Oleh : Mujibuddin*

Dalam catatan sejarah dunia Internasional, di situ ditemukan segala jenis peradaban dan  kebudayaan. Romawi, Persie, Yunani, Arab, Mesir, China dan masih banyak lagi dari negara-negara Timur adalah contoh peradaban besar yang ikut mewarnai sejarah dunia. Dari semua jenis peradaban tersebut mempunyai ciri tersendiri, ada yang membawa doktrin agama dan juga ada yang membawa budaya lokal.

Tidak bisa dipungkiri dari sekian banyak ciri dan jenis-jenis peradaban tersebut juga mempunyai dampak positif, terutama dalam hal kemajuan zaman. Kemajuan zaman ini dibawa oleh semua peradaban yang berkuasa, seperti pada zaman peradaban Islam yang berakhir di sekitar abad 13 dan diteruskan di Eropa sampai muncul apa yang disebut zaman modern. Khususnya setelah revolusi prancis dan revolusi industri.

Saat ini zaman modern masih terus diimpikan oleh semua negara dunia ketiga. Hal ini disebabkan karena zaman modern mampu membuat keadaan masyarakat atau negara menjadi sejahtera. Kemampuan tersebut didasari oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin lama semakin canggih. Kemajuan ilmu pengetahuan ini, menurut August Comte pada tahapan ini manusia mampu berkembang dari yang metafisik ke positifistik. Manusia mampu berkembang dari hal-hal bersifat gaib ke tahapan ilmiah. Ketika manusia masih mempercayai hal-hal yang bersifat gaib, maka manusia menurut Augus Comte belum bisa diklasifikasikan sebagai manusia ilmiah atau modern.

Banyak negara-negara yang ingin memodernisasikan negaranya ke tahapan ilmiah, salah satunya Indonesia. Di Indonesia banyak gerakan-gerakan modernisasi yang bertujuan memberikan kesadaran bahwa dunia saat ini membutuhkan yang ilmiah. Gencar gerakan itu mengarah kepada sisi pendidikan. Termasuk juga lembaga pendidikan agama. Banyak lembaga pendidikan agama di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal bersifat irasional, salah satunya di kalangan pesantren.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lahirnya pesantren di Indonesia, khususnya di Jawa tidak lepas dari peran para wali. Pada awal masuknya Islam di Indonesia, para wali mendakwahkan ajaran agama Islam di sebuah gazebo/pendopo milik orang-orang lokal. Sehingga pada akhirnya pendopo tersebut menjadi tempat khusus untuk mengajarkan ajaran agama kepada masyarakat. Setelah pendopo tersebut ditetapkan sebagai tempat untuk belajar, maka orang-orang lokal mendirikan gubuk/rumah kecil di sebelah pendopo, agar jangkuan mereka ke tempat pendopo tidak jauh. Dari situlah lahir sebuah kawasan yang disebut pesantren.

Pada awal berdirinya, pesantren hanya mengajarkan ajaran-ajaran agama Namun pada saat setelah Indonesia merdeka, banyak orang-orang reformis meminta agar pesantren juga ambil andil dalam masalah pendidikan umum untuk kemajuan pendidikan negara. Hal ini disebabkan karena lembaga pendidikan pesantren sudah mengakar di bumi Jawa, atau bisa dikatakan lembaga pendidikan yang paling tua di Jawa. Dari alasan inilah banyak menuai kontroversi, baik dari kalangan tradisionalis dan kalangan reformis. Salah satu alasan kalangan tradisionalis yang menginginkan pesantren tidak berubah adalah mereka ingin menjaga keaslian ajaran-ajaran dari para wali, sedangkan salah satu alasan dari reformis adalah mereka ingin lembaga pesantren juga bisa bersaing di dunia modern saat ini.

Terlepas dari kontroversi di atas, mengingat bahwa sudah banyak pesantren-pesantren di Jawa dan derah lainnya yang mempunyai dua kutub pendidikan dalam satu lembaga, yaitu pendidikan sekolah umum dan pendidikan pesantren sendiri. Hal ini dimaksudkan agar para santri ketika keluar dari pesantren bisa mengetahui hingar-bingar yang terjadi di dunia ini, baik masalah agama, ekonomi, sosial-politik, dll. Contoh saja, Pesantren Tebuireng Jombang. Di pesantren ini terdapat dua pendidikan, yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan umum, bahkan pendidikan umumnya sampai tingkat Perguruan Tinggi. 

Inilah yang membuat pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan yang lengkap. Hal ini dikarenakan dalam lembaga pesantren, para santri dibekali dua ilmu secara langsung, yaitu ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Ilmu agama sebagai kekuatan moral dan diharapkan berguna untuk bekal spiritual menghadap tuhannya dan bersikap baik terhadap sesamanya, sedangkan ilmu pengetahuan umum sebagai bekal masa depan dalam mengembangkan potensi diri, potensi alam, dan potensi kauniyah yang diberikan Allah kepada manusia.  

Dilihat dari uraian di atas, sudah barang tentu pesantren melakukan gerakan modernisasi. Gerakan ini adalah sebuah jawaban dari permintaan zaman modern. Sehingga pada akhirnya dari awal kelahiran pesantren hingga saat ini, pesantren mampu menununjukkan kemampuannya untuk menyesuaikan keadaan zaman tanpa kehilangan jati dirinya.

*Penulis adalah alumni Pesantren al-Amin Mojokerto dan Mahasiswa semester 4 di Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.