklukkan jarak dan waktu
Yogyakarta hujan,
kulihat beberapa pesawat melintas kehilangan bunyi
kalah dengan deru hujan, kalah dengan deru rindu menghujam
Orang-orang mondar-mandir menawarkan menu,
juga pertanyaan pasword WiFi atau canda gurau kelompok sebelah yang berdiskusi
Cafe Literasi, Meja 21
Aku menunggumu di pojok kafe
mengaduk kopi, sekaligus es teh yang tak kalah penting untuk kita pesan jika ada di kota ini
Aku sengaja memesan dua gelas
satu kopi untukku, segelas es teh untukmu
aku minum bergantian untuk kita dan hal-hal yang hari ini kuimpikan; nanti kita di sini
Menikmati hujan yang turun begitu sopan
menyulang keindahan sawah juga pisang goreng yang
akan membuat kita sesekali membandingkan makanan mana yang enak, rekomendasi apa yang gagal
Bagiku,
kau adalah hujan hari ini
yang berhasil membuatku menulis puisi lagi
Melayang di Seduhan Kopi
Aku masih mencium nafasmu
dalam rindu yang tak bisa kutepuk untuk bangun, bahwa tak ada kamu di sini
di jantung kota kesunyian dalam dekap keterasingan
Kau menjelma minuman yang kuseduh
kau menjelma makanan yang kutatap
kau menjelma menu yang kupesan
kau menjelma puisi yang kutulis
Langkah-langkah ku menujumu
merenggut kecemasan yang semalam belum juga selesai
lari-lariku mengejarmu
meminta ketidakpastian untuk segera berakhir
Hari ini tak kata yang bisa mewakili bagaimana aku tanpamu
tak juga sampai kalimat untuk menakwil masing-masing yang setia menanti genap
Aku di sini, menyimpan seluruh rindu yang penuh, membakar ketakutan yang akan membawaku padamu dengan tenang
Kalau pun nanti bertemu,
aku ingin kau di sana menyambut pesta pora merayakan keberhasilan kita melalui kesunyian yang bagi mereka singkat namun begitu panjang bagiku yang rindu
Barangkali aku salah, memilih jauh menghempas ketidakbersamaan
tetapi juga badai untuk menahan rindu di bawah satu atap kota dengan ketidakmampuan sebuah pertemuan
kau ada
selalu hidup dalam langkah-langkah
kau segala peta penunjuk arah
kau seluruh tujuan aku menuju
Aku ingin pulang,
kepadamu yang rumah
Penulis: Ummu Masrurah
Santri An-Nuqayah