Musibah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2003) berarti, 1) kejadian (peristiwa) menyedihkan yang menimpa, 2) malapetaka, dan 3) bencana. Makna musibah berakar dari lafadz assaba-yushiibu, dalam lisan arab, Ibnu Mandzur memberikan arti al-Yayan Musthofadahr (menimpa, malapetaka, bencana). Prof. Quraish Shihab lebih menggarisbawahi makna “sesuatu yang menimpa”, bisa baik atau buruk walaupun konotasinya selalu buruk. Misalnya hujan turun yang menimpa manusia, tidak selalu buruk, karena apa yang dianggap buruk adakalanya adalah terbaik bagi mereka dan sebaliknya.

Sedangkan bala juga berarti bencana, malapetaka, atau penampakkan. Imam al-Raziy dalam kitab mukhtar al-shihab memberikan penjelasan bahwasanya bala digunakan untuk menggambarkan ujian, baik atau buruk. Perbedaannya, ketika Al-Qur’an berbicara tentang musibah maka ada sangkut pautnya dengan tingkah laku atau ulah manusia itu sendiri dan ketika berbicara tentang bala maka musibah ini datangnya mutlak dari Allah Swt.

Itu sebabnya Allah Swt., menyatakan: “Allah yang menciptakan hidup dan mati untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya”. (QS. Al-Mulk: 2). Kita lihat ujian (bala) datangnya dari Allah. “Kami pasti akan menguji kamu sampai Kami tahu siapa orang yang berjihad di jalan Allah dan bersabar.”(QS. Muhammad 31) Allah menurunkan bala tanpa campur tangan manusia. “Kami pasti menurunkan sedikit rasa takut, sedikit rasa lapar…berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al- Baqarah:255)

Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu” (al-Baqarah:49) bentuk cobaan (bala) dalam kategori buruk. Sedangkan bentuk cobaan (bala) dalam kategori bagus, “Maka sebenarnya, bukan kamu yang membunuh mereka. Akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar. Allah berbuat demikian untuk membinaskan mereka dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin (manguji kaum mukmin), dengan kemenangan yang baik (bala’in hasanan). Sesungguhnya Allah maha mendengar  lagi maha mengetahui”. (QS. Al-Anfaal:17)

Hidup ini adalah ujian, cobaan. Bentuknya tidak selalu yang dibenci saja, tapi bisa juga ynag disenangi, oleh karenanya Allah Swt melarang kita merasa dibenci ketika ditimpakan sesuatu yang tidak disenangi, dan merasa disayang Allah Swt ketika dikasih kekayaan, kenikmatan, kebahagiaan, dst. Kalla, sekali-kali tidak (bukan demikian)!

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada zaman Nabi Muhamad Saw dan para sahabatnya yang diajak perang berjihad dalam agama Allah Swt pernah terluka dan bahkan ada yang gugur, Nabi pun pernah terluka, bukan berarti mereka adalah yang termasuk dibenci Allah Swt. Justru karena Allah ingin mengangkat derajat mereka dari mukmin menjadi syuhada lillah .

Nabi Musa As pun pernah diuji Allah Swt. “Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata, “Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbutan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau hendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Enkaulah yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah pemberi ampun yang sebaik-baiknya.

Allah menciptakan manusia dengan tujuan tertentu , yakni ibadatullah, baik vertical maupun horizontal dengan perintah agama sebagai landasan yang menyerukan agar manusia bermanfaat, memenuhi kebutuhan bagi makhluk yang lain.

Seorang dipilih menjadi orang yang kaya, agar dia menyalurkan selebihnya untuk yang membutuhkan, orang dipilih menjadi orang yang kuat agar bisa membantu mereka yang lemah, orang dipilih menjadi orang yang alim agar mengajarkan kepada mereka yang belum paham, orang dijadikan alat untuk mengingatkan yang lain, dst.

Ibnu Mandzur memaknai Al-adzab dalam lisan al-arab dengan al-nakaal wa al-‘uquubah  peringatan dan siksaan. Dalam konteks al-qur’an kebanyakan menerangkan hari akhir, maksudnya siksaan dihari kelak. “Allah telah mengunci mati hati, pendengaran dan penglihatan mereka. Dan bagi mereka siksa yang amat berat”. (al-Baqarah:7), atau dalam surat al-Israa’:10 “Sesungguhnya, orang-orang yang tidak beriman kehidupan akherat, Kami sediakan bagi mereka adzab yang pedih”, dst.

Akan tetapi sebagian ayat yang memakai lafadz adzab untuk menerangkan siksaan di dunia seabagai peringatan bagi yang lainnya. “Tak ada suatu negeripun yang durhaka penduduknya, melainkan Kami membinaskannya sebelum hari kiamat, atau kami adzab (penduduknya) dengan adzab yang sangat. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab Lauh al-Mahfuudz”. (al-Israa’:58). Kalau bisa ditafsiri sebagai hukum klausal (sebab akibat) maka adanya adzab adalah durhaka massal, yang kedua, ayat ini menerangkan ancaman Allah Swt.

Alhasil, musibah adalah yang mengenai manusia baik itu seuatu yang baik ataupun yang buruk, diturunkannya masih ada hubungan dengan perbuatan manusia itu sendiri, sedangkan bala mutlak diturunkan Allah Swt sebagai ujian untuk manusia baik berupa kebaikan atau keburukan, bukan reaksi dari aksi manusia. Dan adzab adalah hukuman yang diturunkan untuk dijadikan pelajaran, konteksnya kebanyakan berhubungan dengan pembalasan ahri akhir kelak. Allahu A’lam Bissowab.

 

Yayan Musthofa

Redaksi Majalah Tebuireng sekarang sedang menempuh kuliah di Madina Institute Cape Town Afrika Selatan.