tebuireng.online– Aswaja atau Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan satu istilah yang sudah ada sejak dulu. Ajaran ini pun juga sudah ada mulai zaman Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia salah satu yang mempertahankannya adalah NU. Lalu bagaimanakah dengan realitas NU era terhadap eksistensi Aswaja?

“Ke-nahdhiyih-an kini dibiaskan secara terbuka dan terakomodir dengan kata “seperti” dalam qonun Muktamar 33 NU kemarin,” tutur Dr. KH. Musta’in Syafi’ie dalam Seminar Ke-Aswaja-an kemarin (12/11/15) di Gedung KH. M. Yusuf Hasyim lantai 2 Pesantren Tebuireng, yang diadakan oleh Madrasah Salafiyah Syafi’iyah Teburieng.

Dalam hal ini, beliau juga menuturkan bahwa prinsip Aswaja yang sudah memilih untuk bermadzhab dalam akidah, fikih dan tasawuf, kini diubah oleh Muktamar 33 kemarin. Pasalnya, terdapat kata “seperti” dalam penyebutan Imam Abu Hasan al-Asyari dan Abu Mansur al-Maturidi yang merupakan madzhab akidah bagi NU. Hal ini menunjukan bahwa ada peluang bagi akidah lain untuk masuk dalam NU.

“NU dibubarkan juga tidak apa–apa, asal kita tetap berkomitmen pada Aswaja,” tegas pembimbing pengajian Tafsir al-Jalalain di Pesantren Tebuireng tersebut, di tengah – tengah pemaparannya. “Karena kita adalah al-Nahdhiyah Aswaja,” tambah beliau. Menurut beliau Aswaja adalah pedoman yang harus terus diperkuat dan dipertahankan dari percobaan serangan yang terstruktur dan masif.

Kiai Ta’in, panggilan akrab beliau, mengatakan bahwa organisasi NU mempunyai beberapa prinsip, diantaranya adalah prinsip tasamuh (toleransi). “Bertoleransilah, tapi iman juga harus kuat!,” pesan beliau terhadap generasi muda di akhir penyampaian meteri.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Seminar bertajuk “Membentuk Generasi NU Masa Depan yang Khoiro Ummah” ini selain di hadiri oleh Kiai Ta’in juga mendatangkan pemateri main, yaitu Ketua Aswaja NU Center PWNU Jatim, KH. Abdurrahman Navis, Lc. (ifana/abror)