Jejak pesona kota kuno Medina Azahara. (sumber gambar: republika-khazana)

Seperti lukisan yang tak pernah selesai, setiap sudut kota ini menyimpan cerita yang menunggu untuk diungkapkan. Tidak hanya menjadi saksi bisu tentang peradaban islam pada abad ke-10, tetapi juga merupakan representasi dari kemewahan dan kecangggihan yang pernah menjadi bagian dari sejarah eropa.

Medina Azahara dibangun oleh Abdurrahman III, Khalifah Bani Umayyah pada tahun 936 M. Sebuah kota istana berbenteng yang terletak sekitar 8 km sebelah barat Cordoba, di bawah kaki pegunungan Sierra Morena. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan ingin menerapkan program konstruksi hierarkis. Kota dan daratannya didominasi oleh bangunan Alcázar secara visual dan fisik.

Secara makna, Medina Azahara dapat diartikan sebagai “kota yang bercahaya”. Azahara diambil dari nama selir kesayangan khalifah Abdurrahman III. Menurut cerita yang ada, penguasa Cordoba khalifah Abdurrahman III jatuh cinta pada seorang gadis di sebuah kota di utara Semenanjung Iberia, dan memutuskan untuk menikahinya. Sebagai bukti wujud cintanya yang sangat besar, ia membangun salah satu istana terindah dan megah yang pernah ada dan menamainya Medina Azahara.

Abdurrahman III menghabiskan banyak uang untuk bahan-bahan yang paling langkah dan mewah sekaligus menyewa pengrajin terbaik dari al-Andalus. Namun, Azahara tampak sedih dan semakin menjauh. Selama berminggu-minggu, dia melihat gadis itu menangis tersedu-sedu dan menatap ke langit. Terakhir, gadis itu memberi tahu kepadanya bahwa ia merindukan rumahnya, terutama pegunungan bersalju yang telah menjadi rumahnya sejak kecil.

Abdurrahman III membuat rencana agar Azahara bisa tersenyum kembali. Ia memutuskan untuk menanam ribuan pohon almond untuk mengingatkan kekasihnya akan puncak gunung bersalju di tanah kelahirannnya ketika pohon-pohon itu berbunga. Sejak terpesona oleh pohon almond yang berbunga iu, Azahara tidak pernah merasa sedih lagi di sisinya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Selain karena alasan hubungan asmara dengan wanita yang sangat dicintainya, Medina Azahara dibangun dengan tujuan menjadikan kota tersebut sebagai tempat tinggal khalifah dan menciptakan ibu kota baru yang menunjukkan kekuatan dan martabat kekhalifahan barunya, serta melawan Dinasti Fathimiyyah di Afrika Utara. Proyek ini memiliki motivasi politik yang kuat karena menunjukkan kemampuan Dinasti Umayyah untuk membangun bangunan besar. Kota ini adalah simbol kekuasaan yang tak tertandingi, menunjukkan kekuatan dan kemakmuran kekhalifahan.

Jejak Fungsi Medina Azahara

Medina Azahara juga menjadi pusat administrasi, serta perkembangan ilmu pengetahuan seperti matematika, astronomi, kedokteran, kesusastraan, dan filsafat. Abdurrahman III ingin mengembalikan stabilitas setelah masa-masa ketidakpastian, dan dia ingin menunjukkan kepada rakyatnya bahwa kekhalifahannya makmur dan stabil.

Konstruksi besar dimulai sekitar tahun 940 M. Proses pembangunan kota tersebut berlangsung selama kurang lebih 25 tahun dan membutuhkan tenaga kerja lebih dari 10.000 orang, 2.600 keledai, dan 400 unta agar kota yang dulunya megah ini sebanding dengan kediaman kerajaan Baghdad dan Damaskus. Al-Hakam, putra Abdurrahman III ditugasi untuk mengawasi pembangunan kota tersebut.

Arsitektur islam Medina Azahara terkenal dengan lengkungan tinggi, kolon, mosaik, dan ukirannya pada masa itu. Memiliki tata ruang yang terorganisir, yang mencakup area istana, masjid, taman dan sejumlah bangunan penting lainnya. Penggunaan batu gamping, gading, dan marmer memberikan kesan mewah pada arsitektur kota ini. Teknik konstruksi yang digunakan sangat maju, strukturnya dirancang agar dapat bertahan terhadap cuaca lokal dan serangan militer dengan tembok ganda untuk mempertahankan kota. Untuk menambah kesan alami, taman-taman kota di tanami dengan pohon almond, agar saat bermekaran menciptakan ilusi salju.

