ilustrasi: Maroko vs Spanyol. (amir/to)

Oleh: M. Abror Rosyidin*

Tak biasanya, saya berbicara soal bola, apalagi sampai menulisnya di sini. Sebagai badminton lovers garis keras, saya sering sekali mengkritisi sepakbola Indonesia yang susah berkembang dalam banyak hal. Bahkan saya sebut kita ini sebagai bangsa yang sok sepakbola, sampai olahraga potensial lain dikesampingkan. Tapi perlu dicatat, kritik demi kritik itu untuk sepakbola Indonesia, bukan negara lain.

Kemarin malam dalam sejarah hidup saya, saya menonton bola sampai larut malam. Ini sejarah loh. Biasanya jika ada liga Indonesia langsung saya skip. Kalau nonton badminton sampai larut sudah biasa, apalagi jika sedang tur Eropa. Bukan tanpa sebab saya tidak mau melewatkan laga semalam antara Singa Atlas Maroko dengan Banteng La Roya Spanyol dalam Piala Dunia 2022 Qatar, karena hubungan emosional saya yang pernah tinggal di Maroko beberapa waktu.

Eh, kamu ngaku-ngaku penduduk Maroko? Kan di sana hanya beberapa waktu saja? Di Maroko lebih dari 3 bulan (kalau belum direvisi undang-undangnya) tinggal di sana, harus punya Bithaqah Wathaniyah (Surat Kependudukan) Maroko, semacam identitas kependudukan seperti KTP. Karena saya tinggal lebih dari 3 bulan jadinya punya. Kawan-kawan saya, di sana beberapa kali mengirimkan suasana nobar dan euphoria Piala Dunia di sana. Apalagi sejak masuk fase knockout 16 besar.

Di Maroko, selain negeri 1000 benteng, juga bolehlah disebut 1000 café, di mana di sepanjang jalan-jalan perkotaannya, bahkan juga di kampung-kampung dan kota kecil, berderet café dan sarana nongkrong. Favorit mereka tentu nonton bola bareng. Bahkan saat saya bertemu Magharibah (orang-orang Maroko), yang ditanya bukan bagaimana Indonesia, kamu di sini ngapain, tapi kamu madridy atau barcawi, dua klub paling diminati oleh orang-orang Maroko. La Liga sangat melekat pada kehidupan mereka. Selain karena Maroko adalah tetangga Spanyol, kedua negara saling mempengaruhi dalam sejarah masing-masing.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Itulah yang menarik untuk diulas, hubungan Maroko dan Spanyol yang saling mempengaruhi dalam kurun waktu berabad-abad. Berikut adalah fakta-fakta menarik tentang hubungan keduanya:

Bangsa Moor (Maroko) pernah menguasai Andalusia di Spanyol

Sejarah pernah diukir oleh Kekhalifahan Islam Bani Umayyah pada saat dipimpin oleh Al-Walid I di mana pasukannya menyebrang Eropa untuk melakukan ekspansi. Kunci utamanya adalah penakhlukan Afrika Utara oleh Hassan bin an-Nu’man al-Ghassani, atas perintar Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada abad akhir abad ke-7 sampai awal abad ke-8. Sebenarnya ekspansi Afrika Utara diawali sejak pemerintahan Umar bin Khattab melalui Amr ibn Ash, namun baru sampai ke Sebagian Tunisia dan Mesir. Diperluas pada masa Umayyah oleh Muawiyah dengan pasukan maritim pertama dalam Islam, dipimpin Jenderal Uqbah bin Nafi’ sampai ke beberapa daerah di Libiya. Barulah tuntas sampai Al-Jazair, Mauritania, dan Maroko di masa Kepemimpinan al-Walid I di bawah Gubernur Musa bin Nushair dan dua jenderal Tharif bin Malik dan Thariq bin Ziyad.

