Oleh: M. Minahul Asna*
Mimpi Bulan Jatuh ke Pangkuan Ny. Halimah
Pernikahan antara Kiai Asy’ari dan Ny. Halimah diberkati Tuhan. Pernikahan ini melahirkan 11 orang keturunan, yang kemudian di dalam masyarakat agama memperoleh kedudukan yang penting. Anak ketiga di antara anak-anak itu, ialah yang Muhammad Hasyim, yang kemudian menjadi kiai besar dan dikenal orang dengan nama Kiai Hasyim Asy’ari.
KH. Muhammad Hasyim lahir pada hari Selasa Kliwon, tanggal 24 Dzulqa’idah 1287 H/14 Februari 1871 M, dalam pondok Kiai Usman di Nggendang. Kelahiran Muhammad Hasyim ini sejak ibunya mengandung telah menunjukkan keanehan-keanehan.
Konon, ibunya pada waktu permulaan mengandung, bermimpi bahwa tampak olehnya bulan purnama jatuh dari langit dan tepat menimpa perutnya. Seketika itu, yakni tengah malam waktu dia bermimpi, terjagalah Ia dan berdebar-debar hatinya, menggigil seluruh tubuhnya karena sangat takut, Ia mengatakan segala penglihatan yang dialaminya kepada suaminya, Kiai Asy’ari, tetapi suaminya tinggal diam bagaikan orang yang terkena pesona.
Kemudian pada waktu melahirkan dan dibantu oleh bidan yang merawat kelahiran itu, dikatakan kepada neneknya Winih, yang turut hadir menyaksikan kelahiran itu, bahwa selama Ia menjadi dukun beranak, belum pernah menghadapi suatu kelahiran, sebagaimana yang dihadapi pada waktu itu. Ia melihat betapa tanda keistimewaan pada bayi yang disambutnya, yang meyakinkan dia bahwa anak itu kelak akan menjadi seorang pemimpin, seorang besar yang terkenal dalam zamannya.
Tanda-tanda itu tampak ke padanya pada waktu Ia memandang wajah anak itu, yang berlainan dengan wajah anak-anak yang pernah ditolongnya. Bidan menambah keterangannya, bahwa bayi yang sedang ditampungnya itu mungkin akan sering menjadi “pengantin baru”. Sungguh tebakan bidan ini tidak begitu berlebih-lebihan.
Jiwa yang Berani, Mata yang Melihat Keadilan dan Hati yang Lembut
Tanda-tanda yang memberikan arti bahwa Muhammad Hasyim ini akan menjadi orang istimewa, telah tampak sejak Ia masih kecil, telah kelihatan di masa Ia masih kanak-kanak. Jika Ia bermain-main dengan anak-anak yang lain, Ia selalu kelihatan sebagai pemimpin, sebagai kepala yang mengatur permainan kawan-kawannya.
Jika Ia melihat bahwa kawan-kawannya itu bermain kasar, menyimpang dari peraturan-peraturan yang berlaku dalam dunia anak-anak itu, tidak segan-segan Ia menegur dan memperingati. Teguran dan peringatan itu dilakukannya dengan lemah lembut, dengan kata-katanya yang manis dan tingkah lakunya yang tidak menyakitkan hati. Oleh karena itu, kawan-kawan sepermainannya itu tunduk dan patuh akan segala perintah dan kehendaknya.
Jika anak-anak lain datang hendak mencampuri kawan-kawannya, Ia menjaga agar kedatangan anak itu tidak membawa huru-hara dalam kalangan anak-anak yang sedang bermain itu. Perubahan-perubahan diterima, tapi selalu Ia menjaga, bahwa perubahan-perubahan itu, datangnya tidak membawa keonaran dan kegaduhan yang dapat menyakitkan hati, dan menimbulkan silang-sengketa dalam kalangan teman-teman yang sedang bermain itu.
Jika Ia melihat ada teman-teman yang bermain curang, Ia tidak segan segan menegur, dan membela anak-anak yang perlu dibelanya. Sifat melindungi kawan sejak kecil sudah tampak padanya.
Cerdas dan Haus akan Ilmu
Hubungannya dengan pendidikan keluarganya, baik dengan kedua neneknya, maupun dengan kedua ibu-bapaknya, menumbuhkan rasa hidup keagamaan yang makin hari makin besar pengaruh dalam jiwanya.
Sebagai seorang anak kiai, sejak kecil Ia telah mengikuti bacaan-bacaan dan amalan-amalan untuk berbakti kepada Tuhan. Memang keadaan-keadaan di sekitar seseorang sangat memengaruhi hidup orang itu. Jika sifat-sifat keturunan menjadi pokok, pembawaan dan pergaulan itulah yang menumbuhkan pokok itu menjadi besar dan berhasil dalam usaha seseorang.
Demikianlah bibit yang telah tersemat dalam jiwa Muhammad Hasyim ini dengan rawatan yang baik tidak sukar hidup subur di kemudian hari. Kita lihat 5 tahun Ia hidup di sisi dua orang neneknya yang mencintai dia, dan Ia pun cinta pula kepadanya. Ada waktu Ia sudah berumur 6 tahun, Ia berpisah dengan mereka itu, karena ia pindah dengan ayah-ibunya ke salah satu tempat di sebelah selatan Kota Jombang, Desa Keras Namanya. Kejadian ini berlaku dalam tahun 1292 H/1876 M.
Keras membawa perubahan hidup yang pertama kali baginya. Di situ Ia mula-mula menerima pelajaran agama dari ayahnya, yang pada saat itu telah menjadi seorang kiai, yang berdiri sendiri dan terkenal namanya. Murid-muridnya makin hari makin bertambah dan pesantrennya tidak saja dikunjungi oleh anak-anak di sekitarnya, tetapi anak-anak yang jauh letak kampungnya.
Muhammad Hasyim, meskipun Ia masih anak-anak, tidak ingin kalah dengan santri-santri yang datang ini, baik dalam kerajinannya ataupun dalam mengikuti amal ibadah yang diwajibkan kepada santri-santri itu. Ia selalu kelihatan berdiri dengan pakaian yang rapi, dalam barisan shaf depan yang bersama-sama dengan pemuda-pemuda yang sudah berumur itu, Ia selalu kelihatan di samping ayahnya yang sedang mengajar, atau berdiskusi dalam salah satu masalah agama.
Sejak kecil Ia kelihatan cerdas dan mempunyai kemauan untuk mengejar cita-cita yang tinggi, semua pelajaran yang diberikan kepadanya, seolah-olah dapat ditangkapnya dengan mudah. Semua pelajaran yang diterimanya diperhatikan sungguh-sungguh, hingga dalam berapa tahun saja, Ia telah sanggup mengajarkan kitab-kitab yang pernah diajarkan orang kepadanya, bahkan pernah Ia mengajarkan kitab Arab, yang hanya dibaca sebagai bacaan sendiri, Ia gemar bermuthala’ah, mengenal kitab-kitab yang belum menjadi pelajarannya. Hal ini kejadian pada waktu ia berumur 13 tahun.
Selain itu sebagaimana kebanyakan santri, Ia kelihatan juga gemar berniaga, mencari kehidupannya dalam berdagang. Dalam bagian ini pun Ia kelihatan pintar. Ilmu-ilmu pengetahuan selain dari agama acap kali menarik perhatiannya juga, suatu kejadian yang pada waktu itu tidak biasa dalam kalangan kiai-kiai.
*Santri Tebuireng.