(Ilustrasi dari https://kinerjaaktif.com)

عن أبي قبيل قال : كنا عند عبدالله بن عمرو بن العاص وسئل : أي المدينتين تفتح أولا القسطنطينية أو رومية ؟ فدعا عبدالله بصندوق له حلق قال : فأخرج منه كتابا قال : فقال عبدالله : بينما نحن حول رسول الله صلى الله عليه و سلم نكتب إذ سئل رسول الله صلى الله عليه و سلم : أي المدينتين تفتح أولا : أقسطنطينية أو رومية ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : مدينة هرقل تفتح أولا . يعني : قسطنطينية

“Dari Abu Qubail berkata, ‘Ketika kita sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya, kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma?
Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya. Kemudian dia mengeluarkan kitab. Abdullah berkata, ‘Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dia ditanya, ‘Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu, Konstantinopel atau Roma?’ Rasul menjawab, ‘Kota Heraklius dibuka lebih dahulu, yaitu Konstantinopel.” (HR. Ahmad, ad Darimi, Ibnu Abi Syaibah dan al Hakim)

Tentang Sultan al Fatih

Sultan al Fatih atau Sultan Muhammad II dilahirkan pada 29 Maret 1432 Masehi di Adrianapolis (perbatasan Turki – Bulgaria). Dia naik takhta ketika berusia 19 tahun dan memerintah selama 30 tahun (1451 – 1481). Ia merupakan seorang negarawan ulung dan panglima tentara agung yang memimpin sendiri 25 peperangan.

Sultan Muhammad al Fatih merupakan salah seorang raja atau sultan Kerajaan Utsmani yang paling terkenal. Ia merupakan sultan ketujuh dalam sejarah Bani Utsmaniah. Al Fatih adalah gelar yang senantiasa melekat pada namanya, karena dia lah yang mengakhiri atau menaklukkan Kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Di dalam bidang akademik pula, dia adalah seorang cendekiawan ulung di zamannya yang fasih bertutur dalam 7 bahasa yaitu Bahasa Arab, Latin, Yunani, Serbia, Turki, Persia dan Ibrani. Dia tidak pernah meninggalkan Shalat fardhu, Shalat Sunat Rawatib dan Shalat Tahajud sejak baligh. Dia wafat pada 3 Mei 1481 karena sakit gout sewaktu dalam perjalanan jihad menuju pusat Imperium Romawi Barat di Roma, Italia.

Pemimpin Kerajaan Utsmani ini menaklukkan Konstantinopel di saat dia berumur 21 tahun, seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu’ setelah Sultan Salahuddin al Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud al Qutuz (pahlawan Islam dari Dinasti Mamluk dalam peperangan di ‘Ain al Jalut melawan tentara Mongol).

Sultan Muhammad al-Fatih memerintah selama 30 tahun. Selain menaklukkan Binzantium, dia juga berhasil menaklukkan wilayah-wilayah di Asia, menyatukan kerajaan-kerajaan Anatolia dan wilayah-wilayah Eropa. Termasuk jasanya yang paling penting adalah berhasil mengadaptasi menajemen Kerajaan Bizantium yang telah matang ke dalam Kerajaan Utsmani.

Usaha Penaklukan Sebelumnya

Banyak serangan yang dilancarkan para Khalifah Islam dalam rangka penaklukan konstantinopel dalam rentang waktu 800 tahun lamanya. Namun semuanya mengalami kegagalan sampai penyerangan terakhir yang dilakukan oleh Sultan Muhammad II yang bergelar Muhammad al Fatih.

Usaha pertama untuk mengepung Konstantinopel dilakukan pada tahun 34 H / 654 M pada masa pemerintahan Usman bin Affan r.a. Beliau mengirimkan Muawiyah bin Abi Sofyan ra. dengan pasukan yang besar untuk mengepung dan menaklukkannya. Tetapi mereka pulang dengan tangan hampa disebabkan oleh kokohnya pertahanan Konstantinopel.

Ayah Sultan al Fatih, Sultan Murad II dan pendahulu-pendahulunya sudah memulai usaha untuk menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal. Di tangan sang putra, Sultan al Fatih atau Muhammad II yang melanjutkan penaklukkan Konstantinopel baik dari ayahnya maupun pendahulunya, tak disangka malah sukses dalam usia yang relatif muda. Dalam rangka penaklukan ini dia berusaha untuk memperkuat kekuatan militer Utsmaniyah, selain dari segi kuantitas hingga mencapai 250.000 personil, juga segi kuantitas dengan skil bertempur dan strategi jitu. Selain membekali pasukan dengan kemampuan tempur dia juga menanamkan semangat Jihad.

Strategi Penaklukan Konstantinopel

Dalam strategi penyerangan Konstantinopel, Sultan Muhammad II menyusun dan membagi tentaranya menjadi tiga bagian. Pertama adalah gugus utama yang bertugas mengepung benteng yang mengelilingi kota itu. Di belakang kumpulan utama itu adalah tentara cadangan yang bertugas menyokong tentera utama. Meriam telah diarahkan ke pintu Topkopi. Pasukan pengawal juga diletakkan di beberapa kawasan strategis seperti kawasan-kawasan bukit di sekitar kota tersebut. Armada laut Utsmaniyah juga diletakkan di sekitar perairan yang mengelilinginya. Akan tetapi kapal-kapal itu tidak mampu memasuki perairan Tanduk Emas disebabkan rantai raksasa yang menghalanginya.

Armada laut Utsmaniyah telah mencoba beberapa kali untuk melepas rantai besi di Tanduk Emas. Pada saat yang sama, mengarahkan serangan ke kapal-kapal Byzantium dan Eropa yang tiba untuk menyerang. Namun usaha ini tidak berhasil. Kegagalan armada Turki Utsmaniyah memberikan semangat kepada tentara Byzantium untuk terus bertempur. Pada saat yang sama para pendeta berjalan di lorong-lorong kota, mengingatkan penduduk supaya banyak bersabar serta terus berdoa kepada Tuhan agar menyelamatkan Konstantinopel. Constantine XI Paleologus juga sering bolak-balik ke Gereja Aya Sophia untuk tujuan yang sama.

Meskipun begitu, kepungan armada laut Sultan Muhammad II masih belum berhasil menerobos masuk disebabkan oleh rantai besi yang melindungi Tanduk Emas. Pada saat yang sama, para tentara Ustmani tetap terus melancarkan serangan sehingga pada 18 April 1453 M, pasukan penyerang berhasil meruntuhkan tembok konstantinopel di Lembah Lycos yang terletak di sebelah barat kota, tetapi dengan cepat tentara Byzantium berhasil menumpuk reruntuhan sehingga benteng kembali tertutup.

Pada hari yang sama, beberapa buah kapal perang Utsmaniyah mencoba melewati rantai besi di Tanduk Emas, tetapi gabungan armada laut Byzantium dan Eropa berhasil menghalanginya, bahkan banyak kapal perang Utsmaniyah yang karam oleh serangan armada laut Eropa dan Byzantium.

Kegagalan serangan tersebut telah memberikan kekhawatiran kepada tentara Utsmaniyah. Khalil Pasha yang merupakan wazir/perdana menteri ketika itu mencoba membujuk Sultan supaya membatalkan serangan serta menerima saja perjanjian penduduk Konstantinopel untuk tunduk kepada Daulah Utsmaniyah tanpa menaklukannya. Saran itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan. Kini tinggal memikirkan cara supaya armada laut Turki Utsmani bisa melewati Tanduk Emas.

Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Tanduk Emas yang sudah dirantai. Sampai akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dikemukakan namun akhirnya dilakukan. Ide tersebut adalah memindahkan kapal-kapal perang yang berada di perairan selat bosphorus ditarik melalui darat untuk menghindari rantai penghalang. Hanya dalam semalam 70-an kapal bisa memasuki wilayah perairan Tanduk Emas (Golden Horn) melalui jalur darat yang memiliki perbukitan yang tinggi dan terjal. Cara yang dipakai untuk memindahkan kapal-kapal tersebut adalah dengan menggunakan 2 buah gelondongan kayu yang diapit menjadi satu sehingga bagian bawah kapal yang lebih lancip bisa melewati celah antara gelondongan. Untuk mempermudahnya kayu-kayu diolesi minyak sehingga licin. Susunan kayu-kayu itu membentuk jalur yang menghubungkan 2 laut yang berbeda.

Pada Shubuh tanggal 22 April, penduduk kota yang lelap itu terbangun dengan suara pekik takbir tentara Islam yang menggema di perairan Tanduk Emas. Orang-orang di konstantinopel gempar, tak seorangpun yang percaya atas apa yang telah terjadi. Tidak ada yang dapat membayangkan bagaimana semua itu bisa terjadi hanya dalam semalam. Bahkan ada yang menyangka bahwa tentara Utsmaniyah mendapat bantuan jin dan setan.

Dengan posisi tentara Islam yang semakin kuat, Sultan Muhammad II melancarkan serangan besar-besaran ke benteng terakhir Konstantinopel. Tembakan meriam yang telah mengkaramkan sebuah kapal dagang di Tanduk Emas, menyebabkan tentara Eropa yang lain lari ketakutan. Mereka telah meninggalkan pertempuran melalui kota Galata. Semenjak keberhasilan kapal tentara Utsmani memasuki perairan Tanduk Emas, serangan dilancarkan siang dan malam tanpa henti.

Takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” yang menggema di segala penjuru Konstantinopel telah memberikan serangan psikologis kepada penduduk kota itu. Semangat mereka terus luntur dengan ancaman demi ancaman dari pekikan takbir pejuang Utsmani. Ketika ribut yang belum juga reda, penduduk Konstantinopel menyadari bahwa tentara Islam telah membuat terowongan untuk masuk ke dalam pusat kota. Ketakutan melanda penduduk sehingga mereka curiga dengan bunyi tapak kaki sendiri. Kalau-kalau tentara Turki Utsmani “keluar” dari dalam bumi.

Sultan Muhammad II yakin bahwa kemenangan semakin tiba, mendorong dia untuk terus berusaha agar Constantine XI Paleologus menyerah kalah tanpa terus membiarkan kota itu musnah akibat gempuran meriam. Sekali lagi Sultan mengirim utusan meminta Constantine XI Paleologus agar menyerahkan Konstantinopel secara damai. Lalu Constantine XI Paleologus berunding dengan para menterinya. Ada yang menyarankan supaya mereka menyerah kalah dan ada pula yang ingin bertahan sampai akhir. Akhirnya dia setuju dengan pandangan kedua kemudian mengirimkan balasan:

“… Syukur kepada Tuhan karena Sultan memberikan keamanan dan bersedia menerima pembayaran jizyah. Akan tetapi Constantine bersumpah untuk terus bertahan hingga akhir hayatnya demi takhta… atau mati dan dikuburkan di kota ini!“.

Tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Ula 857 H / 29 Mei 1453 M, serangan umum dilancarkan. Sebelum penyerangan umum Sultan Muhammad II memberikan pidato kepada tentara Islam :

“… Jika penaklukan kota Konstantinopel berhasil, maka sabda Rasulullah SAW telah menjadi kenyataan dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti, maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits ini, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam. Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan sampai ada diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut terjun dalam pertempuran.”

Diiringi hujan panah, tentara Turki Utsmani maju dalam tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan khusus Janissari. Para pejuang diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Penduduk Konstantinopel telah berada di puncak ketakutan mereka pagi itu. Mujahidin yang memang menginginkan mati syahid, begitu berani maju menyerbu tentara Byzantium.

Tentara Islam akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka telah berhasil mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyah di puncak kota. Constantine XI Paleologus yang melihat kejadian itu melepas baju perang kerajaannya dan maju bertempur bersama pasukannya hingga menjadi martir dan tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri melarikan diri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.

Berita kematian Kaisar Byzantium itu menaikkan lagi semangat tentara Islam untuk terus menyerang. Namun sebaliknya, bagaikan pohon tercabut akar, tentara Byzantium menjadi tercerai berai mendengar berita kematian Rajanya.

Tepat pada hari Selasa tanggal 20 Jumadil Ula 857 H bertepatan tanggal 29 Mei 1453 M, Konstantinopel jatuh dan berhasil ditaklukan oleh para pejuang Utsmani. Sultan Muhammad II kemudian turun dari kudanya dan memberi penghargaan pada pasukan dengan ucapannya, “Masya Allah, kalian telah menjadi orang-orang yang mampu menaklukkan konstantinopel yang telah Rasulullah kabarkan”. Setelah itu dia sujud kepada Allah SWT di atas tanah, sebagai ungkapan syukur dan pujian serta bentuk kerendahan diri dihadapan-Nya.

Toleransi Beragama Pasca Penakhlukan

Pada hari itu, mayoritas penduduk Konstantinopel bersembunyi di gereja-gereja sekitar kota. Sultan Muhammad II berpesan kepada tentaranya supaya berbuat baik kepada penduduk kota yang baru ditaklukkannya. Dia kemudian menuju Gereja Aya Sophia yang ketika itu menjadi tempat perlindungan sejumlah besar penduduk kota. Ketakutan jelas terbayang di wajah masing-masing penduduk ketika dia menghampiri pintu gereja. Dalam pikiran mereka, nyawa mereka akan terancam di tangan para tentara Islam. Salah seorang pendeta telah membuka pintu gereja, dan Sultan meminta dia supaya menenangkan penduduk.

Setelah itu, Sultan Muhammad II meminta supaya gereja berkenan ditukar menjadi masjid supaya Jumat pertama nanti bisa dipergunakan untuk sholat Jumat. Sementara gereja-gereja lainnya tetap seperti biasa. Para pekerja bertugas menanggalkan salib, patung dan menutupi gambar-gambar untuk tujuan shalat. Pada hari Jumat itu, Sultan Muhammad II bersama para muslimin telah mendirikan shalat Jumat di Masjid Aya Sophia. Khutbah yang pertama di Aya Sophia itu disampaikan oleh Syeikh Ak Semsettin. Nama Konstantinopel kemudian diganti menjadi “Islam Bol/Islambul”, yang berarti “Kota Islam” yang kemudian lebih dikenal sekarang dengan Istanbul. Lalu, kota itu dijadikan sebagai ibu kota ketiga Khilafah Usmaniyyah setelah Bursa dan Edirne .

Satu nilai yang dapat diambil dari kisah penaklukan Kota Konstantinopel ini adalah etika berperang yang sangat dijunjung tinggi. Perang bukan berarti membabi buta tanpa aturan. Namun memiliki etika dan moral yang harus dipatuhi, seperti tidak membunuh wanita, anak-anak dan lain-lain. Bahkan dalam kisah di atas usai perang, Sultan al Fatih mengajarkan nilai-nilai toleransi dalam Islam, yaitu membiarkan semua geraja tetap menjadi geraja, kecuali Aya Sophia yang diminta, menggunakan bahasa meminta, bukan paksaan, menjadikannya masjid, karena Umat Islam di sana belum punya masjid untuk beribadah, termasuk untuk melakukan shalat Jumat pada hari panaklukan itu.

Penduduk Konstatinopel juga diberi kebebasan untuk memeluk agama masing-masing. Dibuka pintu lebar jika ingin masuk Islam, dan diberi kebebesan untuk beribadah jika masih bertahan dengan agamanya. Seiring berjalannya waktu, banyak di antara penduduk yang memeluk Islam, masjid-masjid dibangun, dan adzan terdengar dimana-mana. Namun, gereja juga masih bertahan dan membunyikan loncengnya. Pertanda kerukunan antar umat beragama di Kontatinopel atau sekarang Istanbul memasuki babak baru, sebagai daerah kekuasaan Utsmani yang damai dan rukun.

Atas jasanya tersebut Sultan Muhammad II diberi gelar al Fatih, Sang Penakluk, sehingga dia sering dipanggil Sultan Muhammad al Fatih. Pertempuran memperebutkan Konstantinopel berlangsung dari tanggal 6 April s/d 29 Mei 1453 M, atau memakan waktu hampir 2 bulan lamanya.

Maka benarlah sabda Rasulullah, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]. Maka tak heran jika Sultan al Fatih dan pasukannya dikatakan oleh Rasulullah SAW sebagai pemimpin dan pasukan yang terbaik, baik dalam meletakkan dasar Islam di bumi Eropa, dan baik dalam mengatur tata laksanan kemanusiaan yang adil, beradab, damai dan penuh cinta.

Karena kisah yang mengharukan, heroik, dan penuh hikmah, penaklukan Konstantinopel diabadikan dalam film berjudul “Fetih 1453”. Film ini dibuat mulai September 2009 dan baru selesai Januari 2011. Film yang dibintangi oleh Devrim Evin sebagai pemeran Sultan al Fatih ini disutradarai oleh Faruk Asoy dengan beberapa aktor lainnya seperti İbrahim Çelikkol sebagai Ulubatli Hasan, Recep Aktuğ sebagai Constantine XI, dan lain sebagainya yang sebagian besar berasal dari Turki.


*Disarikan dari berbagai sumber