Afrika Utara yang saat itu merupakan tempat bagi bangsa Berber, diislamkan dan diarabkan secara budaya dan ras. Sehingga disebut sebagai negara Musta’rab (terarabkan). Semua negara itu, kecuali Mesir disebut sebagai negeri Maghrib, karena berada di Barat sebagai wilayah pemerintahan Islam. Nama Maghrib itulah yang kemudian menjadi nama resmi Kerajaan Maroko dalam Bahasa Arab, al-Mamlakak al-Maghribiyah.

Penguasaan Kekhalifaan Islam atas Afrika Utara dan memperngaruhi Berber sehingga dapat ikut serta berjuang memperluas wilayah. Satu tujuan mereka selanjutnya yaitu menguasai Eropa. Pada masa Al-Walid I inilah dapat direalisasikan. Tujuan mereka pertama adalah Semenanjung Iberia (sekarang Portugal, Prancis Selatan, Spanyol, Andora dan Gibraltar milik Inggris). Paling dekat adalah wilayah pucuk semenanjungnya di selatan yang berupa pegunungan batu. Panglima Thariq bin Ziyad membawa pasukan menguasai tersebut berangat dari Maroko. Sehingga kemudian pegunungan itu diberi nama Jabal ath-Thariq oleh lidah Eropa disebut Gibraltar.

Thariq membawa suku Moor dan Arab merangsak masuk dan mengalahkan pasukan mengalahkan pasukan Kerajaan Kristen Visigoth yang dipimpin Raja Roderikus di Spanyol. Pertempuran ini disebut dengan Battle of Guadalete karena dilakukan di sekitar sungai Guadalete. Dari sini, Bangsa Moor dan Arab mengusai wilayah Selatan Iberia (Spanyol dan Portugal) dan disebut al-Andalus hingga 8 abad, dari 711 hingga keruntuhannya pada 1492.

Corak-corak keislaman dan Arab Afrika Utara masih banyak dijumpai di situs-situs sejarah di Spanyol. bahkan nama-nama kota atau daerah yang diambil dari Bahasa Arab masih dipakai Spanyol hingga sekarang, seperti Madrid (al-Mājrit “mata air”), Granada (Girnātah “buah delima”) Cadiz (al-Qādis “kota hakim”), Valladolid (Balāt al-Walīd “kota walid”), Guadalajara (Wādī al-Khajāra “lembah batu”) Badajoz, (Bayt al-Jaws “rumah darurat”), Alcalá de Guadaíra (Qalāt al-Jabīr “benteng jabir”), Úbeda (Ubbaydah “hamba Allah”), Torre Alháquime (Burj al-Hākīm “menara kebijaksanaan”, Jaén (Jayyān “persimpangan”), Alcantarilla (Qāntara al-Asqabāh “jembatan terdekat”), Alpujarras (al-Būshārat “negeri rumput”), Cuenca (Madinah Qunqa, “Kota Qunqa”), Alzira (Jazīra Shuqr “pulau anggun”), Alhaurín de la Torre (Madinah al-Hāwrīn “kota iman”), Almazán (Madinah al-Māzān “kota yang terlindungi), Alcalá de los Gazules (Qalāt al-Yāzula “benteng Yazula”, Calatrava la Vieja (Qalāt ar-Rabāh = “benteng Rabah”), dan Ceutah (as-Sabtah “masa sekejap).

  • Maroko dan Spanyol Bersengketa Wilayah

Pernah dengar nama Ulama Abu Abbas as-Sabti? Ya, seorang sufi pengusung madzhab ihsani dari pulau Ceuta sebelum pindah ke Marakesh, Maroko. Ceuta tak bisa dipisahkan dari sejarah Maroko dan Spanyol. Maroko punya kedekatan budaya, sedangkan administrasinya menjadi milik Spanyol. Ceuta menjadi salah satu sengketa wilayah dua negara.

Sejak runtuhnya pemerintahan Arab-Moor Islam di Andalusia, Spanyol dan Portugal terus mengivasi wilayah Maroko. Perang demi perang terjadi antara Maroko dan Spanyol. Sampai pada terjadinya perang Maroko Pertama, atau Perang Tetuan pada 1859-1860. Di mana Spanyol berhasil mengakuisisi daerah Ceuta dan Mellilla di pesisir utara Maroko, dan Sidi Ifni di pesisir barat. Hingga sekarang, Ceuta dan Melilla yang masih menjadi bagian Prancis. Sementara Ifni masuk dalam teritori Maroko.

Ketegangan Maroko-Spanyol soal wilayah terjadi juga pada wilayah Kepulauan Canaria. Namun hal ini susah dibenarnkan karena Canaria jauh dari jangkauan fakta sejarah dengan Maroko. Pada 1904-1905 Prancis mulai menjajah Maroko, Spanyol memanfaatkan momen itu untuk meminta jatah wilayah. Maka pada 1906 Spanyol menawarkan diri menjadi tuan Konferensi Algeciras di Spanyol tahun 1906 yang membuat Maroko semakin terdesak oleh Prancis. Atas dasar itu, pada 1912, Ketika Prancis semakin mencengkram Maroko, Spanyol memanfaatkan Traktat Fez untuk mendapatkan jatah wilayah prektorat, yaitu wilayah di utara, seperti Ceuta dan Melilla, dan wilayah selatan, yaitu Sahara Barat. Kejadian ini membuat etnis Berber di Pegunungan Rif yang dikuasai Spanyol memberontak dan melawan Prancis-Spanyol antara 1920-1926.

Walau akhirnya kolonialisme Prancis dan Spanyol dinyatakan selesai saat keduanya mengakui kemerdekaan Maroko pada 7 April 1956 (kecuali beberapa wilayah kekuasaan Spanyol), ada beberapa hal yang masih mengganjal hubungan diplomatik Maroko dan Spanyol sebagai bentuk pos-kolonialisme. Selain Maroko masih kekeh mengklaim Ceuta dan Melilla, Maroko juga mempertahankan wilayah Sahara Barat sebagai wilayahnya. Sementara Spanyol mendukung gerakan pro kemerdekaan Republik Demokratik Arab Sahrawi (RDAS). RDAS yang digerakkan oleh Fromt Polisario yang diisi oleh Etnis Sahrawi mengklaim bahwa Sahara Barat adalah wilayah yang berdaulat setelah memperoleh kemerdekaan dari Spanyol pada 1975.

Sejak itu, pertempuran terus terjadi sampai 16 tahun, hingga gencatan senjata pada 1991. Maroko menguasai 80 persen wilayah Sahara Barat, sisanya dikuasai oleh RDAS yang didukung tetangga Maroko Al-Jazair dan Libya. Spanyol pada awalnya mentakan mendukung kemerdekaan RDAS, namun mengejutkan pada 18 Maret 2022, Spanyol merubah kebijakan internasionalnya dengan mendukung Sahara Barat menjadi wilayah otonom di bawah bendera Maroko. Ini dilakukan karena Spanyol ingin memperbaiki hubungan bilateral dengan Maroko. Sampai-sampai karena hal ini, Aljazair per Juni 2022 mengehentikan hubungan perdangangan dengan Spanyol.

Hubungan kedua negara telah retak setelah Spanyol mengakui telah menerima pemimpin Front Polisario, Brahim Ghali, di negaranya untuk mendapatkan perawatan intensif setelah terjangkit COVID-19. Tak berselang lama, Maroko dianggap telah melonggarkan perbatasan di Ceuta yang mengakibatkan lebih dari 8.000 imigran, yang mayoritas berasal dari Maroko masuk tanpa izin ke wilayah terluar Spanyol tersebut. Pertanyaannya, kenapa Maroko begitu getol menganeksasi Sahara? Sahara Barat punya potensi besar dalam pengembangan listrik tenaga surya. Maroko punya mimpi besar membangun lima titik Pembangkit Listrik Tenaga Surya, dan pada 2022 ini mereka telah membangun Noor II di wilayah Sahara Barat sebagai yang terbesar di dunia.

Sebelum itu, pada 2002 Maroko juga bersengketa wilayah dengan Spanyol terkait kekuasaan atas pulau kecil tak berpenghuni dan hanya berisi karang seluas 15 hektar di utara Maroko, Pulau Perejil. Sengketa wilayah ini bahkan membuat Maroko-Spanyol nyaris saja reunian perang dunia II secara terbuka. Bahkan melibatkan pasukan militer kedua negara. Namun, AS memediasi sengketa ini, dan Perejil dikembalikan status awalnya sebagai pulau tak berpenghuni dan tetap diperebutkan kedua negara hingga sekarang.

  • Hubungan Maroko dan Spanyol Stabil Meski Bersengketa Wilayah

Walau tembok masa lalu antara kedua negara cukup kelam dan menegangkan, ditambah sengketa wilayah yang masih terjadi sekarang ini, Maroko dan Spanyol masih bersahabat secara bilateral. Bahkan di 2022 setelah krisis Eropa memuncak, Spanyol menormalisasi hubungan setelah panasnya hubungan dengan Maroko.

Namun, secara ekonomi, kedua negara tetap tukar menukar eksport impor barang. Saya saat tinggal di Maroko, beberapa produk Spanyol dijual bebas, yang paling saya suka adalah Coklat Maruja. Lezat sekali, dan murah sekali. Ini cuma contoh saja ya, produk Spanyol banyak dinikmati masyarakat Maroko. Terbaru, pipa gas alam Spanyol yang menghubung sampai Aljazair  melewati wilayah Maroko, yang sempat diputus November tahun lalu karena panasnya hubungan dengan Aljazair, dialirkan ke Maroko. Ini di satu sisi semakin menambah kemesrahan Rapat-Madrid namun membuat cemburu Aljir.

Di ranah industry sepakbola, banyak pemain Maroko yang merumput di La Liga, di antaranya ada Yasinne Bounou, kipper andalan timnas Maroko yang berkain untuk Sevilla sejak 2019. Ada juga Jawad El-Yamid, yang bermain untuk Valladolid sejak 2020. Abde Ezzalzouli, pemain Barcelona yang dipinjamkan untuk klub La Liga, Osasuna. Youssef en-Nasyri yang sejak 2020 bermain untuk Sevilla. Ada pula nama Munir el-Haddadi dan Oussama Idrissi di Sevilla, Yacine Qasmi di Rayo Vallecano dan Abdelkabir Abqar di Deportivo Alaves.

  • Hubungan kebudayaan lewat Bahasa

Bahasa Spanyol merupakan Bahasa Asing kedua yang banyak dituturkan oleh rakyat Maroko, setelah Prancis. Hal itu terutama dituturkan oleh magharibah di wilayah bekas jajahan spanyol seperti di Tetoun, Tanger, Alhusaima di utara, dan wilayah sengketa Sahara Barat di Selatan. Bahasa Spanyol juga mempengaruhi Bahasa Arab Maroko, Darijah. Orang yang memahami Bahasa Arab Fushah (formal) tidak serta merta memahami Bahasa vernacular Maroko ini. Saya saja perlu lama memahaminya, bahkan sampai Kembali ke tanah air, tidak paham-paham juga, karena memang ada unsur Bahasa non Arab yang mempengaruhinya.

Itulah betapa rumitnya hubungan antara Maroko dan Spanyol. Untuk itu, saya begitu tertarik membahasnya dalam tulisan, karena memang pertandingan keduanya di lapangan sepakbola membuat saya mengingat memori-memori saat tinggal di Maroko. Dan tentu saya bersyukur, negara kedua saya itu menang dramatis 3:0 dalam adu pinalti. Dima Maroc, Mazyan Asad al-Athlas.

*Dosen Universitas Hasyim Asy’ari Jombang.