Oleh: Ustadz Yusuf Soeharto*

Syekh Sufyan al-Tsaury bercerita, “Saya tinggal di Mekah selama tiga tahun. Ada seorang lelaki penduduk Mekah di setiap siang hari datang ke Masjid, kemudian tawaf dan salat dua rakaat. Setelah selesai salat, ia mengucapkan salam kepada saya. Kemudian dia pulang ke rumahnya. Dengan peristiwa ini, dalam hati saya timbul rasa senang, dan cinta sehingga saya berulang kali datang kepadanya.

Pada suatu hari ia sakit dan mengundang saya untuk datang kepadanya. Ia kemudian berkata, ‘Jika nanti meninggal dunia, saya minta engkau memandikan, mensalati, kemudian memakamkan saya. Jangan tinggalkan saya sendirian di kuburan pada malamnya, dan talqinlah saya dengan kalimah tauhid ketika ditanya malaikat Munkar Nakir.’

Saya pun menyanggupinya.

Ketika ia meninggal, saya melakukan seperti apa yang ia minta dan saya pun bermalam di sisi kuburannya. Pada malam itu, ketika saya antara tidur dan terjaga, terdengar suara dari atas memanggil saya, ‘Wahai Sufyan. Dia tidak perlu penjagaanmu, talqinmu, dan penemananmu, karena saya sudah menemani dan menalqinnya.’

Lalu saya bertanya, ‘Dengan apa?’ Suara itu menjawab, ‘Dengan puasanya pada bulan Ramadhan dan susulan enam hari puasa sunnah Syawal.’

Lalu saya terbangun dan saya tidak melihat seorangpun di dekat saya. Lalu saya berwudhu dan salat, hingga saya tertidur.

Suara itu pun terdengar lagi hingga tiga kali. Sehingga saya pun tahu bahwa suara itu bukan dari setan. Kemudian saya meninggalkan kuburan itu dan saya berdoa,

اللهم وفقني لصيام ذلك بمنك وكرمك أمين.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Ya Allah, tolonglah saya untuk dapat berpuasa seperti itu, dengan anugerah dan kemurahan-Mu. Aamiin.”

Dengan cerita ini nyatalah kebenaran bahwa yg menemani manusia ketika sudah meninggal dunia itu adalah semata amal ibadahnya selama di dunia. Semoga kita istiqamah beribadah wajib dan sunnah, contohnya dengan berpuasa Ramadhan yang disusuli dengan puasa sunnah enam Syawal.


*Sumber: An-Nawadir, terbitan al-haramain karya Syekh Al-Qalyuby, hal. 23-24.