tebuireng.online– Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin menyebut pesantren sebagai jantung pendidikan umat Islam di Indonesia yang tetap berdiri tegak di tengah arus globalisasi. Menurutnya hal itu tak di luar nilai-nilai yang hidup di dunia pesantren itu sendiri yang menjadi modal utama dalam menghadapi berbagai tantang, rintangan, dan halangan.

“Nilai-nilai tersebut adalah keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, dan kebebasab berpikir terkait keilmuan,”tutur Menag saat memberi tausiyah dalam rangka tasyakuran 2 windu pondok pesantren al-Mashduqiyah, Patokan, Krasan, Probolinggo, Jawa Timur, Jum’at (24/4) sore, seperti yang dilansir oleh situs kemenag.go.id dan situs nu.or.id.

Keikhlasan para pengasuh, kiai dan ustadz pesantren, bagi Lukman Hakim tidak bisa diukur dengah harga apapun. Hal ini menjadikan pesantren tetap eksis di tengah hantaman gerakan-gerakan perkembangan zaman. Apalagi, pesantren masih memegang kuat pilar-pilar amanah yang ditanamkan para pendahulu.

Sebuah lembaga pendidikan tradisional yang masyhur dengan kitab kuningnya ini sangat mandiri dan tidak bergantung. Hal ini yang membuat para santri lebih siap seharusnya dalam menggeluti dunia enterpreneurship. “Nilai kemandirian ini sungguh sesuatu yang mahal,”ungkap Menag.

Menag melihat, meski para santri mempunyai jiwa ketawadhu’an atau kerendahan hati yang tinggi yang tak diragukan, namun dalam pesantren tidak menutup kebebasan dalam mencari ilmu. Jadi seorang santri pada saat menimba ilmu, tidak terbatas dengan ilmu-ilmu tertentu. “Bebas yang dimaksud adalah bebas dalam artian masih dalam norma-norma dan acuan, bukan bebas dalam konteks berpikir yang mengarah pada liberalisasi,” jelasnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Selain itu, seorang santri disamping keharusan taat kepada kyai, ada ruang dimana diantara mereka ada perbedaan pendapat. “Karena, apa yang disampaikan sang guru, kadang, kurang sesuai dengan masa si santri,” urai Menag panjang lebar. (nurul/abror)