Oleh : Musthofinal Akhyar*
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti Agama mereka”
(QS: Al-Baqoroh : 120).
Israel selalu menjadi primer opinion ketika kita membaca peta politik dunia saat ini. Apalagi baru-baru ini penutupan Masjid al Aqsa oleh tentara Israel membuat dunia, khususnya negara-negara Muslim mulai geram, apalagi ekspansi yang dilakukan pasukan Israel yang menyiagakan diri di perbatasan Gaza semakin menunjukkan indikasi akan kembali meletusnya perang Palestina-Israel. Dilansir oleh detik.com, akibat Penutupan Masjid al Aqsa, terjadi bentrokan antara warga Palestina dengan tentara Israel, akibatnya 3 orang warga Palestina meninggal dunia.
Konflik di sekitar Masjid al Aqsa bukanlah sesuatu yang baru. Pada tanggal 21 Agustus 1969 seorang Zionis Australia bernama Denis Michael Rohan pernah mencoba membakar Masjid al Aqsa yang berakibat kericuhan di sekitar Masjid al Aqsa. Pelaku pun ditahan, namun hanya jangka beberapa hari dilepaskan oleh Pemerintah Israel dengan alasan pelaku tersebut adalah seorang psikopat. Konflik yang terus berulang dan seakan tidak ada habisnya.
Semenjak berdirinya Negara Israel modern pada tahun 1948, tercatat sudah berkali-kali Israel memborbardir wilayah Palestina yang mereka klaim sebagai tanah yang dijanjikan. Amin Mansour, menulis dalam buku Ensiklopedia Ilustrasi Sejarah Palestina, sejak 14 Mei 1948 M sehari sebelum habisnya perwalian Inggris di Palestina, para pemukim Yahudi memproklamirkan kemerdekaan Negara Israel. Mereka melakukan agresi bersenjata terhadap rakyat Palestina yang masih lemah, hingga jutaan dari mereka terpaksa mengungsi ke Libanon, Yordania, Syria, Mesir dan lain-lain.
Palestina Refugees menjadi tema dunia. Namun, mereka menolak eksistensi Palestina dan menganggap mereka telah memajukan areal yang semula kosong dan terbelakang. Lebih lanjut lagi, Mansour menjelaskan, tahun 1948 tanggal 2 Desember, Liga Arab melayangkan protes keras atas tindakan AS dan sekutunya berupa dorongan dan fasilitas yang mereka berikan bagi imigrasi zionis ke Palestina.
Tak berhenti hanya pada warga Palestina, kebengisan Israel juga berimbas pada Negara-negara sekitar pesisir barat semenanjung Arab. Tercatat beberapa kali pasukan Zionis bersitegang dengan pasukan Yordania, Mesir, dan Syria. Tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania, dan Syria selama 6 hari dengan dalih pencegahan. Israel berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza, dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem. Israel dengan mudah menghancurkan angkatan udara musuhnya.
Tahun 1982 Israel menyerang Libanon dan membantai ratusan pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila. Pelanggaran terhadap batas-batas internasional ini tidak berhasil dibawa ke forum PBB karena hak veto dari Amerika Serikat. Disusul dengan serangkaian pemboman yang dilakukan oleh Militer Israel atas instalasi militer dan sipil di Irak, Libya, dan Tunisia. Apalagi setelah berdirinya HAMAS (Harakat al-Muqawwamah al-Islamiyah) menandai terorganisirnya perlawanan warga Palestina terhadap Israel. HAMAS pun menandai semakin meruncingkan perseteruan antara kedua kubu yang tiada hentinya. Hal tersebut selalu terulang di setiap dekade waktu, dan entah sampai kapan perseteruan antara Zionis Israel dengan Palestina berakhir. Lalu bagaimanakah sejatinya Yahudi Israel itu? Dan bagaimanakah propaganda yang dilakukan mereka ?
Jika kita membicarakan Israel, maka goresan pena dengan tinta lautan pun tak akan cukup menuliskan semua dekte-dekte sejarahnya. Namun, bicara sejarah Bangsa Israel, dapat kita telusuri mulai dari zaman kenabian. Banyak sejarawan yang memulai menulis sejarah Bangsa Israel dari era zaman Nabi Ishaq. Namun lebih spesifiknya ras kaum Israel adalah keturunan dari anak Nabi Ishaq yaitu Nabi Yaqub. Nabi Yaqub sendiri memiliki 12 orang anak dari 4 Istri. Anak-anaknya adalah Yahuda, Syama’un, Rubin, Levi, Zebulan, Yassakar, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Bunyamin dan Yusuf as. Namun untuk Yusuf dan Bunyamin berbeda ibu dengan Yahuda dan adik-adiknya.
