Oleh: Quratul Adawiyah*

Kehidupan dunia tidaklah abadi, semuanya pasti akan berakhir sekalipun mereka orang yang memiliki kehebatan yang lebih. Jadi tak perlu dan tak pantas kita mengunggul-unggulkan apa yang kita miliki. Karena kesombongan itu hanya pantas dimiliki Allah SWT. Apalagi mengenai usia, semuanya tidak ada yang tahu dan pasti akan kembali kepada-Nya  meskipun ia kekasih Allah.

Siapa yang tak kenal Nabi Muhammad SAW, yang terkenal dengan  segala budi pekertinya yang baik, segala sifat terpuji ada pada beliau, sangat banyak yang menyayangi beliau, namun apalah daya Allah lebih sayang pada beliau.

Ketika dakwah telah sempurna dan Islam menguasai keadaan, tanda-tanda perpisahan Rasulullah dengan kehidupan  mulai tampak. Ini bisa ditangkap dari sabda dan tindakan beliau, yaitu:

  • Pada bulan Ramadhan 10 H beliau I’tikaf di masjid selama dua puluh hari, padahal sebelumnya beliau tidak I’tikaf kecuali hanya sepuluh hari saja.
  • Jibril menguji bacaan Al-Qur’an dari beliau hingga dua kali.
  • Pada pelaksaan haji  wada’beliau bersabda ,”Aku tidak tahu pasti, mungkin saja aku tidak aku tidak akan bisa bertemu kalian lagi satelah tahun itu dengan keadaan seperti ini.”

Anas bin malik meriwayatkan, bahwa tatkala kaum muslimin sedang melaksanakan shalat subuh pada hari Senin yang diimami oleh Abu Bakar, Rasulullah SAW tidak menampakkan diri kepada mereka. Beliau hanya menyingkap tabir kamar Aisyah dan memandangi mereka yang sedang berbaris dalam barisan shalat. Kemudian beliau tersenyum. Abu Bakar mundur ke belakang hendak berdiri dengan shaf, karena dia mengira Rasulullah akan keluar untuk shalat dan menjadi imam.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Anas menuturkan, kaum muslimin bermaksud hendak menghentikan shalat, karena merasa gembira terhadap beliau. Namun, beliau memberi isyarat dengan tangan agar mereka menyelesaikan shalat. Kemudian beliau masuk bilik dan menurunkan tabir.

Setelah itu Rasullah tidak mendapatkan waktu shalat berikutnya. Waktu Dhuha semakin beranjak. Nabi memanggil putrinya, Fatimah. Lalu beliau membisikkan sesuatu kepadanya hingga dia menangis. Kemudian beliau mendoakan Fatimah. Setelah itu beliau membisikkan sesuatu kepadanya hingga dia tersenyum.

Dalam kesempatan lain, kami menanyakan kejadian ini kepada Fatimah. Dia menjawab,”Nabi Muhammad membisiki aku bahwa beliau akan meninggal dunia, lalu aku pun menangis. Kemudian beliau membisiki aku lagi, berisi kabar gembira bahwa akulah anggota keluarga beliau yang pertama kali akan menyusul beliau, maka aku pun tersenyum. Nabi Muhammad juga menngabarkan kepada Fatimah, bahwa dia adalah pemimpin para wanita semesta alam.

Fatimah bisa melihat penderitaan yang amat berat pada diri Rasulullah. Maka dia berkata,”Alangkah menderitanya engkau, wahai Ayah!” Beliau menjawab,” Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini.” Kemudian beliau memanggil Hasan dan Husain lalu memeluk keduanya dan memeberikan nasihat dan peringatan kepada mereka.

Rasa sakit beliau semakin bertambah berat, ditambah lagi pengaruh racun yang dibubarkan ke dalam daging oleh wanita Yahudi yang beliau makan sewaktu di Khaibar, hingga beliau bersabda,” Wahai Aisyah, aku mesih merasakan sakit karena makanan yang sempat kucicipi di Khaibar. Inilah saatnya bagiku untuk merasakan bagaimana terputusnya nadiku karena racun.”

Beliau juga memberikan nasihat kepada orang-orang,” Shalat, shalat dan perhatikanlah budak-budak yang kalian miliki.” Beliau menyampaikan wasiat ini hingga beberapa kali.

Tibalah detik-detik terakhir dari hidup beliau. Aisyah menarik tubuh beliau ke pangkuannya. Tentang hal ini dia pernah berkata,” Sesungguhnya di antara nikmat Allah yang dilimpahkan kepadaku, bahwa Rasullah SAW meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, dan berada dalam rengkuhan dadaku. Allah menyatukan antara ludahku dan ludah beliau saat wafat.”

Abdurrahman bin Abu Bakar masuk ke dalam sambil memegangi siwak. Saat itu aku merengkuh tubuh beliau. Aku melihat beliau melirik ke siwak di tangan Abdurrahman. Karena aku tahu beliau sangat melirik ke siwak di tangan Abdurrahman. Karena aku tahu beliau sangat suka kepada siwak, maka aku bertanya,”Apakah saya boleh mengambil siwak itu untuk Anda?”

Beliau mengiyakan dengan isyarat kepala. Maka aku menyerahkannya kepada beliau dan menngosokkannya ke mulut beliau. Rupanya gosokanku terlalu keras bagi beliau. Aku bertanya,”Apakah aku harus memelankannya?” Beliau mengiyakan dengan isyarat kepala. Maka aku menggosok dengan pelan-pelan sekali. Di dekat tangan beliau saat itu ada bejana berisi air. Beliau mencelupkan kedua tangan ke dalam air lalu mengusapkannya ke wajah. Sambil berkata,”tiadailah yang berhak disembah selain Allah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya.”

Usai bersiwak, beliau mengangkat tangan atau jari-jari   Mengarahkan pandangan ke arah langit-langit rumah dan kedua bibir beliau bergerak-gerak. Aisyah masih sempat mendengar sabda beliau pada saat-saat itu, “Bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka dari pada nabi, siddiqin, syuhada, dan Shalihin. Ya Allah, ampunilah dosaku dan rahmatilah aku. Pertemukanlah aku dengan kekasih yang maha tinggi, ya Allah, kekasih yang maha tinggi.” Kalimat yang terakhir ini diulang hingga tiga kali yang disusul dengan tangan beliau yang melwmah.

Innalilahi wa Inna ilaihi Raji’un. Beliau telah berpulang kepada kekasih yang maha tinggi. Hal ini terjadi saat pagi sudah terasa panas, pada senin 12 Rabi’ul Awwal 11 H. Beliau wafat pada usia 63 tahun lebih empat hari.


Sumber: Sirah nabawiyah al Makhtum


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari