Tebuireng.online— Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan, mengadakan kegiatan kaji banding yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) desa dalam pengelolaan bank sampah. Acara yang berlangsung dari pukul 11.00 hingga 12.30 WIB, pada hari Senin (2/12/2024) ini dihadiri oleh 60 peserta yang terdiri dari ibu-ibu PKK Grobogan, serta Ibu Camat Kedungjati.
Dalam kesempatan tersebut, Gus Bambang Harimurti, Mudir Pemeliharaan Bidang Lingkungan Pesantren Tebuireng, berbagi pengalaman mengenai perjalanan panjang Bank Sampah Tebuireng (BST). Ia menceritakan jatuh bangunnya BST, yang seiring waktu berhasil menerapkan prinsip “bersih, berkah, berlimpah.”
Gus Bambang mengungkapkan bahwa keberhasilan BST bukan hanya tercermin pada kebersihan lingkungan, tetapi juga pada dampak positif yang dirasakan oleh individu-individu di dalamnya, seperti Ahmad Faozan yang dipercaya menjadi dosen setelah tiga bulan menjabat sebagai Direktur BST, bahkan memperoleh beasiswa kuliah S3 di UIN Malang.
Mengutip pepatah Jawa “Yen wani ojo wedi-wedi, yen wedi ojo wani-wani” (Jika berani, jangan takut, jika takut, jangan berani), Gus Bambang menekankan bahwa mengelola bank sampah memerlukan keberanian dan tekad yang kuat.
Ia menceritakan bagaimana BST, yang awalnya sering menghadapi kebangkrutan, berhasil bangkit dengan strategi yang lebih terukur dan berbasis data. Dengan dukungan tim yang solid dan kesepakatan yang terukur, BST kini menjadi pusat kajian akademis yang dapat dipertanggungjawabkan.
Baca Juga: Direktur BST Kupas Kunci Sukses Manajemen Bank Sampah
Dalam ceritanya, Gus Bambang menyebutkan bahwa pada awal berdirinya, BST menghadapi banyak tantangan, termasuk kesulitan dalam memilah sampah dari masyarakat. Meskipun sempat mengalami kebangkrutan, BST terus berinovasi dengan mengembangkan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan mengolah satu ton sampah setiap hari dari sekolah-sekolah dan pondok pesantren di Tebuireng. Dengan bimbingan dari pihak swasta, seperti PT Danone, BST berhasil menemukan cara yang lebih efisien dalam mengelola sampah, termasuk cara menjualnya ke pabrik.
Selain itu, Gus Bambang juga menekankan pentingnya pengelolaan administrasi yang terpisah dari keuangan dalam bank sampah. Minimal, sebuah bank sampah membutuhkan tiga orang, yakni sekretaris, bendahara, dan petugas pemilah sampah. Pengelolaan yang baik dan sistem pendataan yang terorganisir, seperti penggunaan aplikasi, menjadi salah satu kunci kesuksesan BST. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, seperti kesulitan menemukan pengepul yang jujur dan keterbatasan anggaran, BST terus berusaha keras untuk memperbaiki kondisi dan mengembangkan usahanya.
Berkat kerja keras dan pembenahan yang dilakukan, BST kini dapat bernafas lega. Mereka sudah mampu mengelola sampah dengan lebih terstruktur dan profesional. Gus Bambang menutup ceritanya dengan pesan yang mendalam, “Selain bersih lingkungan, kita juga membersihkan hati, menjaga bumi, memiliki kemauan yang kuat, konsistensi yang mantap, serta amanah yang dibebankan kepada kita.”
Kegiatan kaji banding ini menjadi contoh nyata bagaimana kearifan lokal dalam tata kelola Bank Sampah Tebuireng dapat diterapkan dalam pengelolaan sampah di desa-desa lain. Melalui ketekunan, kreativitas, dan kerjasama yang baik, pengelolaan bank sampah dapat menjadi salah satu solusi untuk menjaga kebersihan lingkungan sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Pewarta: Aulia