tebuireng.online- Pengajian umum dalam rangka penutupan Festival Da’i-Da’iyah se-Jawa-Bali, sekaligus peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, panitia menghadirkan dua pembicara, KH. Marzuki Mustamar, M. Ag. yang dikenal dengan macan Nahdlatul Ulama (NU) dan KH. Abdul Latief Badjuri. Acara yang telah menjadi rutinitas tahunan Kumpulan Da’i Tebuireng (Kudaireng) ini diadakan di Halaman Maqbaroh Pesantren Tebuireng pada Kamis (26/01/2017).
Dalam acara itu, KH. Marzuki Mustamar, M. Ag. mengatakan bahwa umat Islam wajib untuk menerima, meyakini, mengimani semua ajaran islam. Ajaran-ajaran yang dimaksud harus bersumber dari Al Quran, hadis-hadis mutawatir serta perkataan dan perbuatan para salafus salih. Menurut beliau, kaum muslim juga tidak boleh membedakan antara dalil satu dengan dalil yang lain, dalam artian seseorang tidak boleh menerima suatu dalil dan menolak dalil yang lainya. Padahal semua dalil bersumber dari Allah SWT. Hadis yang merupakan perkataan nabi pun juga sebenarnya bersumber dari Allah
“La nufarriqu baina ahadim mir rusulih, wa qolu sami’na wa atho’na,” kata beliau mengutip salah satu penggalan ayat Al Quran. Kiai yang dikenal sebagai macan NU ini menghimbau pada seluruh hadirin untuk bersama-sama membaca ayat tersebut. Harapannya agar semua dapat terhindar dari at tafri yakni membeda-bedakan antara rasul satu dengan rasul lain, bahkan membedakan antara Islam dan kehidupan.
“Ada golongan yang sepenuhnya ingin Islam. Ada juga golongan yang ingin membatasi Islam hanya berlaku di masjid, Islam hanya berlaku di pesantren, Islam hanya berlaku di bulan Ramadan, sedangkan di bidang politik, di bidang ekonomi, di bidang pemerintah, urusan dunyo, mereka berusaha memisahkan antara kehidupan dan Islam. Atau yang sering kita sebut dengan sikap sekularisme,” papar Kiai Marzuki.
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa sikap tidak membeda-bedakan ini merupakan definisi iman yang sah menurut Ahlussunnah wal Jama’ah. “Definisi iman yang sah menurut ahlus sunnah wal jama’ah dalam kitab safinatun najah, al imanu at-tashdiq fi kulli ma jaa bihin nabiyu shallahu alaihi wa sallam (Iman adalah membenarkan semua yang datang dari Nabi SAW),” ungkap beliau.
Menurut beliau, prinsip bisa membenarkan semua seperti itu adalah mengharuskan untuk ber-Ahlussunnah wal Jama’ah. “Untuk bisa menerima, meyakini, membenarkan semua ajaran Nabi Muhammad SAW. Maka menurut saya, harus ber-Ahlussunnah wal Jama’ah. Kalau tidak, hampir pasti ada saja dalil yang mereka tolak, ada saja ajaran yang mereka tolak,” lanjut Kiai asal Blitar tersebut.
Selain itu, kata Ahlussunnah wal Jama’ah sendiri menurut beliau merupakan gabungan dari kata ahlus sunnah dan ahlul jama’ah. Ahlus Sunnah berarti membenarkan dan mengikuti apa yang ada dari as sunnah yakni hadis Nabi SAW. Tentunya hal itu harus diterapkan dengan mengikuti ajaran para salafus salih. Mereka adalah pengikut Rasulullah yang disebut dengan jama’ah. Maka, orang yang mengukuti mereka disebut dengan ahlul jama’ah.
Beliau juga menjelaskan begitu pentingnya jasa para salafus salih dalam menyampaikan ajaran Nabi. Peran itu, lanjut beliau, andai saja bukan karena jasa mereka maka pasti tidak akan ada yang mengerti tentang suatu dalil atau hadis. Selanjutnya, Kiai Marzuki menjelaskan pandangan atau konsep KH. Hasyim Asy’ari dalam Ahlussunnah wal Jama’ah.
“Menurut Mbah Hasyim, konsep Ahlussunnah wal Jama’ah, Al Quran dan hadis tok nggak cukup, harus Al Quran, as Sunnah dan salafus salih,” jelas beliau yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan bahwa alasan diikutsertakanya salafus salih dalam konsep Aswaja adalah agar tidak ada satu dalil pun yang terbuang.
Pengajian umum ini adalah bagian dari gelaran akbar Festival Da’i-da’iyah se-Jawa dan Bali yang diadakan oleh Kumpulan Da’i Tebuireng (Kudaireng). Selain sebagai penutupan juga dipadukan dengan acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan pengumuman hasil perlombaan. Acara pengajian yang dimulai pukul 19.30 WIB ini, berakhir pada pukul 22.30 WIB malam.
Pewarta: Ananda Prayogi
Editor: Abror
Publisher: M. Abror Rosyidin