sumber ilustrasi: gurusiana

Oleh: Moch Vicky Shahrul Hermawan*

Suatu hari, Nabi Musa sedang tidak baik-baik saja. Sambil memegang kedua pipi, beliau mengeluhkan sakit gigi yang terasa beberapa hari terakhir ini. Akhirnya, karena sudah tidak sabaran lagi, beliau sambat kepada Allah. Beliau mengeluhkan, perihal sakitnya gigi yang sudah beberapa hari beliau alami.

Mengetahui sambat-an tersebut, akhirnya Allah memberikan solusi,

“Wahai Musa, cabutlah beberapa rumput yang ada di tanah lapang itu. Setelah itu, taruhlah rumput tersebut pada bagian gigimu yang terasa sakit.” Jelas Allah kepada Nabi Musa.

Tanpa bertanya, akhirnya Nabi Musa mengikuti apa yang diperintah Allah. Dengan sekejap, gigi yang awalnya sakit, sekarang sembuh total. Tidak ada rasa sakit sama sekali. Di situlah kemudian Nabi Musa bersyukur kepada Allah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

*****

Namun, setelah beberapa saat, sakit gigi yang pernah dialami Nabi Musa kambuh. Untuk yang kedua kalinya ini, sakitnya malah menjadi-jadi.

Tanpa berpikir panjang, akhirnya Nabi Musa langsung mengambil rumput yang dulu pernah beliau pakai untuk menyembuhkan rasa sakit gigi yang pertama. Nabi Musa, dengan keyakinan penuh, rumput yang dulu pernah menyembuhkan sakit gigi tersebut, berharap bisa kembali memberikan penawar untuk sakit yang kedua kalinya ini.

Namun, apa yang terjadi? Rasa sakit yang beliau alami sebab sakit gigi yang kedua ini tambah menjadi-jadi. Rasanya begitu sakit, berlipat-lipat dari rasa sakit sebelumnya.

Setelah berpikir lama, akhirnya untuk kesekian kalinya, Nabi Musa sambat kepada Allah,

“Wahai Tuhanku! Bukankah Engkau pernah memerintahkanku untuk menggunakan rumput ini sebagai obat penawar sikit gigi?”

Mendengar sambat-an tersebut, akhirnya Allah berkata,

“Wahai Musa! Aku adalah Zat Penyembuh. Aku bisa berkehendak semau-Ku, memberikan bahaya atau manfaat bagi makhluk. Ketika engkau mengalami sakit gigi untuk yang pertama kali, engkau memang menyengaja-Ku (percaya Aku yang bakal menyembuhkan). Dan sekarang, kali kedua engkau sakit gigi, Engkau menyengaja rumput (bukan Aku, tapi rumput yang menyembuhkan).”

****

Dari cerita di atas, kita bisa belajar konsep ke-esa-an Allah yang sudah dirumuskan oleh para ulama. Jadi, cerita di atas adalah aplikasi sederhana pemahaman kita perihal konsep  ke-esa-an Allah.

Bagaimana memahami salah satu sifat wajib bagi Allah adalah Wahdaniyah. Sederhananya, berarti Allah itu esa dalam Zat, sifat dan pekerjaan. Zat Allah tidak berbilang, tersusun, dan tidak ada satupun mahluk yang menyamai.

Selanjutnya, sifat Allah itu satu. Misalnya, sifat Qudrat (kuasa). Sifat kuasa Allah hanya satu, tidak berbilang. Maka tidak bisa dikatakan Allah memiliki dua sifat kuasa. Juga, tidak ada satu sifat yang Allah miliki, bisa dimiliki oleh makhluk.

Terakhir, seputar pekerjaan Allah. Semua pekerjaan yang ada, itu semua muncul dari pekerjaan Allah. Adanya manfaat, bahaya atau yang lain, yang itu dirasakan oleh makhluk, itu semua berasal dari Allah. Hanya Allah. Tidak ada yang lain. Sehingga, tidak bisa dipahami bahwa pisau misalnya, itu memiliki efek membakar. Sejatinya, yang membakar itu hanyalah Allah, bukan pisau. Namun, Allah menciptakan “sebab”, yang ditaruh di pisau, sehingga bisa membakar.

Kalau memang pisau itu bisa membakar, lantas, bagaimana dengan konteks di mana Nabi Ibrahim tidak terbakar dengan bara api?

Jadi, jelas, yang membakar itu sejatinya hanyalah Allah. Bukan pisau. Dari sini, kita bisa melihat satu ayat al-Quran sebagaimana berikut,

وَٱللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. Al-Saffat: 96)

Terakhir, kita bisa mennyimpulkan, Allah itu Maha Esa. Ke-esa-an Allah mencakup zat, sifat dan pekerjaan. Semua pekerjaan yang ada, baik statusnya baik dan buruk, bisa memberikan manfaat atau bahaya, itu semua murni pekerjaan Allah, bukan yang lain.

Jadi, dalam konteks cerita Nabi Musa dan sakit gigi yang sudah disinggung sebelumnya, maka kita bisa mengetahui kenapa pada saat Nabi Musa pertama kali mengalami sakit gigi, bisa langsung sembuh, berbeda dengan sakit gigi yang kedua. Kembali kepada konsep ke-esa-an Allah. Waallahu a’lam…

Sekian!

_________________________________

*Mahasantri Mahad Aly An-Nur II Al-Murtadlo Malang