(ilustrasi: Mudfar)

Cerita bermula ketika pada hari Jumat Kliwon sebelum subuh, Cak Jahlun kebelet pipis. Namun ia menahan hajatnya sebab ia masih ngantuk dan takut mau ke kamar mandi pondok yang gelap tanpa penerangan lampu. Setelah lama ia menahan kencing akhirnya ia menyerah juga, iapun nekat ke kamar mandi pondok yang berada di pojok masjid berdampingan dengan kuburan umum. Dengan tergesa-gesa ia berlari ke kamar kecil tersebut. Ketika ia sampai di depan pintu jeding, iapun menyingkap sarungnya dan “Cuuur…” sambil berdiri ia tumpahkan hajatnya ke dalam jeding sedangkan tubuhnya masih berada di luar. Alangkah kagetnya ia, ketika melihat bayangan hitam sedang jongkok dari dalam kamar kecil yang berteriak, “Wadow..wodow.. air apa ini kok hangat-hangat di kepala saya,” kata suara bayangan itu.

Wajah Cak Jahlun menjadi pucat pasi ketika tahu bahwa yang ia semprot dengan urinenya adalah Ustadz Halim yang sedang pipis jongkok di dalam kamar kecil. Ia pun lari tunggang-langgang menahan malu dan takut.

Hikmah dari pengalaman Cak Jahlun ini mengingatkan para santri agar tidak kencing sambil berdiri sebab ibarat pepatah, “kalau guru kencing berdiri, murid kencing berlari namun jika murid kencing berdiri, guru yang dikencingin”. [F@R]

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online