Oknum penonton yang menyawer qori Nadia Hawasyi saat membaca ayat suci al-Quran.

Oleh: Yuniar Indra & Faizal Amin*

Jagat maya diramaikan dengan tindakan seorang oknum penonton kepada qoriah Nadia Hawasyi. Dirinya terlihat disawer saat melantunkan ayat suci di sebuah acara Maulid Nabi, Pandeglang Banten. Aksi tersebut dilakukan oleh dua orang pria. Saat Nadia mengaji, mereka naik ke panggung seraya mengelurkan uang dari sakunya dan menyawerkannya. Kedua pria penyawer itu tampak melempar-lemparkan uang di depan sang qoriah. Tak hanya dilempar-lemparkan, bahkan satu pria menyawer qoriah tersebut dengan cara menyelipkan uang di kerudung Nadia. Meski begitu, qoriah tetap melanjutkan pembacaan al-Quran.

Biasanya, sawer-menyawer dapat ditemui pada gelaran panggung dangdut. Ketika para biduan berjoget dan menyanyi, di situlah para penonton naik ke atas panggung dan joget bersama, sambil menghamburkan uangnya. Beberapa yang pernah teramati, penyawer memberikan uang lima puluh ribuan sampai seratusan kepada para biduan. Dan jumlahnya pun mulai dari 500 ribu sampai jutaan rupiah. Dengan bertujuan sebagai bentuk perebutan kuasa panggung oleh para penyawer. (M. Ali Sopyan, 2010)

Sebenarnya, sawer tidak tiba-tiba muncul dalam gelaran musik dangdut. Tetapi sawer pada dangdut adalah konversi dari pola yang sudah ada sebelumnya. Kebiasaan sawer itu berlangsung pada kesenian rakyat yang hidup dan tumbuh bersama masyarakat, seperti Sintren, Tandha’, Jarang Bodhag, Bajidor, Lengger, Ledek, Jaipong, dan Ronggeng.

Melihat berbagai tipe kesenian itu, tampak bahwa pola sawer tersebar tidak hanya dilakukan di satu lokasi, melainkan merata di Pulau Jawa–mulai dari Banten dan Betawi hingga Pulau Madura. Singkat kata, sawer menjadi kelaziman pada kesenian yang beroperasi di tingkat lokal dengan menggunakan seni pertunjukan tradisional yang bermuara pada rakyat. (Michael H. B. Raditya, 2022)

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Bentuk sawer sendiri berarti memberi hadiah. Hadiah dalam dunia keislaman diperbolehkan. Hadiah dalam literatur klasik Islam digolongkan sebagai hibah. Hibah mencakup dua, pertama sodaqoh, kedua hadiah. Sekilas dapat diartikan bahwa hadiah adalah pemberian harta kepada seseorang, sebagai bentuk penghargaan. Lazimnya terjadi pada sesama kelas ekonomi. Sementara sodaqoh dilakukan oleh kalangan atas, terhadap orang yang ada di bawahnya. Dalam pandangan ini, lebih tepatnya sawer merupakan hadiah, bukan sodaqoh.

Lalu, bagaimana perihal kejadian viral yang ditunjukkan pada paragraf awal?

Saweran qari’/pelantun Quran pernah terjadi di negara Pakistan pada tahun 2017. Saat itu seorang qari’ berasal dari Indonesia diundang ke sana. Di tengah-tengah kemerduan qiroahnya, para penonton menaburkan sejumlah uang di atas kepalanya[1]. Sepertinya, kebiasaan ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat Pakistan. Maklum saja di sana kan tidak ada dangdut. Bagi mereka keindahan suara qari’ adalah kenikmatan yang besar.

Jika berkaca pada al-Quran, proses pemberian hadiah dengan bentuk saweran kurang patut dilakukan. Al-Quran mengingatkan bahwa ketika ayat-ayatnya dibaca, maka dengarkan dan renungkan.

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Al-Quran maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf : 204)

Tidak Mencermati al-Quran Sama Seperti Abu Jahal

Jika saweran yang dilakukan oleh mereka yang baru-baru ini trending atau yang jadi kebiasaan masyarakat Pakistan itu dapat menimbulkan pengalihan penonton terhadap makna al-Quran, maka mereka meneruskan perbuatan Abu Jahal kepada Rasul dulu. Ketika di Makkah, Rasulullah pernah melantunkan al-Quran dengan suara jelas, akan tetapi Abu Jahal menderu kepada masyarakat sekitarnya agar tidak mendengar bacaan Nabi. Supaya tidak timbul keimanan kepada Islam. Peristiwa ini diabadikan dalam al-Quran surah Fussilat: 26,

وَقالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ

Dan orang-orang yang kafir berkata, “Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al-Qur`ān ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya agar kamu dapat mengalahkan (mereka)

Imam An-Nawawi berkata dalam kitabnya, At-Tibyan Fii Adabi Hamalatil Quran, “Di antara penghormatan terhadap Al-Quran, yaitu menghindari tertawa, bersorak-sorai, dan berbincang-bincang ketika Al-Quran dibaca, kecuali perkataan yang sangat mendesak”

Maka dari itu ada beberapa adzab yang harus kita lakukan ketika mendengar al-Quran ialah, pertama, diam dan memperhatikan bacaan Al-Quran (meskipun tidak faham). Kedua, memahami makna-makna ayat yang didengarkan (jika mampu memahami). Ketiga, merasakan pengaruh dari ayat-ayat yang berisi tentang peringatan dan teguran. Keempat, bergembira ketika mendengar ayat-ayat tentang kasih sayang Allah SWT.

Lebih Baik Sawer Qari’ daripada Sawer Dangdut

Jika maksud dari penyawer qari’ itu adalah untuk menunjukkan bahwa sawer qari’ lebih baik daripada sawer dangdut, maka hal itu patut diapresiasi. Artinya, sang penyawer memberi pengertian kepada khalayak bahwa qari’ lebih patut disawer ketimbang pedangdut. Hal ini hanya sebatas pengapresiasi, jika memang penyawer memiliki tujuan seperti itu.

Namun, banyak cara yang lebih sopan ketika seseorang ingin memberi penghargaan kepada qari’, daripada dengan mempertontonkan sawerannya. Mungkin dengan memberi hadiah ketika sudah selesai bacaan Al-Qurannya.

Akhir kata, tak ada yang lebih baik antara sawer dangdut dan sawer qari’. Jika ingin menghadiahkan harta benda, masih banyak sosok yang layak dihadiahi; orang tua, teman, istri, guru, masyarakat miskin, dan anak yatim. Mereka lebih berhak mendapatkan hadiah (saweran) ketimbang qari’ dan pedangdut. Tentu dengan cara pemberian hadiah yang baik.


[1] Bangkapos, https://www.google.com/amp/s/bangka.tribunnews.com/amp/2017/12/02/jadi-viral-qori-asal-indonesia-disawer-saat-membaca-ayat-suci-alquran-di-pakistan-ini-videonya


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari