Muhammad Iqbal Syamsul Rijal al-Mutawakkil atau yang akrab disapa Iqbal telah berhasil mengharumkan nama Indonesia dengan meraih juara 3 Kaligrafi Klasik di Singapura Se-Asia Tenggara yang diadakan oleh Lembaga Kebudayaan Islam dan Seni Internasional atau yang disebut IRCICA (International Research Centre for Islamic History, Art, and Culture ) yang berada di Turki sebagai pusat kaligrafi di dunia yang bekerja sama dengan Bustan yang berada di Singapura. Mahasiswa semester satu jurusan KPI Universitas Hasyim Asy’ari ini lahir di Tasikmalaya 11 Maret 1996. Saat ini dia berdomisili di Denanyar, Jombang. Berikut sekilas wawancara bersama sang jawara kaligrafi kita.
Bagaimana awal mula Iqbal bisa mengikuti lombakaligrafi klasik tingkat Internasional yang digelar oleh IRCICA Turki?
Jadi sebenarnya rata-rata kompetisi klasik sistemnya dikirim, bukan langsung dilombakan di tempat karna jauh-jauh hari sudah melakukan persiapan dan penggarapan lomba bisa jadi sebelum enam bulan sebelum pengumuman sudah di-share. Jadi sistem latihan dan penggarapan dikerjakan di daerah masing-masing, dan tempat latihan saya sendiri di sakal atau sekolah kaligrafi al-Qur’an di Jombang, tepatnya di wilayah Denanyar. Jadi kami persiapan lomba ini juga di bawah bimbingan para guru. Dan hasil karya teman-teman SAKAL dikirimkan secara serentak yang hampir semua yang memiliki ijazah mengikuti kompetisi tersebut. Jadi bahkan semua guru-guru di SAKAL pun mengikuti lomba.
Untuk Iqbal sendiri sejak kapan bergabung dengan komunitas SAKAL?
Sebenarnya saya terhitung murid baru, saya bergabung di SAKAL dulu di tahun 2015 saat saya pertama kali di Jombang. Itu awal saya pertama kali bersentuhan dengan kaligrafi klasik. Hanya seminggu di SAKAL. Motivasi pertama sebenarnya saya hanya ingin bertemu dengan Syaikh Belaid Hamidi dari Maroko yang sebelumnya memang saya kenal yang kemarin jadi juri di event IRCICA sekaligus pendiri Manhaj Hamidi atau istilahnya Madzhab Kaligrafi di kaligrafi klasik. Sedangkan SAKAL sendiri berdiri tahun 2008 yang diprakarsai oleh Ustadz ‘Athoillah dan Ustadz Rosikhin serta Ustadz Sumarsono dan pada waktu belum memakai sistem klasik, akan tetapi masih memakai sistem yang masih di anut oleh Indonesia, yaitu Kaligrafi kontemporer, Mushaf, Naskahdan sebagainya. Baru memakai manhaj Hamidi di tahun 2012.
Mengapa ada perubahan sistem, seberapa pentingnya sistem Kaligrafi Klasik sebenarnya?
Memang dari pendiri SAKAL sendiri pencariandalam bidang kaligrafi membuat kurikulum di sekolah terus dikembangkan tiap tahun, terus dicari hal-hal baru, atau barangkali kaligrafi yang sebenarnya atau yang murni seperti apa dan bagaimana, dan ternyata itu adalah Kaligrafi klasik, dan salah satunya ditemukan manhaj Hamidi. Dan alhamdulillah sejak tahun 2012 SAKAL telah meraih kejuaraan nasional maupun Internasional. Yang tadinya lomba kaligrafi di Indonesia hanya diam-diam ternyata mulai menggemparkan. Hingga sekarang alhamdulillah selalu lahir juara-juara dari SAKAL di tiap tahunnya. Termasuk salah satu guru saya.
Untuk persiapan lomba ini dilakukan sejakkapan?
Hampir tiga bulanan. Sedangkan untuk pengumpulan pada Oktober akhir dan pengumuman juara dilaksanakn pada Novembertanggal 17 kemarin.
Kendala apa saja yang dihadapi selama persiapan lomba?
Wah, jelas ini perjuangan sekali. Sebab kualitas kaidah huruf benar-benar harus bersaing. Sedangkan mereka yang sudah lulus dan memiliki ijazah atau sanad bahkan yang lebih lama dan lebih cakap dari saya baik dari segi kualitas, pengetahuan dan latihan lebih unggul dari saya mengikuti kompetisi ini dan itu dari berbagai negara di Asia Tenggara.
Untuk kompetisi seni islami seperti ini, apakahada apresiasi dari pemerintah?
Di Indonesia sendiri belum ada. Khususnya cabang kaligrafi klasik. Hanya mungkin dari cabang kaligrafi kontemporer saja.Padahal hal seperti ini penting. Tidak hanya dari kaligrafi, mungkin seni islami yang lain memang kurang diapresiasi dan diperhatikan oleh pemerintah. Berbeda dengan cabang olahraga yang diviralkan. Tapi itu bukan masalah, yang terpenting kita terus berjuang untuk memviralkan Indonesia dengan lembaga dan karya kita.
Apa harapan Iqbal kedepannya?
Kebetulan kita mulai merintis komunitas kaligrafi UNHASY yang bekerjasama dengan kelas kreatif bahasa arab yang dinaungi LPBA Unhasy, ya tentunya dengan menggunakan metode klasik ini diharapkan teman-teman yang mau belajar kaligrafi di Unhasy tidak hanya percaya bahwa saya sebagai guru akan tetapi teman belajar yang bisa memberikan optimisme dan inspirasi sehingga teman-teman bisa terpacu untuk terus meningkatkan kualitas dan karya mereka. Karna seringkali ada keraguan jika berkaitan dengan kaligrafi klasik dengan metodenya yang rumit, serta kelulusan yang susah. Takutnya dalam waktu yang lama belum bisa menghasilkan apa-apa untuk Mahasiswa Unhasy khususnya, mari kita budayakan seni Islam, karna seni yang paling pas untuk kita umat Islam. Dan salah satunya adalah kaligrafi, yang mana memberikan kontribusi penting dari dunia Islam sejak dulu.
Pewarta : Luluatul Mabruroh
Publisher: MSA