Penggagas Trensains, Prof. Agus Purwanto, D.Sc. (Foto. dok.istimewa)

Tebuireng.online– Guru Besar merupakan puncak dari tingkatan seorang dosen, Penggagas Pesantren Sains (Trensains) mendapat gelar Guru Besar dalam bidang Fisika Teoritik berdasarkan SK Guru Besar nomor 74921/MPK/KP/2020.

Sebelumya Prof. Agus Purwanto, D.Sc. meraih gelar doktor dari Universitas Hirosima Jepang pada usia 38 tahun dan berencana menjadi professor 7 tahun kemudian. Namun, karena kesibukan beliau juga sebagai seorang aktivis dakwah sehingga gelar Guru Besar baru bisa direalisasikan pada tahun ini (2020).

Sepulang dari Jepang, penggagas Trensains yang akrab disapa Guspur (akronim dari Agus Purwanto) itu yang merupakan seorang aktivis dakwah dan akademik telah ditunggu umat dan mengharuskannya banyak keliling kota bahkan negara untuk urusan dakwah.

Guspur memutuskan untuk berhenti berdakwah dengan menulis buku yang berisi kajian dalam berdakwah (ceramah) untuk menjawab pertanyaan masyarakat luas. Pada tahun 2008 terbitlah buku Ayat-Ayat Semesta dengan itu berdalih berhenti dakwah.

Undangan ceramah dan pembicara semakin berdatangan, seperti yang diungkapkannya, “niat awal saya menulis buku untuk berhenti berdakwah karena saat ceramah pertanyaanya serupa, saya berpikir dengan menulis buku jadi orang bisa tau dari baca buku saja sekaligus menjawab pertanyaan. Alih-alih berhenti berdakwah, malah undangan ceramah, bedah buku, pemateri semakin berdatangan.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada tahun 2008-2012 pengajuan Guru Besar terhalang syarat-syarat administrasi. Di tahun 2013 beliau disibukkan dengan realisasi Trensains di Sragen dan Tebuireng, sehingga memutuskan untuk meninggalkan administrasi Guru Besar.

Saat Trensains telah meluluskan santri (2017) dan didukung para asatidz sudah berpengalaman dalam mengurus Trensains, Sang Penggagas Trensains itu meminta izin untuk mengurus administrasi Guru Besar (2018).

Pengajuan guru besar yang membuahkan hasil pada tahun ini, perjalanan beliau dimulai pada bulan Agustus 2018 dengan mengajukan di tingkat universitas (ITS), setahun kemudian masuk pengajuannya. Tanggal 27 Maret 2020 dipersilahkan Senat Guru Besar ITS untuk menyampaikan visi misi terkait Guru Besar.

Pada 29 September 2020 SK Guru besar tersebut turun. Kesan yang beliau rasakan saat itu, “perasaan lega, satu urusan terselesaikan.”

Menurutnya, menjadi Guru Besar puncak dari tingkatan seorang dosen bukanlah hal yang mudah karena harus melewati tingkatan sebelumnya (Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala) selain itu syarat administrasinya harus terpenuhi.

Syarat administrasi menjadi Guru Besar adalah jumlah angka kredit kumulatif paling rendah dosen Pendidikan Doktor atau yang sederajat sebesar 850 yang terdiri dari 2 unsur kum yaitu, unsur utama ada pendidikan, pelaksanaan pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, pengembangan diri, dan unsur penunjang, serta publikasi internasional terakreditrasi dengan nama pertama.

Menurut penggagas Trensains yang akrab disapa Guspur, “syarat publikasi internasional terakreditrasi dengan nama pertama, biasanya yang menjadi kesulitan utama seorang dosen saat mengajukan Guru Besar.”

Untuk setiap naik jenjang tingkatan jabatan, salah satu syaratnya menyertakan artikel. Artikel yang membawa Guspur menjadi Guru Besar adalah beliau menulis artikel tentang jenis-jenis entangled state, dengan entanglement terbitan suatu keadaan stage membuat kriteria dan klasifikasi menghitung jumlah multipartistage sebagai dasar untuk mengkaji teleportasi kuantum.

“Menjadi seorang Guru Besar merupakan tannggung jawab dan kewenangan menjadi promotor mahasiswa S3 juga memberi pengaruh ke akreditasi prodi jurusan universitas dan produksi penelitian publikasi paten,” ungkap Prof. Agus Purwanto, saat diwawancarai via Zoom.

Selain itu, menurutnya untuk Trensains, akan timbul adanya kepercayaan masyarakat lebih karena penggagasnya kini seorang professor yang membangun kultur ilmiah sejak dini sehingga spirit keilmiahan terbawa ke jenjang selanjutnya dan menghasilkan ilmuawan kealaman.

Pewarta: Nadiah Salma