Ilustrasi pemimpin

Dalam membangun sistem pendidikan yang berkualitas, kepemimpinan merupakan elemen yang tidak dapat diabaikan. Pendidikan Islam, sebagai sebuah entitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan spiritual, membutuhkan pemimpin yang mampu mengintegrasikan visi pendidikan dengan tujuan mulia, yakni meraih keridhaan Allah SWT. Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin menawarkan panduan berharga tentang bagaimana kepemimpinan dalam pendidikan Islam seharusnya dijalankan.

Dalam pandangan Al-Ghazali, pemimpin pendidikan harus memahami bahwa tugasnya lebih dari sekadar pengelolaan administratif. Kepemimpinan adalah sebuah amanah besar yang melibatkan tanggung jawab spiritual. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Q.S. An-Nisa: 58:

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Ayat ini menjadi landasan bahwa seorang pemimpin, terutama dalam pendidikan Islam, harus menunaikan amanahnya dengan adil dan bijaksana. Penggunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi adalah hal yang tercela. Sebaliknya, seorang pemimpin yang menjadikan kekuasaannya sebagai sarana untuk memajukan lembaga pendidikan dan melayani masyarakat akan mencapai derajat yang terpuji.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pemimpin Sebagai Teladan

Salah satu poin utama dalam pemikiran Al-Ghazali adalah bahwa pemimpin pendidikan harus menjadi teladan dalam setiap aspek kehidupannya. Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. قَالَ: وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ: وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kamu pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar terhadap yang dipimpinnya. Kejujuran, kesabaran, dan rasa tanggung jawab adalah sifat-sifat utama yang harus dimiliki pemimpin. Dengan sifat-sifat tersebut, seorang pemimpin dapat membangun kepercayaan dan rasa hormat dari mereka yang dipimpinnya.

Pemimpin yang baik juga harus mampu menjaga keseimbangan antara kebutuhan organisasi dan individu yang ada di dalamnya. Dalam Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali menekankan pentingnya seorang pemimpin memahami kebutuhan primer lembaga yang dipimpinnya sebelum memprioritaskan kebutuhan lainnya. Hal ini mencakup pengelolaan sumber daya yang bijaksana, penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai, dan dukungan terhadap pengembangan guru serta siswa.

Kepemimpinan yang Terikat Syariat

Imam Al-Ghazali menggarisbawahi bahwa kepemimpinan dalam pendidikan Islam harus selalu terikat dengan syariat. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Ali Imran: 104:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Ayat ini menegaskan bahwa seorang pemimpin pendidikan tidak hanya bertugas mengelola lembaga pendidikan, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai Islam. Kepemimpinan yang terikat syariat mencerminkan ketaatan kepada Allah SWT dan komitmen untuk menjadikan pendidikan sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya.

Tantangan Modern dalam Kepemimpinan Pendidikan

Di era modern ini, kepemimpinan pendidikan menghadapi tantangan baru yang tidak dialami oleh pemimpin di masa lalu. Salah satunya adalah integrasi teknologi ke dalam proses pembelajaran tanpa mengabaikan nilai-nilai moral dan spiritual. Pemimpin pendidikan harus mampu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan aksesibilitas dan efektivitas pembelajaran, sambil tetap menjaga agar nilai-nilai Islam tetap menjadi panduan utama.

Selain itu, dinamika sosial dan politik juga menjadi tantangan tersendiri. Pemimpin pendidikan harus memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk dalam menghadapi konflik sosial. Dalam konteks ini, Al-Ghazali menekankan pentingnya pemimpin memiliki sikap empati dan tanggap terhadap kebutuhan mereka yang dipimpinnya.

Menghidupkan Kembali Nilai Kepemimpinan Al-Ghazali

Menghidupkan kembali nilai-nilai kepemimpinan yang diajarkan oleh Al-Ghazali dapat menjadi solusi untuk memperbaiki sistem pendidikan Islam. Pemimpin harus memahami bahwa tanggung jawab yang diembannya bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Q.S. Al-Mu’minun: 8.

وَالَّذِيْنَ هُمْ لِاَمٰنٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ ۙ

Artinya: “(Sungguh beruntung pula) orang-orang yang memelihara amanat dan janji mereka.”

Ayat ini mengingatkan pentingnya menjaga amanah dalam menjalankan tugas kepemimpinan. Pengabdian yang tulus dan kepatuhan terhadap syariat harus menjadi landasan utama dalam setiap kebijakan yang diambil.

Penutup

Kepemimpinan dalam pendidikan Islam, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Ghazali, bukan sekadar tugas manajerial. Ia adalah amanah besar yang mengintegrasikan tanggung jawab spiritual, moral, dan sosial. Dengan menjadikan syariat sebagai pedoman, seorang pemimpin tidak hanya memajukan lembaga pendidikan secara administratif tetapi juga menciptakan generasi yang berakhlak mulia. Semoga pemikiran ini menginspirasi pemimpin pendidikan Islam masa kini untuk membangun sistem pendidikan yang berorientasi pada keridhaan Allah SWT. Wallahu a’lam.

Baca Juga: Muhasabah Diri dalam Pandangan Imam al-Ghazali

Penulis: Eko Prayitno