Pesantren Tebuireng bekerja sama dengan LPDP (Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan) lembaga milik negara yang bergerak dibawah naungan Kementrian Keuangan menawarkan beasiswa program doktoral baik didalam maupun diluar negeri.

Dalam seminar Internasional yang bertajuk “Pengembangan Pendidikan Islam”  Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Dr(HC). Ir. KH. Salahuddin Wahid memberikan sambutannya. Ketua YLPI (Yayasan Lembaga Pendidikan Islam) Al-Hikmah Dr. Ir. H. Abdul Qadir Baraja beserta beberapa rombongan guru dan staf pengajar lainya, dan  Dr. Ali Unsal dari Lembaga Pendidikan Agama Islam Passiad, Turki ikut dalam acara tersebut.

Seminar tersebut dihadiri oleh segenap elemen dari lembaga pendidikan Pesantren Tebuireng mulai dari tingkatan SMP-SMA Wahid Hasyim, MTs-MA Salafiyah Syafi’iyah, hingga Ma’had Aly Hasyim Asy’ari serta Universitas Hasyim Asy’ari. Acara diselenggarakan di gedung Yusuf Hasyim lt.3 dipenuhi sesak oleh para hadirin yang sangat antusias menyambut seminar Internasional ini.

Dalam pembukaanya  Ir. H. Abdul Qadir Baraja memaparkan mengenai falsafah seorang guru, “Guru adalah Pejuang” dalam penjelasannya, beliau mengatakan bahwa guru bukanlah sebuah profesi yang semata-mata ladang mencari nafkah. Lebih dari itu bahwa guru adalah wujud kita untuk berjuang, berjuang meningkatkan kualitas pendidikan Islam di Indonesia. Jadi guru ini harus dijadikan sebagai pejuang, layaknya pejuang kemerdekaan yang rela bekerja mati-matian tanpa mengenal pamrih. Pungkas Ir. H. Abdul Qadir Baraja disusul riuh tepuk tangan dari para hadirin.

Menurut Ir. H. Abdul Qadir Baraja  konsep pendidikan yang semestinya diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia adalah metode pengajaran yang memfokuskan pada pendidikan Akhlak atau Budi Pekerti, karena di Indonesia pelajaran Aqidah Akhlak sudah tidak dijadikan sebagai pelajaran wajib. Padahal pelajaran Aqidah Akhlak penting untuk membekali para peserta didik. Terlebih, kondisi saat ini, dimana keadaan pemuda dan pemudi bahkan seluruh lapisan masyarakat di Indonesia sedang mengalami krisis Moral.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Selanjutnya adalah kompetensi, dalam bidang ini peserta didik diwajibkan membaca sebuah teks berita lalu dikumpulkan dan peserta didik diberi kertas kosong guna menulis kembali secara persis berita yang telah dibaca. Hal ini dilakukan terus-menerus sampai peserta didik mampu menulis secara persis berita tersebut, baru boleh naik kelas. Disamping itu peserta didik ini diminta untuk memperesentasikan hasil tulisannya didepan teman-temanya dan para guru. Hal ini harus terus dilakukan guna mengasah keterampilan, sebab kata beliau, “hal yang semacam ini bukanlah ilmu tapi keterampilan.”

Selain itu,  peserta didik wajib mengolah ketrampilannya dalam bidang menulis. Mulai dari apa yang telah disampaikan oleh guru secara lisan. Lalu diuji sedemikian rupa, sehingga cakap dalam menulis layaknya seorang wartawan. Ketrampilan  menulis dan berbicara membutuhkan keseimbangan. Hal yang semacam ini akan meningkatkan kemampuan seseorang dalam kecakapan dan keterampilan secara bilingual. Dan proses ini cukup ditempuh selama 6 tahun. Setelah itu saya yakin Indonesia bisa menjadi negara yang Maju.

Observasi adalah tahapan ketiga yang menurut Dr. Ir. H. Abdul Qadir Baraja yang perlu diterapkan di dalam pendidikan Indonesia. Mengapa ? karena dengan observasi atau melihat keadaan dapat meningkatkan kepekaan seorang pelajar terhadap lingkunganya. Selain itu observasi ini tidak hanya sekedar menyaksikan atau melihat tapi peserta didik ini diwajibkan untuk menulis apa yang dia lihat. Dalam bahasa lain adalah melampirkan sebuah laporan atas observasinya.

Beliau menutup orasinya bahwa metode pendidikan Islam diatas bisa terjadi secara serempak jika ada networking antara sekolah formal dengan non formal. Karena fakta membuktikan bahwa antara sekolah formal dengan sekolah non formal  menjadi musuh yang saling bersaing dan menjatuhkan tidak berkompetisi secara sehat.

Adapaun DR.Ali Unsall ikut memberikan orasi. Dengan dialek bahasa Turki, beliau bertanya kepada Audience, apa Itu Ilmu ? lantas beliau menjawab “semua ilmu pengetahuan yang mendekatkan kita pada Alloh adalah ilmu. Siapakah Ulama’ itu ? Ulama’ adalah orang yang mengamalkan dalam perilakunya sesuai dengan ilmunya. Pertanyaan terakhir yang beliau ucapkan adalah, apa tujuan ilmu ? tujuan ilmu adalah ma’rifat Billah.” Dalam Hadis Rasul bersabda “Barang siapa yang memiliki Ilmu lantas bertambah ilmunya tapi tidak meningkat ketaqwaanya pada Allah, maka hakikatnya dia adalah orang yang jauh dari Allah”.

Menurutnya, peran penting pendidikan adalah untuk menghilangkan tiga hal : kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan. Beliau juga mengutip beberapa kata dari Ulama’ besar di Turki, “Barang siapa yang tidak bisa mengarahkan generasinya pada pendidikan maka ibarat seperti kerumunan orang yang tidak memiliki tujuan”. Sehingga mereka hanya menyusahkan pemerintah bukan malah membantunya.

Ilmu pendidikan itu adalah tentang agama Islam dan pengetahuan umum. Ibarat sepasang sayap, sayap kanan adalah ilmu agama dan sayap kiri adalah ilmu pengetahuan umum. Jika salah satu tidak dimiliki oleh seorang murid maka dia tidak bisa terbang. Sebaliknya dua sayap itu harus dimiliki oleh para murid untuk bisa membuat dirinya terbang tinggi ke angkasa.

Misalkan saja jika hanya dibekali oleh ilmu umum maka mereka akan menjadi seperti Fir’aun, yang menganggap dirinya adalah Alloh, berlaku kejam dan bertindak semena-mena. Hal ini karena tidak ada ilmu agama yang mengisi hatinya sehingga hatinya kosong dan jauh dari hidayah Alloh. Begitu pula sebaliknya jika hanya dibekali ilmu agama, maka peran seorang murid hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat agama, sehingga peranya dalm kehidupan diluar bidang agama menjadi sangat kurang, padahal kebutuhan yang bersifat non-agama sangat sering dibutuhkan oleh masyarakat umum. Seperti dalam bidang Sains, Psikologi, Fisika, Geografi dan lain sebagainya.

Pada hakikatnya contoh yang paling ideal dalam ranah pendidikan adalah Rasulullah Muhammad. Dalam sejarah metode pendidikan Rasul ada beberapa hal yang diterapkan oleh Beliau. Pertama, Rasul paham benar siapa lawan bicaranya. Kedua, Rasul sangat memperhatikan anak didiknya. Ketiga, menghormati pertanyaan yang disampaikan oleh anak didiknya. Namun yang paling penting dalam pendidikan ala Rasulullah adalah penerapan sikap Akhlakul Karimah yang luar biasa. Misal Akhalkul Karimah yang dilakukan Rasul adalah sholat Tahajjud, Rasul tak pernah memerintah kebaikan kecuali setelah beliau melakukanya. Bahkan dalam peperangan pun Rasul tidak hanya memerintah para sahabatnya untuk perang saja lantas Beliau tidur atau berleha-leha didalam rumahnya. Melainkan beliau malah berada pada barisan paling depan. Dalam hal kepemimpinan dan sistem pendidikan tidak hanya ucapan dan motivasi yang dibutuhkan tapi lebih kedalam action seorang pemimpin itu sendiri. Dan itu sangat penting, pungkas DR. Ali Unsall disusul gemuruh tepuk tangan para peserta seminar.

Pemaparan seminar Internasional ini ditutup oleh pengulasan kembali oleh Gus Solah tentang historis pendidikan di Indonesia. Pendidikan islam pertama di Indonesia adalah dimulai di sebuah daerah terpencil di daratan Sumatera Utara. Berkembang perlahan lalu datang metode pendidikan yang kita kenal sekarang ini. Pendidikan yang sekarang ada di Indonesia adalah warisan Belanda yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1840 dengan peserta didik yang sangat terbatas dan berasal dari golongan-golongan tertentu saja yang bisa masuk kedalam sekolah tersebut. Selain itu alasan Belanda mau mendirikan sekolah adalah bahwa dengan sekolah ini dirasa sebagai jalan terbaik untuk menghancurkan Islam di Indonesia dan mengurangi peran besar pesantren yang saat itu begitu dominan dalam menentang penjajahan. Dan setelah proklamasi dikumandangkan sekolah Belanda ini mulai dimasuki oleh banyak kalangan termasuk dari kalangan pesantren dan berjalan dengan baik sampai saat ini.

Adapun problem pendidikan sekarang dipegang oleh 2 lembaga, lembaga pendidikan nasional dan kementrian Agama. Sebagian orang mengangap ini adalah dualisme kepemimpinan yang mesti disatukan. Tapi hal itu sepertinya membutuhkan waktu yang lama, ucap Gus Solah dalam pidatonya. Dalam akhir pidatonya Gus Sholah mengutip ucapan kakeknya, Hadrotus Syekh Hasyim Asy’ari : “santri yang baik adalah santri yang bisa menerapkan ilmunya dalam kehidupanya”.

Pada intinya semua pemaparan tiga pemateri dalam seminar Internasional “Pengembangan Pendidikan Islam” adalah memberikan solusi berupa metode-metode untuk nantinya bisa diterapkan secara serempak oleh sekolah Islam di Indonesia dalam rangka mengembalikan kembali kejayaan Islam pada awal-awal pemerintahan Rasul Muhammad dan para sahabat-sahabatnya serta para tabi’in yang berjuang sepenuh jiwa untuk menjaga kehidupan serta warisan Ilmu dari sang Utusan Allah,  Sayyidina Muhammad. (SEP/tbi.org)