Tebuireng.online— Konferensi Pemikiran Islam Indonesia 2024 berlanjut di hari yang kedua ini, tepatnya pada Sabtu (24/8/2024) di Museum Islam Indonesia Hasyim Asy’ari (Minha) Tebuireng Jombang. Acara Konferensi kali ini dimulai pada pukul 09.00 WIB. Adapun konferensi kali ini bersama dengan para tokoh, yaitu: Rika Iffati, Fathurrahman, Erwin, Anang Firdaus, Inayah Wahid, Roy Murtadho, Emma Rahmawati. Dalam Konferensi hari ini dihadiri sebanyak 125 orang.
Narasi kali ini mengulas tentang tema “Menerobos” Dinding Pesantren: Aktualisasi Pemikiran Mbah Hasyim, Kiai Wahid, dan Gus Dur yang dibawakan oleh Fathurrochman Karyadi, Khadim di Ma’had Aly Ashiddiqiyah Jakarta. Dalam narasi ini berisi bagaimana para kiai, contoh salah satunya Mbah Kiai Wahid menerobos, yang begitu menitikberatkan pendidikan sebagai upaya penerobosan.
Rika Iffati, seorang psikolog dan penulis memberikan dalam forum ini memberikan narasi tambahan, membahas tentang kiprah perempuan.
“Bagaimana kita memberikan ruang kepada perempuan?” menurutnya kita bisa melihat tokoh-tokoh perempuan yang juga memberikan prioritas kepada wanita dalam aspek pendidikan, salah satu contoh yaitu Bu Nyai Khoiriyah Hasyim.
“Beliau (red. Nyai Khoiriyah Hasyim) adalah seorang tokoh wanita yang mendirikan sekolah perempuan yang berbasis pendidikan formal kedua di Jombang. Selain itu, Bu Nyai Khoiriyah juga merintis sekolah khusus putri atau madrasah lil banat yang menjadi madrasah perempuan pertama di Makkah,” jelasnya.
Baca Juga: Konferensi Pemikiran Islam Indonesia 2024 di MINHA Jombang
Dalam penelitian, Ia menyebut bahwa seorang ibu dalam tugas utama sebagai ibu rumah tangga, membuktikan bahwa ibu yang terdidik itu akan menghasilkan anak yang terdidik yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan seorang ibu yang tidak memiliki ilmu yang mumpuni.
Selain itu, pada kesempatan yang sama, Roy Murtadho, menanggapi narasi terkait peran penting tokoh perempuan, “tidak mungkin lahir seorang tokoh yang hebat jika tidak dari ibu yang tentunya tidak kalah hebatnya,” ungkapnya.
Putri Gus Dur, Inayah Wahid juga merespons hal itu. “Saya sering kali menolak tulisan yang bertulis; di balik laki-laki yang yang hebat ada perempuan yang hebat. Tidak, bahwa perempuan itu tidak di belakangnya, tapi perempuannya ada di sampingnya, jalan bareng-bareng karena mereka adalah team yang solid dan kuat,” tegasnya.
Inayah juga mengaku percaya bahwa perempuan memiliki agensinya sendiri, tidak perlu diberi ruang karena memang mereka sudah memiliki ruang tersebut dari awal. Mereka tidak diberikan kemurah hatian laki-laki yang terus mereka jadi memiliki ruang.
“Bu Nyai Khoiriyah tidak diberi kemurahan hati sehingga memiliki ruang untuk bisa mendirikan pondok, bahkan tidak hanya di Indonesia begitu, tetapi memang beliau punya kekuatannya sendiri, punya agensinya sendiri,” imbuhnya.
Tentang Celana Panjang di Pesantren Putri
Salah satu Dzurriyah Nyai Khoiriyah Hasyim, Ning Emma Rahmawati dalam kesempatan itu membahas bahwa smpai saat ini perempuan yang memakai celana panjang itu masih dipandang sebagai hal yang kontroversi. Dalam hal ini, beliau berkaca kepada Bu Nyai Khoiriyah jika sampai saat ini masih ada orang-orang bertanya mengapa beliau memakai celana panjang.
“Pada tahun 50-an Bu Nyai Khoiriyah itu pernah mengajak semua santri Seblak ke Tambak Beras Jombang untuk menghadiri salah satu acara NU. Santri-santri beliau memakai celana panjang semua. Dan sebenarnya Bu Nyai memilih untuk memakai celana ketimbang rok, karena celana panjang dirasa lebih tertutup daripada rok, yang mana rok itu gampang tersingkap yang gampang terlihat auratnya,” terangnya di hadapan ratusan peserta konferensi.
Koordinator Gusdurian Jombang itu melanjutkan, bahwa celana itu bisa dijadikan dalaman jika memakai rok. Jadi tahun 1950 kita santri perempuan sudah disuruh untuk memakai celana panjang, dan itu sempat menggemparkan Kiai-Kiai ketika ada Mbah nyai yang mengajak santri-santri perempuannya menghadiri acara NU yang memakai celana panjang semua. Sampai membuat munculnya Bahasul Masa’il hukum perempuan memakai celana panjang.
“Itupun menjadi daya dombraknya penerobosan dinding pesantren yang bukan hanya dilakukan oleh para Kiai, tapi juga Bu Nyai. Dari situlah pembenaran, kalau saya ditanyai hal tersebut, kok pakai celana panjang? Oh iya, saya meneladani dari Bu Nyai Khoiriyah,” ungkapnya.
Untuk diketahui, kegiatan Konferensi hari ini berjalan dengan lancar yang berakhir pada siang hari, tepatnya pada pukul 12.50 WIB. Forum kegiatan narasi ini ditutup dengan foto bersama para tokoh dan peserta yang hadir.
Pewarta: Ara