Desain kota yang dibuat juga sangat terstruktur, indah, dan fungsional. Seperti ditingkat paling atas terdapat area istana kekhalifahan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan  dan kediaman khalifah. Untuk dapat masuk ke area istana, terdapat 2 gerbang, yaitu Bab al-Jibal atau gerbang utara yang menjadi pintu masuk utama ke area istana kota, dengan tata letak melengkung dan dilindungi oleh menara. Dan yang kedua adalah gerbang timur yang dikenal dengan Bab al-Sudda “gerbang terlarang/gerbang ambang” sebagai pintu masuk tempat para duta besar atau tamu diterima.

Jejak kota tua Medina Azahara, yang ditetapkan Unesco sebagai Situs Warisan Dunia. (sumber: islami.co)

Dar al-Mulk atau Rumah Kerajaan

Tepat di puncak kompleks ini, terletak Dar al-Mulk atau Rumah Kerajaan, yang merupakan kediaman pribadi Khalifah Abdurrahman III. Rumah ini terdiri dari tiga aula besar yang tersebar di sekitar inti pusat, aula pertama berfungsi sebagai pintu masuk, aula kedua untuk tamu, dan aula ketiga sebagai ruang duduk pribadi dengan kamar tidur diujungnya. Tiga pintu dan jendela palsu yang indah terlihat di fasad selatan bangunan. Sementara fasad ruang utama dihiasi dengan banyak ukiran dan lantai bata bertatahkan batu kapur putih dengan batas geometris. Berbeda dengan taman atau halaman umum di istana lainnya, pemandangan Dar al-Mulk menampilkan pemandangan jauh ke lembah.

Di tenggara Dar al-Mulk, Pelataran Pilar adalah sebuah bangunan dengan halaman persegi besar dan serambi di sekitarnya. Di belakang serambi terdapat aula persegi panjang, dan tangga di sudut barat laut bangunan mengarah ke lantai dua dengan tata letak yang sama. Bangung ini memiliki banyak patung Romawi, salah satunya adalah sarkofagus Meleager. Bangunan ini yang dibangun pada tahun 950-an digunakan sebagai tempat tinggal pejabat atau rumah tamu untuk tamu penting. Menurut beberapa ahli, tempat ini juga digunakan untuk pendidikan dan kegiatan intelektual.

Di bagian teras bawah kota terdapat masjid jemaah yang terletak di sebelah timur kompleks Upper Garden. Masjid ini dibangun sejajar dengan kiblat dan dapat diakses melalui lorong dari istana. Berbeda dengan masjid Cordoba yang kiblatnya menghadap ke arah barat laut. Salah satu gerbang yang menghubungkan ruangan masjid dihiasai dengan menara persegi, yang merupakan model awal menara dalam arsitektur al-Andalus. Secara keseluruhan, masjid jemaah menunjukkan bagaimana desain masjid berkembang dalam dunia islam.

Di sekitar masjid dan istana terdapat taman-taman yang indah yang tidak hanya berfungsi sebagai ruang hijau, tetapi berfungsi sebagai simbol spiritualitas dan estetika dalam budaya islam. Terdapat dua bagian taman, yakni atas dan bawah. Bagian taman atas adalah bagian dari kompleks Alhambra yang terletak di depan Salón Rico. Taman dengan cekungan air dan desain simetris ini merupakan contoh taman islam klasik yang memberi sentuhan estetika yang menawan ke kompleks Alhambra. Sedangkan taman bawah atau Jardin Bajo terletak disisi timur taman atas. Taman bawah merupakan salah satu yang terbesar di kota Medina Azahara, memiliki desain yang mencerminkan keindahan taman klasik dan pentingnya lanskap pada saat itu.

