Oleh : KH. A. Musta’in Syafi’ie

إِنَّ الْحَمْدَلِلهِ . نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ . وَ نَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ اَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىآلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا أَمَّابَعْدُ.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ . اِتَّقُوْ اللهَ ,اِتَّقُوْ اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. أَعُوْذُبِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لَاتَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِنْ دُوْنِكُمْ لَايَأْلُوْنَكُمْ خَبَالاً. وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ.

Katak, jika langsung dimasukkan ke dalam air mendidih maka dia langsung melompat sekeras-kerasnya. Sebisa-bisanya menghindar dari air mendidih itu meskipun dengan kulit yang lecet dan dia selamat. Tetapi jika anda memasukkan katak ke dalam air dingin, panci diisi dengan air dingin dan katak ditaruh disitu, lalu ditaruh di atas kompor dan dipanaskan perlahan-lahan. Maka katak tersebut tidak akan terasa apa-apa, semakin panas pun semakin tidak terasa dan enjoy saja. Sampai suhu 100 derajat pun katak tidak bereaksi, dan tiba-tiba dia mati.

Itulah sunnatullah, hukum alam yang telah diberikan Allah agar umat Islam bisa mengambil pelajaran. Muslim yang menjaga keagamaannya, tidak seluruhnya mempunyai sensitifitas. Seorang beriman belum tentu mempunyai refleksi yang kuat terhadap hal-hal yang menggerogoti keimanannya. Ada yang sangat cerdas mengambil pelajaran, dan ada yang tidak bisa mengambil pelajaran. Tidak sensitif terhadap perubahan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kulit katak tidak mempunyai sensitifas terhadap perubahan lingkungan, maka dia enjoy saja dan pada akhirnya akan mati tidak ada kesempatan untuk lari. Itulah perumpamaan seorang muslim yang tidak mempunyai sensitifitas. Bergaya sok toleransi tanpa ada batasan, kewaspadaan, dan sikap hati-hati. Apakah dengan bersikap toleransi mesti menjadi bagus.

Saya sering mendengar bahwa dakwah itu merangkul dan “bukan memukul”. Itu betul. Persoalannya, bagaimana jika orang yang dirangkul itu memukul. Anda bisa menjawab, dirangkul lagi. Bagaimana jika dia memukul semakin keras. Silahkan jawab, dirangkul lagi. Bagaimana jika dia menyembelih anda, anda tidak bisa menjawab karena anda sudah mati. Maka jangan sampai keimanan kita seperti katak yang tidak mempunyai sensitivitas.

Ayat yang kami baca tadi, membahasakan khutbah yang terdahulu bahwa orang non-muslim termasuk orang Yahudi dan orang Kristiani. Surah Ali Imran 118 ini mengingatkan, “jauhilah mereka”. Karena mereka itu salah satu sifatnya waddu ma ‘anittum. Berminat sekali untuk merusak dan merepotkan kalian. Kedua, qod badati al baghdo u min afwahihim. Dari mulutnya, korannya, televisinya, websitenya, tweetnya, dan lain-lain menunjukkan kebencian.

Tapi itu tidak seberapa, Allah mengingatkan jangan hanya memandang disitu saja. Wa ma tukhfi shuduruhum akbar, mereka itu non-muslim, masih menyimpan progam-progam yang lebih jahat lagi. Yang belum dikeluarkan, yang masih dirahasiakan. Akan ada progam lagi yang membantai kalian habis.

Peringatan ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman, yang mau menggunakan otaknya. Karena tidak semua orang beriman itu mau ta’qilun menggunakan akal warasnya.

Dalam al-Quran tidak pernah disebut aql. Yang disebut justru fi’il­-nya ya’qilun, ta’qilun, dengan bentuk fi’il yang umumnya mudlori’ bentuk kontinuitas. Khutbah ini sebagai peringatan agar kita betul-betul mampu merefleksikan terhadap gejolak dan tindakan non-muslim hari ini.

Terkait situasi sekarang, persoalannya bukan sekedar fokus Pilkada di DKI. Melainkan sebuah sampel untuk diambil peringatan bagi seluruh umat Islam. Disini harus diakui, sebodoh-bodoh orang pasti tahu ternyata Allah tidak pernah memejamkan mata. Tidak pernah tidur. Allah mempunyai trik-trik tersendiri dimana dulu lisan diplesetkan. Dan sekarang dipersidangan pun lisan diplesetkan lagi. Sehingga dunia menjadi tahu.

“Orang” yang dulu dielukan dan didalilkan oleh sebagian kyai di kalangan NU. “Orang” yang dulu dielukan dianggap representatif untuk memimpin sebuah daerah. Sekarang, Tuhan menyingkap tabir mereka dengan wa ma tukhfi shuduruhum akbar. Bagaimana tokoh seorang kiai yang menjadi simbol besar partai keagamaan sekaligus Majelis Ulama Indonesia, begitu saja diremehkan dan dianggap berbohong. Persoalannya, “Siapa yang memlesetkan lidah itu”.

Saya orang beriman, menjawab “Allah”. Silahkan mereka di-back up oleh pemerintah, oleh siapa saja. Wa makaruu. Dengan dlomir jama’ yang menunjukkan sebuah komunitas. Memang pemerintah selalu berkata, “Jujur, mengayomi rakyat, dan tidak pilih kasih dan lain-lain”. Tapi rakyat Indonesia, khususnya umat muslimin punya rasa sendiri. Bahwa pemerintah kurang fair dalam menyikapi rakyatnya sendiri. Dimana hal-hal yang berbau Islam dan nampak keislaman selalu dipersoalkan dan dipermasalahkan.

Untuk itu, kami disini murni sebagai khatib mengingatkan bahwa pemilihan kepala daerah itu adalah bagian dari agama dan keimanan. Saya sangat bimbang, ada gus, ustad, dan kiai yang menganggap muslim yang tidak memilih non-muslim adalah intoleran. Sekarang kita coba berpikir, suara pemilih itu cuma satu tidak bisa dibagi. Jika seorang muslim memilih pemimpin seorang muslim, itu diwajibkan agama dan dibenarkan oleh demokrasi. Itu pun punya komitmen toleransi yang tinggi terhadap sesama muslim, itu namanya ukhuwah Islamiyyah. Tapi jika suara muslim itu diberikan kepada calon non-muslim, atas nama toleransi terhadap non-muslim itu artinya dia lebih suka bertoleransi kepada non-muslim sekaligus tidak toleransi kepada sesame muslim. Mana yang lebih berat dosanya di sini.

Semoga bermanfaat.

. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْم. وَنَفَعَنابه وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأٓيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم. فتقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ تعالى جَوَّادٌ كَرِيْمٌ البَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. و الحمد للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

*)