Jajaran Pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton dalam studi banding ke Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, di Aula Bachir Lantai 3 Gedung Yusuf Hasyim, Sabtu (08/04/17). (Foto : Ririf)

Tebuireng.online- Segenap jajaran Pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo melakukan studi banding ke Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Pertemuan tersebut berlangsung  di Aula Bachir Lantai 3 Gedung Yusuf Hasyim, Sabtu (08/04/17).

Abdul Hakim Mahfudz, Wakil Pengasuh Pondok Pesantren selaku perwakilan Pondok Pesantren Tebuireng mengaku senang atas kedatangan tamu dari sesama saudara pesantren. Menurutnya seluruh pesantren adalah saudara.

“Pada saat Gus Dur masih ada, Gus Dur selalu bilang ‘itu ponakan-itu ponakan’ dari pesantren ini itu, jadi kesimpulannya itu hampir semua pondok itu keluarga, nyambung, Tebuireng itu nyambung dengan Paiton,” ujar beliau.

Dalam forum dialog tersebut, nampak kedua belah pihak bertukar pola pengembangan pesantren di era saat ini. Baik masalah santri, sekolah, maupun integrasi antara kurikulum pesantren dengan sekolah.

Ketika menyoal tentang semakin minimnya motivasi santri untuk belajar kitab kuning, H. Lukman Hakim selaku Mudir Bidang Pembinaan Pondok Tebuireng mengungkap bahwa memang harus menggunakan trik khusus untuk memacu motivasi santri dalam belajar kitab kuning.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Kita memberi pemahaman ke santri bahwa kita datang ke Tebuireng untuk menggali dan belajar kitab kuning, karena lulus SMA atau Aliyah dari Tebuireng tidak akan ditanya ilmu umumnya dapat nilai berapa, namun akan ditanya oleh masyarakat adalah kemampuan kepesantrenan dan kitab kuningnya,” jelas beliau.

Ustadz Su’udi selaku Mudir Mu’alimin juga menjelaskan tentang perkembangan Ma’had Aly dan Mu’alimin yang terdapat di Tebuireng. “Sekolah sambil mondok, yaitu saat Kiai Yusuf mendirikan Ma’had Aly adalah sebuah tuntutan dan akhirnya mendirikan Mu’alimin juga,” terang beliau.

Lebih lanjut beliau juga menceritakan proses rekruitmen Mu’alimin di Tebuireng, “Tahun 2008 saya dikasih waktu 4 bulan oleh Gus Sholah untuk memikirkan apa yang harus diajarkan, ‘pyur’ (red, murni) tafaqquh fiqih, akhirnya alhamdulillah tahun 2008 dapat 12 santri, akhirnya tinggal 6 santri, dapat 3 bulan jadi 4 santri, bertahan sampai akhir tahun keluar 1 sisa 3 santri, padahal ustad ada sekitar 25 orang, dengan 25 ustad, santri 3 orang kemudian saya bilang ke Gus Sholah, kata Gus Sholah, Lanjutkan 1 santri pun tetap harus diajar, akhirmya tahun kedua dapat 15 santri seterusnya kemudian dapat 25 dan saat ini mencapai 300 santri, inilah yang kami lakukan,” jelasnya.

Sedangkan menurut KH. Fahmi Amrullah Hadzik atau yang akrab disapa Gus Fahmi mengatakan bila orientasi pesantren tidak hanya pada soal ilmu agama namun juga ilmu alat untuk bisa memahami agama dengan komprehensif.

“Sejak kepemimpinan Gus Sholah tidak semua santri yang lulus dari Tebuireng itu jadi Kiai, namun pondok pesantren memfasilitasi keterampilan santri juga,” tandasnya.


Pewarta : Rif’atuz Zuhro

Editor : Munawara, MS

Publisher : Munawara