Bangunan penting lain yang terdapat di kota ini salah satunya adalah ruang penerimaan yang dikenal juga dengan sebutan Salón Rico (aula resepsi Abdurrahman III). Salón Rico dihiasi dengan banyak permata yang ditaruh di dalam ruangan dan dindingnya dihiasi dengan motif bunga. Salón Rico menjadi bangunan yang sangat mewah di Medina Azahara. Saat audiensi, khalifah biasanya duduk di tengah dinding belakang dengan para pejabat lain di sekitarnya. Dengan desain ruangan ini, khalifah dapat melihat seluruh area tanpa berpaling. Salón Rico adalah contoh arsitektur yang menunjukkan kekayaan seni dan budaya Islam Andalusia.

Selain Salón Rico, rumah al-Hakam il Ja’far ibn Abd al-Rahman atau sering disebut rumah Ja’far juga memiliki peranan penting dalam arsitektur bangunan di kota ini. Terdiri dari tiga rumah kecil dan merupakan bangunan besar. Terletak di antara Pelataran Pilar dan Salón Rico, diperkirakan dibangun pada tahun 961 M pada masa pemerintahan al-Hakam II. Bangunan ini terdiri dari tiga area yang masing-masing memiliki halaman. Area publik terdiri dari basilika yang terbuka ke teras dengan fasad ataurique yang monumental. Area intim terdiri dari berbagai ruangan yang mengarah ke kamar tidur, yang didepannya terdapat teras dengan wastafel dan air mancur. Terakhir, area service, yang juga terletak di sekitar teras. Rumah ini dirancang untuk orang yang berpangkat tinggi, seperti yang terlihat dari desainnya.

Dengan menggunakan bahan berkualitas tinggi dan ornamen yang rumit, arsitektur dan desain Kota Medina Azahara menciptakan lingkungan yang tidak hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan administrasi, tetapi juga berfungsi sebagai simbol kemewahan yang mendorong kehidupan sosial yang dinamis dan pertukaran budaya. Selain itu, masyarakat muslim yang tinggal disana mendorong kemajuan dalam seni dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, selain kemegahan bangunan seperti Salón Rico dan masjid besar yang menunjukkan kecanggihan teknik arsitektur islam, juga membuka ruang untuk interaksi sosial yang memperkuat identitas budaya dan politik masyarakat al-Andalus.

Setelah Puluhan Tahun Mengalami Masa Kemakmuran dan Keemasan

Setelah puluhan tahun mengalami masa kemakmuran dan keemasannya, kota indah dan megah itu mulai mengalami kemunduran. Keruntuhan yang terjadi disebabkan karena faktor internal. Yakni, perang saudara dan perebutan kekuasaan di antara kelompok muslim. Latar belakang terjadinya peristiwa tersebut adalah setelah kematian khalifah Al-Mansur pada tahun 1002 M, putra sulungnya Abdul al-Malik al-Muzaffar naik menduduki tahta kekuasaan.

Ketika al-Muzaffar meninggal dunia pada tahun 1008 M, saudaranya Abdurrahman yang dikenal dengan “Sanchuelo” naik kekuasaan. Karena dianggap kurang cakap secara politik daripada ayah dan saudaranya, ia mencoba merampas kekhalifahan Hisyam. Dari sinilah mulai terjadi konflik dan pertentangan serius. Beberapa tahun berikutnya penuh dengan kekacauan dan menghasilkan sejumlah konflik kekerasan dan perubahan rezim antara berbagai faksi yang disebut dengan “Fitna” (perang saudara).

Pada tahun 1911, Medina Azahara mengalami proses penemuan kembali yang signifikan setelah beabad-abad terlupakan. Proses yang dimulai pada awal tahun 1900-an  ini telah melibatkan berbagai upaya untuk mempertahankan dan memperbaiki situs. Pada tahun 2018, Medina Azahara diakui sebagai situs warisan dunia UNESCO yang menunjukkan peran pentingnya dalam sejarah dan budaya dunia, khususnya sejarah islam di Spanyol dan Eropa.

Medina Azahara memenuhi beberapa kriteria UNESCO, termasuk karya seni yang luar biasa dan contoh arsitektur penting. Kota ini adalah ibu kota kekhalifahan Umayyah di al-Andalus Kejayaan seni Islam dan kemajuan budaya abad ke-10 terlihat di sana. Pelestarian dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk Medina Azahara sebagai situs bersejarah agar dapat dinikmati generasi mendatang.



Penulis: Lathifatul Fuadah, mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya dan alumni MASS Tebuireng.