Tebuireng.online- Mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya mengadakan study banding ke Pesantren Tebuireng pada Jumat-Sabtu (15-16/11/2024) yang diikuti 30 mahasiswa dan 3 pendamping. Pada hari Jumat, kunjungan dilaksanakan di Pesantren Sains Tebuireng sedangkan hari Sabtu di Pesantren Tebuireng pusat dengan forum materi dan diskusi yang dilaksanakan di kampus Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. KH. Dr. A. Roziqi, Lc., M.H.I., Mudir Ma’had Aly Tebuireng memberikan materi tentang keislaman.
Ia menceritakan bagaimana potret Islam yang ramah tidak mudah marah, Islam yang terbuka dan tidak memaksa orang lain untuk masuk Islam, dan Islam pun hidup berdampingan dengan orang non muslim tanpa pertikaian.
Di samping itu, ia juga menjelaskan bahwa Rasulullah tidak pernah melakukan diskriminasi ras. “Rasulullah punya sahabat, namanya Bilal, dia berkulit hitam. Semua orang mendiskriminasikan ras, tapi di tangan Nabi Muhammad tidak pernah mendiskriminasi. Maka Gus Dur sebagai panutan, mencerminkan potret Rasulullah dengan tidak mendiskriminasi. Teman Gus Dur banyak dari tokoh agama lain,” ucapnya.
Ia juga menambahkan bahwa pada peringatan haul Gus Dur banyak tamu yang datang bahkan dari berbagai agama. Sampai orang Konghucu datang membawa barongsai ke makam. “Perlu digarisbawahi, Islam itu ramah tidak mudah marah, meski dengan non muslim,” jelasnya.
Menurutnya, Islam bisa berdiskusi dengan siapa saja. Bahkan ada riwayat, ada suku dari najran, itu nasrani, lalu ingin ketemu dengan Nabi Muhamamd. Mereka menyatakan, ‘wahai Muhammad, sekarang ini waktunya kami beribadah, jadi kami ingin beribadah dalam masjid.’ Tapi, apa kata Rasulullah? ‘Biarkan’. Maka bagaimana Islam banyak peperangan jika Islam sedamai ini. Sekarang ini, banyak peperangan bukan dari Islam, Rusia dan Ukraina misalnya. Palestina sebagai negara mayoritas Islam malah menjadi korban. Semua agama mengajarkan kebaikan. Kami hanya mempertahankan diri.
“Jika kita lihat potret nabi, sahabat, dan ulama dulu yang berdakwah tanpa memaksa, tapi kenapa sekarang banyak orang Islam yang memaksa masuk Islam? Mungkin salah berguru. Dan kira-kira tidak hanya di Islam tapi juga di agama lain. Sehingga itu bukan salah satu atau dua agama, tapi tugas kita untuk beragama sesuai aturan agama yang ada. Sehingga tugas kita bersama adalah mengajarkan kebaikan, saya yakin semua agama memiliki titik kesamaan, yaitu memanusiakan manusia,” imbuhnya.
Ia menegaskan bahwa Indonesia akan menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi. InsyaAllah kita akan menjadi negara percontohan. Negara kerukunan yang mulai dilirik negara lain. Karena beragama tanpa memaksa dan bernegara dengan mengedepankan prinsip agama masing-masing yang baik.
“Mahasiswa kampus Ciputra menginap di sini sehari, dua hari saja. Dulu malah calon pastur 40 hari menginap di sini. Sehingga kenapa Tebuireng terbuka, karena memiliki founding father yang sangat terbuka,” pungkasnya.
Setelah materi tentang keislaman, dilanjutkan sesi tanya jawab. Ada sejumlah mahasiswa Ciputra yang mengajukan pertanyaan. Salah satunya pertanyaan bolehkah pacaran dalam Islam?
“Kalau mencintai seseorang itu fitrah, itu tidak bisa dilarang. Tapi merealisasikan itu yang menjadi muncul aturan. Dengan wujud saling mendoakan yang baik, mendoakan lawan jenis boleh. Tapi kalau berduaan itu yang tidak boleh,” jawab Kiai Roziqi.
Selain itu, ada pertanyaan lain yaitu menghafal 30 juz itu maksudnya bagaimana? Apakah semua pesantren mengharuskan itu?
“Menghafal 30 juz, tidak semua santri pesantren menghafal al-Quran. Menghafal 30 juz al-Quran itu berarti menghafal seluruh isi kitab suci al-Quran. Sedangkan setiap satu juz itu 20 lembar, jika ditotal 30 juz dikali 20 halaman, maka menghafal 600 halaman. Banyak orang muslim yang hafal. Maksud hafal 30 juz itu menghafal kitab suci al-Quran. Banyak, orang buta pun bisa menghafal. Bahkan di literatur kita banyak juga yang menghafal hadis sekian ratus ribu hafal. Hadis itu ucapan dan perbuatan nabi muhammad. Kalau di Ma’had Aly sendiri hanya mengharuskan menghafal 6 juz saja dan 300 hadis,” jelasnya.
Selanjutnya, pertanyaan lain, apa perbedaan NU dan Muhammadiyah?
“Titik temunya sama-sama orang Islam, sama-sama orang Indonesia dan memiliki guru yang sama. Dan kalau melihat data, cara beragamanya sama. Terus kenapa bisa beda? NU dan Muhammadiyah dalam disiplin ilmu fikih berbeda. NU dan Muhammadiyah merupakan ormas terbesar di Indonesia yang berhasil mendidik pengikutnya menjaga untuk kedamaian. Yang perlu kita sadari bersama dua ormas ini memiliki jasa besar bagi negara,” pungkasnya.
Terakhir, ada materi ketebuirengan yang disampaikan oleh H. Lukman Hakim, Mudir Bidang Pembinaan Pondok Pesantren Tebuireng. Acara berakhir pukul 15.00 WIB.
Pewarta: Aulia