Seri Kiprah KH. Hasyim Asy’ari #11

Oleh: M. Abror Rosyidin*

Kiai Hasyim Asy’ari merupakan kiai yang sangat disegani dan dianut fatwa-fatwanya oleh umat, khususnya nahdliyin. Selain karena sikap lembut dan dedikatif, yang membuat mereka sangat memperhatikan beliau adalah sikap tegasnya.

Beliau sangat teliti dalam menentukan keputusan dan tidak gegabah, namun juga tidak lembek dan lamban. Bahkan bisa disebut tepat sasaran. Sikap beliau itu terpatri dalam kehidupan sehari-hari, terbentuk dari guratan perjuangan mulai dari mendirikan Tebuireng, NU, hingga pergerakan nasional. Tidak heran jika ketegasan demi ketegasan beliau tunjukkan.

Tetapi perlu digarisbawahi, ketagasan di sini adalah tepat dalam memutuskan, tidak gegabah juga tidak lamban. Beliau tak malu sharing dengan orang lain, baik santrinya, keluarganya, maupun sahabat-sahabatnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Beberapa kisah ini menunjukkan betapa beliau adalah pribadi yang tegas. Beberapa di antaranya adalah kesaksian para santrinya.

1. Tegas Menolak Bujuk Rayu Penjajah

Dalam seri sebelumnya, penulis pernah menyinggung bagaimana cara Belanda berusaha menghentikan perjuangan Kiai Hasyim dan Tebuireng. Mulai dari cara kekerasan, fitnah, sampai cara paling halus, yaitu dengan bujukan.

Rupanya Belanda sampai kehilangan akal untuk menghentikan Kiai Hasyim, akhirnya jurus pamungkas yang dipakai. Kiai Hasyim pernah dibujuk menjadi pejabat pemerintah Hindia Belanda, beliau menolak. Lalu beliau juga pernah menolak pemberian langsung Ratu Wilhelmina berupa bintang jasa perak dan emas beserta surat resmi pengangkatannya.

Tapi, syaratnya, Kiai Hasyim harus menghentikan kegiatan belajar mengajar di Pesantren Tebuireng. Iming-imingnya, beliau akan dijadikan pejabat dan dapat santunan uang. Dengan tegas beliau memutuskan tidak akan menerima itu, karena hal itu merupakan barang duniawi yang mengganggu perjuangan lillahita’ala.

Saat memberikan ceramah kepada para santri, beliau menyinggung hal itu dengan mengutip hadis Nabi SAW saat dibujuk kafir Quraisy melalui Abu Thalib. Rasulullah SAW dibujuk dengan 3 hal, yaitu kedudukan tinggi, harta melimpah, dan wanita tercantik di Jazirah Arab.

Kiai Hasyim dengan tegas mengatakan:

‘Demi Allah umpama mereka itu kuasa meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud agar aku berhenti berjuang, aku tidak mau. Dan aku akan berjuang terus sampai cahaya keislaman merata di mana-mana atau aku gugurlebur menjadi korbannya’. Hendaknya dapatlah mencontoh dan mengambil teladan dari tingkah laku dan perbuatan Baginda Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi segala hal. Mudah-mudahan Allah SWT melindungi kita umat Islam sekaliannya. Dan selalu melimpahkan taufiq serta hidayah-Nya.

2. Tegas Menolak Tunduk kepada Pemimpin Dzalim

Saat Jepang masuk ke Indonesia, Tebuireng tidak luput dari kekejaman mereka. Bahkan Kiai Hasyim sendiri juga terkena imbasnya. Beliau dipaksa membungkuk untuk melakukan Seikerei ke arah matahari. Beliau dengan tegas menolak.

Beliau juga paham menolak memiliki arti apa. Tak pelak beliau disiksa dan dipenjara. Di dalam penjara beliau juga tidak mau tunduk. Tegas beliau menjawab jujur dari hati dengan keteguhan iman. Akhirnya jari-jari beliau terluka parah akibat siksaan Jepang.

Saat masa penjajahan Belanda pun, beliau menolak tunduk. Dengan tegas ingin tegak pada pendiriannya sejak awal, berdakwah dan membebaskan umat dari kesengsaraan. Beliau tegas mengajak masyarakat meninggalkan perburuhan pabrik, dan beralih ke pertanian, perkebunan, perdagangan, dan peternakan.

Beliau tegas saat santri-santrinya diganggu oleh mereka. Ketidaktundukan itu tentu membawa dampak, yaitu jalan terjal dalam setiap proses perjuangannya. Namun, hal itu, dapat dilewati oleh beliau.

3. Tegas Mengerluarkan Fatwa-fatwa Melawan Penjajah

Melalui fatwa beliau banyak menunjukkan ketegasan sikap terhadap kepentingan umat. Dalam konteks ini adalah sikap terhadap penjajah. Beberapa kali beliau mengeluarkan fatwa tentang sikap terhadap Belanda di antaranya:

1. Haram memberikan darah oleh Umat Islam kepada Belanda dalam peperangan melawan Jepang.

2. Peperangan mempertahankan Indonesia di bawah naungan Belanda melawan Jepang bukan merupakan perang sabil atau jihad di jalan Allah.

3. Dilarang berpakaian menyerupai orang Belanda (seperti bersepatu dan berdasi). Fatwa ini dicabut saat selesai penjajahan Belanda.

KH. Hasyim, pasca kemerdekaan, mengeluarkan fatwa yang cukup menggemparkan Belanda (sekutu) yang ingin menjajah Indonesia kembali. Fatwa itu, yaitu bahwa naik haji dengan menggunakan kapal Belanda pada masa perjuangan revolusi pasca merdeka adalah haram hukumnya.

Fatwa ini ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama kala itu secara luas. Fatwa itu dikeluarkan Sang Kiai ketika Gubernur Hindia-Belanda, Van der Plaas mengeluarkan kebijakan politik yang sangat licik  pada masa-masa revolusi antara tahun 1946-1948.

Seolah-olah ingin menolong umat Islam, dengan mengumumkan bahwa bagi ummat yang  hendak melaksanakan ibadah haji akan disediakan fasilitas selengkapnya dan dijamin keamanannya.

Namun dibalik kebijakan itu, sesungguhnya terselip tipu muslihat dan sekadar intrik politik untuk meraup simpati umat Islam Indonesia saja. Padahal jika ditilik kebijakan pemerintahan Hindia Belanda pada masa itu, sangatlah bernafsu untuk kembali menanamkan kekuasaannya.

Umat Islam terkecoh. Berbondong-bondong mendaftarkan diri. Karena sebelumnya memang ibadah haji sangat sulit sekali diizinkan. Kiai Hasyim Asy’ari tahu bahwa tujuan Van der Plaas membantu umat Islam dalam menjalankan rukun Islam itu bukan untuk menolong, tetapi sebuah tipu muslihat untuk mengalihkan kesetiaan pada bangsa sendiri.

Haji politis semacam itu tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Kiai Hasyim Asy’ari. Fatwa itu cukup membuat Van der Plas bingung. Banyak umat Islam yang sudah mendaftarkan diri berangkat haji menggunakan kapal Belanda, urungkan niatnya dan mundur.

Akibat itu, Belanda geram dan mengerahkan pasukannya. Belanda mengira Tebuireng merupakan antek Jepang dan mendukung kedatangan mereka ke pertiwi. Pondok Tebuireng diblokade Belanda.

Salah satu santri Kiai Hasyim, Kiai Affandi Nganjuk, dalam wawancara dengan Tebuireng Online menceritakan saat itu, jika santri keluar gerbang, akan mati, dari luar masuk juga bisa mati. Untuk itu, Kiai Hasyim mengajak para santri yang pada saat itu menurut Kiai Affandi, sudah mencapai 1500an jiwa, untuk berkumpul di masjid dan membaca surat Yasin bersama-sama.

Setelah itu, pasukan Belanda mundur dengan sendirinya. Tekanan Belanda kepada Tebuireng makin masif, tidak hanya jalur kekerasan, diplomasi dengan bujuk rayu juga dilakukan agar fatwa-fatwa Kiai Hasyim yang merugikan Belanda dihentikan.

Tapi Kiai Hasyim tak bergeming sama sekali. Bahkan pada tahun 1938, di Tebuireng sudah dikibarkan bendera Merah Putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya oleh para santri Tebuireng.

Hal ini tentu semakin membuat Belanda kalang kabut, karena di tempat lain, menunjukkan Merah Putih saja masyarakat tidak berani, sedangkan di Tebuireng sudah dikibarkan sepaket dengan Indonesia Raya karya WR Soepratman.

Fatwa penting lain juga dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari bersama ulama se-Jawa dan Madura ketika mengeluarkan Fatwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Saat itu Belanda (NICA) yang membonceng pasukan sekutu (Inggris) hendak kembali menduduki wilayah Indonesia dalam Agresi Militer Belanda II.

Fatwa Jihad tersebut seketika menggelorakan semangat juang rakyat Indonesia dari seluruh penjuru tanah air untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari mempunyai esensi bahwa berjuang mempertahankan kemerdekaan merupakan kewajiban agama. 

Kiai Hasyim pernah menyampaikan pidato tegas dan berapi-api dalam acara pertemuan ulama seluruh Jawa Barat di Bandung. Pidato ini dimuat dalam Soeara Masjoemi 15 Agustus 1944 dikutip oleh Samsul Ma’arif dalam bukunya Mutiara- Mutiara Dakwah KH Hasyim Asy’ari, hal. 294.

Kiai Hasyim mengatakan:

“Kita seharusnya tidak lupa bahwa pemerintahan dan pemimpin mereka (Belanda) adalah Kristen dan Yahudi yang melawan Islam. Memang benar, mereka seringkali mengklaim bahwa mereka akan netral terhadap berbagai agama dan mereka tidak akan menganak emaskan satu agama, akan tetapi jika seseorang meneliti berbagai usaha mereka untuk mencegah perkembangan Islam pastilah tahu bahwa apa yang mereka katakana tidak sesuai dengan apa yang mereka praktikkan. Kita harus ingat bahwa Belanda berusaha agar anak-anak kita menjauhkan mereka dari ajaran-ajaran Islam dan mencekoki mereka dengan kebiasaan buruknya. Belanda telah merusak kehormatan Negara kita dan mengeruk kekayaan. Belanda telah mencoba memisahkan ulama dari umat. Dalam berbagai hal, Belanda telah merusak kepercayaan umat terhadap ulama dengan berbagai cara”.

4. Tegas dalam Prinsip Keagamaan

Beliau pernah memfatwakan bahwa penggunaan kentongan untuk memanggil shalat, haram hukumnya. Didasarkan bahwa kentongan menyerupai lonceng yang dipakai umat nasrani di gereja-gereja mereka.

Pendapat itu sangat tegas ditulis dalam ar Risalah al Musammah bi al Jasus fi Bayani Hukmi an Naqus, dan dimuat di jurnal bulanan milik NU. Tulisan itu dibantah oleh Kiai Faqih Maskumambang Gresik.

Kedua adalah sahabat, namun sama-sama tegas dalam pendirian terhadap sikap. Contoh lagi, beliau dengan tegas mengkritik perayaan maulid Nabi Muhammad SAW yang berkembang di masyarakat saat itu dengan agenda-agenda yang disinyalir oleh Kiai Hasyim berbau kemaksiatan dan kemungkaran.

Kiai Hasyim pernah membubarkan sebuah majlis maulid Nabi yang diisi dengan pencak, musik-musikan, bercampurnya laki-laki dan perempuan, serta tertawa terbahak-bahak bersamaan dengan pembacaan shalawat, puji-pujian dll.

Hal itu tertuang dalam kitab At Tanbihat Al Wajibat liman Yashna’ul Maulid bil Munkarat. Dalam Risalah Ahlusunnah wal Jama’ah beliau juga tegas mengatakan bahwa penting bagi umat untuk bermadzhab yang empat, Maliki, Syafi’i, Hanafi, dan Hanbali.

Itu dilontarkan oleh beliau ketika banyak gerakan-gerakan tajdidul Islam oleh beberapa tokoh yang ingin kembali kepada Al Quran dan Sunnah dengan mengesampingkan madzhab dan pendapat ulama.

Masih banyak lagi contoh ketegasan beliau dalam beberapa kisah dan literatur yang menarik untuk digali. Sikap tegas beliau tentu dibarengi dengan pengetahuan soal konsekuensi yang mengekor pada setiap keputusan itu.

Tapi beliau berani mengatakan benar adalah benar. Berani mengutarakan pendapat dan fatwa. Tetapi uniknya beliau tetap menghormati pendapat orang lain dan tidak memaksakan pendapatnya diikuti oleh semua orang.

Sumber:

1. Buku Karangan Tersiar, Sejarah Hidup KH. A. Wahid Hasyim, karya Abu Bakar Atjeh, Karangan Tersiar, Sejarah Hidup KH. A. Wahid Hasyim terbitan Pustaka Tebuireng.

2. Wawancara dengan Santri Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Affandi Nganjuk dan Kiai Abdurrahman Badjuri Purworejo.