sumber foto: nu.or.id

Oleh: Wan Nurlaila*

Nama Maskumambang Gresik tidaklah asing bagi KH. Hasyim Asy’ari. Beliau sudah mengenalnya sebelum mereka bertiga (Kiai Adlan dan kakanya) menuntut ilmu di pondok Pesantren Tebuireng, karena di sana terdapat pesantren besar. KH. Faqih Abdul Djabbar, paman KH. Adlan Aly yang kala itu menjadi pengasuh pesantren Maskumambang generasi kedua yang merupakan teman seangkatan KH. Hasyim Asy’ari.

KH. Hasyim Asy’ari memiliki santri yang hebat-hebat, salah satunya yaitu KH. Adlan Aly, Pendiri Pesantren Putri Walisongo Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dan Ketua Umum pertama Jam’iyyah Ahli-Thariqah Al-Mu’tabarahan-Nahdliyyah, organisasi tarekat di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ini dikenal sebagai sosok yang wara’, zuhud, dan tawadlu’.

Kiai Adlan dilahirkan pada tanggal 3 Juni 1900 di Pesantren Maskumambang, Kabupaten Gresik, dari pasangan Hj Muchsinah dan KH Ali. KH. Adlan Aly kecil (umur 5 tahun), beliau memulai pendidikannya dengan belajar agama Islam kepada pamannya KH. Faqih di pondok pesantren Maskumambang, setelah berusia 14 tahun beliau melanjutkan belajar dengan menghafal al-Qur’an kepada KH. Munawar Kauman Sedayu Gresik. Empat tahun kemudian beliau mengikuti kakaknya mondok di Pesantren Tebuireng Jombang.

Saat menjadi santri di Tebuireng, KH. Adlan Aly menjadi kepercayaan dan santri kesayangan KH. Hasyim Asy’ari. Pasalnya beliau adalah Hafidz al-Qu’ran dan alim. Tak jarang KH. Hasyim sering meminta pendapat kepada beliau bilamana ada permasalahan seputar fiqh. Beliau sering diminta menjadi imam mengantikan KH. Hasyim saat berhalangan hadir. Khususnya saat Ramadhan, menjadi imam shalat tarawih di masjid Tebuireng.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sejak saat itu, KH. Adlan Aly kerap menjadi qori’ dan guru dalam kegiatan belajar mengajar di Tebuireng. Hampir setiap hari kesibukannya diisi untuk mengajar kitab dan menerima setoran hafalan Qur’an para santri. Membantu pesantren gurunya yang sangat beliau kagumi. Hingga puncaknya beliau mendirikan pondok putri Walisongo di Cukir dan masih eksis sampai sekarang.

KH Adlan Aly merupakan seorang wali yang mempunyai banyak karomah, diantaranya saat beliau mengajar Kitab Fathul Qarib, ketika pembahasan tepat pada bab Istisqa’ (ritual memohon hujan), anehnya langit Tebuireng menjadi gelap. Ketika beliau membaca bab tersebut lalu mempraktekan shalat istisqa’ dan mengalungkan sorban ke pundaknya dalam seketika itu hujan turun dan mengguyur halaman pondok.

Terhitung tiga kali KH. Adlan Aly melangsungkan pernikahan meski demikian beliau tidak berpoligami. Artinya KH. Adlan Aly menikah lahi setelah istri–istri beliau meninggal dunia. Ketiga istri beliau adalah nyai Hj. Romlah, nyai Hj. Halimah, nyai Hj. Musyafa’ah.

Pada 1990 kiai sepuh NU berkurang lagi. Kaum sarungan kahilangan kiai Adlan Aly kiai yang oleh masyarakat dikenal lemah lembut, tawadhu’ dan sangat hormat kepada guru. Wasiatnya waktu itu, orang NU di Golkar maupun PPP agar tetap rukun. Sabtu pagi, 6 oktober 1990, adalah Sabtu sendu yang tak terlupakan bagi warga nu serta para kiai dan santri. Pukul 06:30 wib, KH. Adlan Aly berpulang ke rahmatullah setelah menjalankan perawatan selama 12 hari di RSUD Jombang. Kiai sepuh yang dikenal lemah lembut, santun dan tawadhu’ ini kembali ke rafiqil ‘ala dalam usia 90 tahun.

Sumber: Buku Kiai Sufi, karya Mohamad Anang Firdaus.

Sumber: LADUNI.ID – Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman