tebuireng.online– Romobongan Yayasan Buddha Tsu Chi Indonesia mengunjungi Pesantren Tebuireng tadi pagi (16/09). Rombongan langsung disambut oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng, Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid di ruang pertemuan Gedung KH. M. Yusuf Hasyim Lt.2, dengan mengadakan ramah tamah dan sharing prihal yayasan yang berasal dari Taiwan tersebut.

Acara ini difasilitatori oleh Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT) yang merupakan garda depan Pesantren Tebuireng di bidang sosial.  Rombongan terdiri dari sekitar 10 orang, diantaranya adalah Bapak Edi, Ibu VIvian, Bapak Suryadi, Bapak Purwanto, dan beberapa yang lainnya.

Presentator Buddha Tsu Chi, Suryadi mengatakan  bahwa yayasan ini didirikan seorang Bhiksuni bernama Master Shih Cheng Yen di Hualien, Taiwan. Bhiksuni ini menempa diri di Wihara Pu Ming, Hualien. Disitu beserta para muridnya, ia bercocok tanam dan mengelola industri rumah tangga, bertekad mandiri dan tidak menerima sumbangan.

Masten Chen Yen, lanjutnya bercerita, besama 30 ibu-ibu rumah tangga yang juga adalah pengikutnya menggalakkan celengan bambu. Mereka setiap hari menghemat 50 sen uang belanja dan memasukkan ke dalam celengan itu. Setiap bulan bisa berkumpul NT$ 1,170 untuk membantu kaum fakir miskin. Baru pada tanggal 24 bulan 3 penanggalan lunar tahun 1966, yayasan kemanusiaan Buddha Tsu Chi didirikan secara resmi. Sekarang sudah berdiri cabang di 50 negara, dan memiliki donatur 6,5 juta orang. Di Indonesia sudah mencapai 500 ribu orang donatur.

Budha Tsu Chi memiliki delapan misi diantaranya adalah misi amal, misi kesehatan, misi pendidikan, misi budaya humanis, bantuan donor sumsum tulang, bantuan internasional, pelestarian lingkungan, dan relawan komunitas. Jargon yang didengungkan adalah “Memberi dengan Cinta Kasih”. Walaupun didirikan dan dikembangkan oleh etnis Tionghoa dan umat Buddha, Tsu Chi tidak membatasi diri. Relawan, donatur, dan penerima bantuan terdiri dari berbagai latar belakang agama, suku, ras, bangsa dan golongan yang saling membantu antar sesama.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Gus Sholah mengatakan bahwa dalam Islam kesalehan sosial sangat ditekankan. Beliau mengutip surat al-Ma’un yang merupakan ajakan untuk saling peduli sesama dan membantu orang yang membutuhkan. “Saya pernah ke Wonosobo, ada makam Mbah Muntohar, alumni Tebuireng, uang yang dikumpulkan dari kotak amal makam, bisa dibuat untuk membayarkan sekolah”, ungkap Gus Sholah. Menurut beliau, ini adalah soal cara yang berbeda-beda.

“Kalau mahasiswa STIE Tribakti, bisa menggalakkan celengan bambu, kenapa UNHASY tidak bisa, harusnya bisa, Tebuireng juga bisa “, ungkap beliau memantik kesadaran para pelaku pendidikan di Tebuireng. “Saya berterima kasih, kepada kawan-kawan BuddhaTsu Chi yang telah membuka horizon kita mengenai kegiatan-kegiatan sosial seperti yang telah dilakukan, saya minta yang hadiri disini setelah Idhul Adha untuk berkumpul membahas kelanjutan komitmen kita”, terang beliau sebelum mengakhiri sambutan.

Acara ditutup dengan bernyanyi bersama lagu Cinta Kasih Buddha Suci bersama-sama dengan memeragakan gerakan komunikasi tunga rungu, yang dicontohkan ribuan para santri Pesantren Nurul Iman Parung Bogor melalui video yang diputar. Semua hadirin ikut begerak, tak terkecuali Pengasuh Pesantren Tebuireng. Dilanjut kemudian penyerahan cinderamata dari kedua belah pihak.  (abror)