sumber foto: https://www.ngopibareng.id/imagecache/l-20180611022423menuntut-ilmu-agama.jpg

Oleh: KH. Fawaid Abdullah *

Coba kita perhatikan sejarah Ulama zaman old itu dalam mencari ilmu. Hanya ingin mencari ilmu satu hadist saja rela menempuh jarak yang sangat jauh, dengan medan yang sangat sulit sekalipun, misalnya dari kota Madinah menuju Negeri Syam. Bahkan (hanya) rela ditempuh berjalan dengan kaki sekalipun.

Sungguh mereka itu mempunyai semangat dan motivasi di atas rata-rata dan luar biasa sekali. Mereka sangat cinta kepada orang-orang yang Ahlul Ilmi, menangis ketika ditinggal wafat oleh para guru dan panutannya.

Diceritakan bahwa Mu’ad bin Jabal RA ketika menjelang wafat, para murid-muridnya menangis sejadi-jadinya. Melihat murid-muridnya menangis Mu’ad bin Jabal berkata, “Wahai murid-muridku, apa yang menyebabkan kalian menangis ini?” Murid-muridnya menjawab, “Demi Allah, bukan sebab duniamu kami ini menangis, tetapi aku ini menangis sebab Ilmu dan Iman. Engkau telah ajarkan kepadaku keduanya, dan kini keduanya (juga) akan pergi.” Mu’ad bin Jabal menjawab,”Sungguh, ilmu dan iman tetap akan menempati tempatnya sendiri, dari mana didapat dan diperoleh keduanya.”

Para Ulama zaman old itu tidak pernah malu untuk belajar, apalagi tentang ilmu faedah dan ilmu hikmah dari siapa saja dan dimana saja, walau kepada guru yang sangat jauh sekalipun. Riwayat Imam Al Dailamiy, sungguh Rasulullah SAW bersabda: “Khudz al Hikmah, Ambillah Ilmu Hikmah itu, darimana saja keluar!”. Maka dari itu terkadang para Sahabat Nabi belajar satu ilmu itu justru dari kalangan Tabi’in.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Imam Al Humaidiy, salah seorang murid dari Imam Syafi’i berkata, “Aku ini pernah menemani guruku, Imam Syafi’i menempuh perjalanan dari kota Mekkah menuju Mesir, banyak ilmu faedah dan ilmu hikmah yang dapat aku ambil selama perjalanan itu.”

Imam Ibnu Hanbal berkata, “Imam Syafi’i tidak segan-segan belajar ilmu Hadist kepada ku, Imam Syafi’i berkata, “Antum A’lamu bil Hadist, engkau lebih alim dan lebih memahami ilmu Hadist.”

Begitu sangat hebatnya para Ulama itu, diceritakan bahwa Imam Sam’aniy belajar ilmu itu sampai mempunyai 4.000 guru. Sebagaimana halnya diceritakan juga oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Ibnul Mubarok bahwa pada zaman itu, belajar ilmu seorang murid kepada seorang guru rela walau sangat jauh sekalipun dan hanya satu disiplin ilmu saja.

Mereka itu pada zamannya begitu sangat luar biasa kecintaannya kepada ahli ilmu. Begitu sangat luar biasa memuliakan nya. Ketawadlu’annya, bahkan dengan sering berziarah, sowan dan silaturrahim ke kediaman (rumah) gurunya.

Yang tepat itu, seharusnya memang murid yang mencari atau sowan kepada gurunya. Bukan sebaliknya, guru yang sowan (mencari) murid-muridnya. Zaman now justru terkadang terbalik, guru yang mencari murid. Seharusnya kita ini mencontoh dan mentauladani jejak dan perilaku para Ulama zaman old itu. Generasi saat ini harusnya banyak belajar mengambil ilmu hikmah dari generasi sebelum-sebelumnya, bagaimana cara memperlakukan guru, menghormati guru, menghargai dan memuliakan gurunya demi mendapatkan kemanfaatan dan keberkahan-keberkahan dari para gurunya.

Wallahu A’lam


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


Disadur dari kitab Irsyadul Mukminin, karya Allahyarham Gus Ishom Tebuireng yang Legendaris.