Sumber gambar : @sabdawaktu

Oleh: Rara Zarary *

“kau tenang saja, tidak akan ada sakit setelah ini,” orang-orang sibuk berbisik dari telinga kiri ke kanan, kanan ke kiri.

Pernyataan yang dibantah mentah-mentah oleh pikiranku, berontak dadaku, hilang dalam angan panjangku.

Mana mungkin, seseorang yang ditinggal pergi tak merasakan sakit? Sedang ia punya kasih dan sayang. Kupastikan ia pernah saling bersama dan menikmati jalan berduaan.

Hingga malam-malam sunyi mengajarkan aku tentang ruang tanpa bunyi. Tanpa seikat puisi. Tanpa seseorang datang untuk pergi. Tanpa apa dan siapapun. Hanya aku dan kebingunganku atas duka yang berkali-kali bergantian antri pada posisi paling dalam di hati. Sebab kehilangan. Sebab ditinggal orang-orang yang pernah menjadi bagian.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Hingga doa-doa malam dingin menyadarkan atas satu pikir yang tak pernah menjadi ingin. Tentang pisah adalah cara tuhan mengajarkan aku pasrah. Tabah. Dan tentu menyadari bahwa segala yang pernah ada dan menjadi bagian adalah sebatas pemanasan kehidupan yang akan terus menemukan pergantian.

Benar.

Ada yang pergi.

Ada yang hadir lagi.

Seterusnya.

Hingga kita sendiri lelah menghitung kehadiran, tak sanggup mencatat kepergian. Hanya membiarkan diri, menikmati waktu ke waktu sebuah dimensi.

*Alumni Pondok Pesantren Annuqayah, Sumenep Madura.