sumber gambar: Sumber::http://cdn-2.tstatic.net/

Manusia adalah makhluk yang senantiasa berkembang, yang akal dan pikirannya terus bertambah luas seiring dengan kemajuan zaman. Barang siapa yang tidak menguasai ilmu pengetahuan maka dia akan tertinggal, akan di timbun oleh sekumpulan orang yang pemikirannya sudah maju, yang sudah menguasai ilmu pengetahuan. Maka dari itu, kita sebagai manusia hendaknya dapat menguasai ilmu pengetahuan agar tidak tertinggal dan dapat menggunakan ilmu pengetahuan sebaik mungkin.

Seiring dengan perintah tersebut, Allah juga telah berfirman dalam kitab sucinya, Al Quran, dalam ayat pertama yang diturunkannya, yakni iqra’ (Q.S. Al – ‘Alaq:1). Memang secara bahasa arti iqra’ sendiri adalah ‘bacalah’, tapi tidak sedikit mufassir yang menafsirkan iqra’ dengan arti ‘belajar/menelaah’, salah satunya terdapat pada kitab Tafsir al Mishbah karya M. Quraish Shihab.

Setiap negara tentunya juga sudah menyadari arti penting dari pendidikan itu sendiri, tetapi dalam pelaksanaannya tiap-tiap negara pasti punya sistemnya sendiri-sendiri, begitu pula Indonesia.

Sayangnya Indonesia hanya menduduki peringkat ke-57 menurut versi OECD dalam masalah pendidikan, dari keseluruhan negara di dunia. Sedangkan menurut OECD dalam tes PISA (Programme for International Student Assessment) yang termasuk ke dalam 10 besar negara dengan pendidikan terbaik diraih oleh Singapura, Hongkong, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Finlandia, Estonia, Swiss, Belanda, dan Kanada. Namun jika kita perhatikan sistem pendidikannya satu persatu, ada 2 negara yang sistemnya sangat bertolak belakang, yakni Finlandia dan Korea Selatan.

Finlandia dalam membangun pendidikannya dirasa lebih nyaman dan santai. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada Professor Erno August Lehtinen, guru besar pendidikan dari Universitas Turku, Finlandia mengungkapkan bahwa, dalam pendidikan usia dini Finlandia lebih menghargai pembentukan karakter, karena dirasa lebih penting.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam pendidikan dasar anak-anak bebas bermain dan melakukan hal-hal lain, daripada hanya duduk-duduk di kelas. Anak-anak di Finlandia dilarang sekolah sebelum berusia 7 tahun, jam pelajaran untuk siswa SD hanya 3-4 jam sehari, waktu istirahat mencapai 75 menit, jarang ada PR dan tidak ada UN untuk 9 tahun pertama sekolah.

Finlandia juga tidak mengenal adanya kastanisasi di dalam sekolah, jadi semua siswa baik yang pintar maupun yang kurang pintar tetap berada dalam satu kelas, sekolahnya pun juga rata, tidak ada sekolah yang bagus dan juga tidak ada yang jelek. Guru juga merupakan profesi yang dianggap amat penting di Finlandia, sama bergengsinya dengan dokter jika di Indonesia.

Berbeda dengan Finlandia, Korea Selatan dalam menerapkan sistem pendidikan terkesan memaksa dan mengekang siswa-siswanya. Antara lain adalah peraturan tentang penerapan waktu jam belajar di sekolah yang rata-rata bisa mencapai 15 jam dalam sehari, hukuman fisik untuk para siswa juga di legalkan demi menjunjung kedisiplinan siswa. Para orang tua mengikutkan anak-anaknya dalam lembaga bimbingan belajar, karena jika anak dapat masuk ke perguruan tinggi favorit adalah gengsi tersendiri baginya, alhasil kompetisi pun tercipta sangat ketat di negeri ini.

Dampak negatif dari diberlakukannya sistem pendidikan seperti itu adalah para siswa mempunyai beban psikologis yang mendalam. Berdasarkan Badan Statistik Nasional Korea, lebih dari setengah jumlah anak-anak usia 15 hingga 19 tahun menyatakan ingin bunuh diri dikarenakan beban psikologis substansial dari kompetisi dan juga jam belajar yang amat panjang.

Dari pengalaman dua negara di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa pengaturan kualitas belajar dan kuantitas jam pelajaran dalam pendidikan haruslah selaras. Jika hanya kuantitas jam pelajarannya yang diperhatikan dan kualitas serta fasilitas yang mendukung diabaikan, mungkin para siswa bisa menjadi pintar dalam prestasi belajarnya, tetapi nol dalam hal mental dan emosinya.

Jadi kesimpulan menurut penulis adalah janganlah menyusun sistem pendidikan yang dititikberatkan kepada kuantitas waktu belajar. Kita harus melihat Korea Selatan, lihatlah aspek manfaat dan akibat yang disebabkan oleh lamanya waktu belajar.

Di sisi lain kita bisa berguru kepada Finlandia, yang lebih mengutamakan kualitas belajar dan juga pendidikan berkarakternya, dalam menyusun sistem pendidikan di negerinya. Karena Indonesia tidak hanya butuh orang pinter, melainkan juga membutuhkan orang yang bener, yang berakhlak dalam tindak-tanduknya, dan juga memiliki mental pemimpin yang baik.


Penulis : Rihlana Ardian

Siswa SMA A Wahid Hasyim Tebuireng Jombang