Sementara sulit mengetahui asal-usul penyebutan nama Yahudi, apalagi dinisbatkan kepada Yehuda. Di dalam Perjanjian Lama, kata “Yahudi” baru mulai ditemukan pada kitab Ezra. Sedangkan pada kitab-kitab sebelumnya hanya disebut anak-anak Israel atau Bani Israel. Di dalam Al Quran atau hadis sendiri, anak keturunan Nabi Yaqub disebut Bani Israil, sedangkan penyebutan “Yahudi” lebih sering bermakna golongan yang dimurkai Allah.
Sementara Israel sebagai sebuah State adalah merujuk pada konsep Tanah Israel (Eretz Yisrael), sebuah konsep pusat Yudaism sejak zaman kuno. Sementara Zionis adalah sebuah bentuk gerakan untuk merealisasikan ideologi tersebut. Ausubel Natan mengupas Israel Modern dalam bukunya yang berjudul The Book of Jewish Knowledge yang diterbitkan di New York pada tahun 1964 menyebutkan jika ras Yahudi sudah lama bercita-cita untuk mengembalikan kejayaan Kerajaan Israel seperti zaman King Solomon (Nabi Sulaiman) dan tanah Israel sekarang ini adalah tempat yang telah dijanjikan. Maka dari itu ras Yahudi mati-matian untuk membentuk Negara di pesisir Barat semenanjung Arab tersebut.
Lebih lanjut lagi, Natan mengungkapkan, sejak terjadinya tragedi pembantaian ras Yahudi yang dilakukan oleh Nebukadnezar dari Babylonia pada abad ke-5 sebelum Masehi dan juga menandai kemunduran Kerajaan Kahudi. Terjadinya diaspora Bangsa Yahudi pada abad ke-2 Masehi adalah sebuah tragedi pahit bagi mereka, yang harus meninggalkan kampung halamannya untuk menyelamatkan diri dari kekuasaan Romawi. Namun, Yahudi telah memasang kuda-kuda dan membentuk sebuah organisasi yang akan mengembalikan kejayaan Bangsa Yahudi lagi.
Maka sejarah mendikte, organisasi underground seperti Masoon telah ada sejak abad ke 1 Masehi. Setelah itu tahun 1717, umat Yahudi membentuk organisasi rahasia bernama Fremosomre (Masoon modern) yang ditendensikan pada pembangunan Logi Agung di London. Melalui organisasi ini lah Yahudi melancarkan Propagandanya. Sejatinya, propaganda yang dilakukan oleh Israel tidak hanya kepada warga Palestina saja, tetapi skalanya jauh lebih besar. Dilacak melalui perkataan Samuel Zwemmer seorang orientalis, dalam sebuah Konferensi Misionaris pada tahun 1935 di Yerussalem, ia mengatakan:
“Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslimin, namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam agar menjadi orang Muslim yang tidak berakhlaq, dengan begitu akan membuka kemenangan imprealis di negara-negara Islam. Dalam mata Rantai kebudayaan Barat, gerakan misi punya dua tugas: menghancurkan peradaban lawan dan membina kembali dalam bentuk peradaban Barat. ini perlu dilakukan agar Muslim berdiri pada barisan budaya Barat dan akhirnya muncul generasi Muslim yang memusuhi agamanya sendiri”.
Robert Dreyfuss membenarkan adanya sebuah proyek propaganda berskala global yang dilakukan oleh Yahudi. Lebih kejam lagi Dreyfuss menyebutkan dalam bukunya “Devil’s Game, Orchestra Iblis, 60 Tahun Perselingkuhan Amerika Serikat-Religious Extremis”. Ia menjelaskan radikalisme yang teraplikasikan dengan munculnya isu terorisme merupakan propaganda Barat. Dalam propagandanya Amerika Serikat menerapkan strategi yang dalam istilah Dreyfuss menyebutnya sebagai “Devil’s Game”. Yaitu dengan mendanai dan melatih kelompok-kelompok Islam fundamentalis untuk menentang penguasa dan menciptakan instabilitas politik di negara-negara Islam. Dreyfuss secara gambalng juga membeberkan keterlibatan agen-agen Amerika (CIA) dan Israel (Mossad) dalam mendorong tumbuh suburnya gerakan Islam fundamentalis di kawasan negara-negara Arab. Miliaran Dolar telah dikeluarkan mereka untuk mendorong gerakan Islam Fundamental ini
Dibalik semua kericuhan yang terjadi saat ini, Israel memiliki Mega Agenda yang luar biasa yang telah mereka rencanakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sementara Palestina yang mayoritas adalah ras Bangsa Arab adalah salah satu batu sandungan untuk mewujudkan mimpi besar mereka. Apalagi secara perpolitikan global, Israel telah mesra dengan bonekanya yang bernama Amerika. Back up kebijakan-kebijakan pemerintah Amerika selalu berpihak pada kepentingan politik Israel. Maka dari itu, roda perputaran zaman semakin deras menggelinding, kita sebagai umat Islam jangan sampai hanya tinggal diam dan jadi penonton, jika tidak ingin dilindas oleh roda zaman yang semakin deras berputar.
*Alumnus Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan, penulis novel “Surti, Derita Cinta dalam Takdir”, tinggal di Rembang.