Habib Husein Ja’far Hadar, memberikan materi dalam workshop pencegahan paham radikal terorisme, yang diadakan BNPT di Pesantren Tebuireng, Rabu (15/6/2022).

Tebuireng.online– Pendakwah dan Penulis Indonesia, Habib Husein Ja’far al-Hadar atau akrab dipanggil Habib Husein, menjadi sosok idola baru dikalangan anak muda saat ini. Dai muda kelahiran Bondowoso itu masif mewarnai media sosial hingga stasiun televisi dengan dakwah khasnya yang ringan, solutif, dan tidak terkesan menggurui.

Selain humoris, Habib Husein cukup ahli dalam menyampaikan dakwah kepada kaum muda, hal ini dilihat dari antusias followersnya. Selain humoris, dakwah yang disampaikan selalu tepat sasaran, terutama soal kehidupan anak muda.

Tidak hanya soal isi ceramah, penampilannya pun sangat akrab dengan anak muda. Penampilannya bersahaja, ia memakai baju batik hijau toska dengan celana jins, sepatu sport, dan kopiah putih yang ditarik sedikit kebelakang sehingga tampak sedikit rambutnya. Jika formal, beliau akan mengenakan baju koko atau jubah dan tetap dengan kopiah yang sedikit ditarik ke belakang seperti sudah menjadi ciri khas dari Habib Husein.

Habib Husein saat menjelaskan dakwah di media sosial.

Dalam penyampaian materinya di acara workshop Pesantren Tebuireng, Magister Tafsir Quran itu mengungkapkan banyak hal dan banyak ilmu yang bermanfaat yang pantas diamalkan. Beliau merupakan seorang penulis yang aktif dan produktif , dan selama 16 tahun beliau menulis di media cetak majalah dan koran, kemudian beliau menamai platform Youtube-nya dengan nama Jeda Nulis, saat itu sebenarnya beliau sudah nulis karena ada jeda di samping jeda itu beliau masih tetep nulis di koran tapi lebih utamanya ke youtube.

“Ciri dakwah digital itu sistematis. Makanya saya menulis untuk menyistematiskan dakwah saya. Juga untuk memastikan bahwa saya menyampaikan sesuai dengan kapasitas,” ungkapnya, Rabu (15/6/2022) di aula Yusuf Hasyim Tebuireng.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurutnya, itulah beda dari dakwah digital dan konvensional. Dan jamaah digital itu sangat banyak. Data mengatakan 69% pendengar Youtube itu bukan non-santri. 2019 Youtube menjadi urutan ke-empat sebagai tempat mencari pengetahuan agama Islam. Tema populer di media sosial adalah fikih, kemudian muamalah, sejarah.

“Dan saat ini yang dibutuhkan itu gelombang sufi di media sosial. Selain itu, 2 dari 10 pemuda Indonesia itu punya masalah dengan mental health. Dan di kalangan pemuda itu banyak mengalami logical false (logika kacau),” terangnya.

Maka dari itu, ajaknya, kita sebagai santri harus menyadari bahwa yang akan melihat visual kita bukan hanya santri. Sebagai pendakwah digital ada beberapa bekal yang harus kita siapkan, 1. Kepopuleran, 2. Good Looking, 3. Pembacaan media sosial.

“Konten yang buruk akan membuat kita bekerja untuk konten. Tapi, kalau konten bagus maka konten yang akan bekerja untuk kita,” imbuhnya.

Konten yang bagus memenuhi beberapa hal, pertama viral/momentum. Apa yang viral ketika ditanggapai dengan perspektif agama Islam, itu sangat menarik. Kedua, menarik, menyajikan konten yang berbeda. Ketiga, kredibel. Apa yang paling kita kuasai dan datanya kita miliki paling banyak. Keempat, dekat. Kelima, singkat. Keenam, related.

“Sudut pandang yang kita bangun juga harus membawa emosional, provokatif-positif, tak menggurui (to show not the tell), merangkul, slow, moderat, kontekstual,” tandasnya.

Pewarta: Wan Nurlaila