Jamak diketahui, bahwa di dunia ini tidak ada orang yang 100 persen baik, yang ada hanyalah orang orang yang berusaha untuk terus lebih baik dari hari ke hari. Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Al-Hakim yaitu, “Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka.“
Baik tidaknya seseorang juga tergantung pada karakter yang dimiliki. Karakter, baik positif atau negatif, akan menimbulkan konsekuensi yang berbeda. Mayoritas orang seringkali menganggap bahwa karakter itu tidak bisa dirubah. “Aku orangnya ya gini, dari lahir, gak bisa kayak gitu” dan lain sebagainya. Sehingga timbullah pertanyaan, benar nggak sih? Kalau memang karakter lahiriah itu bersifat melekat abadi dan tidak bisa direvisi?
Baik, kita bahas dari segi ilmiah terlebih dahulu. Sebuah studi Journal of Personality and Social Psychology mengatakan bahwa seseorang bisa dengan sadar, mengubah kepribadian mereka sendiri, dengan mengubah kebiasaan pribadi dan melakukannya secara berkelanjutan. Studi lainnya, dalam Journal of Personality menunjukkan bahwa perubahan kepribadian yang positif, bisa terjadi ketika ia menjalani kehidupan yang penuh makna.
Sehingga data ini bisa menepis statement mereka, yang percaya bahwa karakter atau kepribadian tidak bisa diubah, karena alasan lahiriah. Sebab dengan berbagai pengalaman yang ada, manusia akan terus-menerus berkembang. Menjadi lebih baik dan akan semakin lebih baik. Faktor lingkungan serta pengalaman hidup seseoranglah yang menempa seseorang itu sendiri. Bahkan ada kata-kata yang fenomenal dari Tan Malaka, “Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk.”
Kalimat ini jelas menegaskan bahwa, semakin banyak masalah, perisitiwa pahit, hal yang menyesakkan, bukan malah membentuk seseorang itu menjadi lemah. Melainkan, semakin kuat dan tabah.
Masih belum cukup dengan data yang disampaikan penulis di atas? Perlu dalil yang berdasarkan ilmu agama agar semakin mantap untuk mempercayainya? Boleh, Di sini penulis juga telah menyiapkan ibarot atau dalil dari kitab Mauidotul Mukminin, karya Syekh Jamaluddin Al-Qosimiy, yang mana kitab ini merupakan petikan dari kitab Ihya’Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
“Jika memang akhlak tersebut tidak bisa menerima perubahan, lalu untuk apa wasiat, mauidhoh, dan pendidikan adab? karena itu Rosulullah SAW bersabda: Perbaguslah akhlak kalian semua.” Mauidhotul Mukminin, hal. 188, Cet. Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah.
Syekh Jamaluddin Al-Qosimy, juga menambahkan keteranganya yaitu, lalu bagaimana mungkin hal tersebut (perubahan akhlak) bagi manusia itu diingkari? Jika hewan saja itu sangat mungkin untuk mengalami sebuah perubahan sikap, seperti contoh kuda yang liar, itu bisa menjadi jinak.
Dari penjelasan tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa, perubahan karakter atau akhlak itu masih bisa direvisi. Karena hewan saja, itu sangat bisa mengalami perubahan karakter. Apa lagi dengan manusia, tentu jelas sangat bisa.
Dengan demikian, dari kata pertama penulis ketik diartikel ini, penulis sangat yakin. Bahwa karakter yang bersifat lahirriyah, itu sangat mungkin untuk direvisi. Selagi pribadi manusia itu sendiri tetap mau berjuang untuk berjuang, lebih baik lagi. Karena toh, Allah SWT memerintahkan hambanya untuk berserah, bukan menyerah.
Jombang, 11 Agustus 2023
Ditulis oleh Soni Fadjar A, santri Madrasah Mu’allimin Hasyim Asy’ari