
Selain mumpuni dalam bidang agama, Kiai Hasyim juga ahli dalam mengatur kurikulum pesantren, mengatur strategi pengajaran, memutuskan persoalan-persoalan aktual kemasyarakatan, dan mengarang kitab. Pada tahun 1919, ketika masayarakat sedang dilanda informasi tentang koperasi sebagai bentuk kerjasama ekonomi, Kiai Hasyim tidak berdiam diri. Beliau aktif bermuamalah serta mencari solusi alternatif bagi pengembangan ekonomi umat, dengan berdasarkan pada kitab-kitab Islam klasik. Beliau membentuk badan semacam koperasi yang bernamaĀ Syirkat al Inan li Murabathati Ahli at Tujjar.
Kiai Hasyim juga tipe pendidik yang sulit dicari tandingannya. Sejak pagi hingga malam, Kiai Hasyim menghabiskan waktunya untuk mengajar. Pada pagi hari, kegiatan beliau dimulai dengan menjadi imam Shalat Subuh di Masjid Tebuireng, yang berada tepat di depan Dalem Kasepuhan, dilanjutkan dengan bacaan wirid yang cukup panjang. Selesai wirid, beliau mengajar kitab kepada para santri hingga menjelang matahari terbit. Di antara kitab yang diajarkan setelah Subuh, yaitu at TahrirĀ danĀ as Syifa fi Huquq al MusthafaĀ karya al Qadhi āIyadh.
Setelah selesai mengaji setelah Subuh,Ā HadratussyaikhĀ yang terbiasa berpuasa itu mememui para pekerja yang sudah berkumpul di samping rumah. Beliau membagi tugas kepada mereka; ada yang ditugaskan merawat sawah, membenahi fasilitas pondok, membenahi sumur, dan lain sebagainya. Setelah itu, beliau mendengarkan laporan-laporan mengenai hal-hal yang pernah beliau perintahkan.
Sekitar pukul 07.00, Kiai Hasyim mengambil air wudu untuk Shalat Dhuha. Beliau biasanya mengambil air wudhu di kamar mandi sampingĀ DalemĀ dengan hanya mengenakan sarung dan kaos putih. Setelah salat dhuha, dilanjutkan dengan mengajar santri senior. Tempatnya di ruang depanĀ Dalem. Kitab yang pernah diajarkan antara lainĀ al MuhaddzabĀ karya al-Syairazi danĀ al MuwatthaāĀ karya Imam Malik ra. Pengajian ini berakhir pada pukul 10.00.
Mulai jam 10.00 pagi sampai jam 12Ā adalah waktu istirahat, yang digunakan oleh Kiai Hasyim untuk agenda-agenda seperti menemui tamu, membaca kitab, menulis kitab, dan lain-lain. Di waktu inilah Kiai Hasyim melahirkan karya-karyanya. Sebelum adzan Dhuhur, kadang kala beliau menyempatkan diri untuk tidur sebentar (qailulah), sebagai bekal untukĀ qiyamul lailĀ dan membaca Al Quran. Ketika adzan Dhuhur berkumandang, beliau bangun dan mengimami Shalat Dzuhur berjamaah di masjid. Selepas salat Dzuhur, beliau mengajar lagi sampai menjelang waktu Ashar.
Kira-kira setengah jam sebelum Ashar, Kiai Hasyim memeriksa pekerjaan para pekerja yang ditugasinya tadi pagi. Setelah menerima laporan, beliau kembali keĀ DalemĀ kemudian mandi. Setelah terdengar adzan Ashar, beliau kembali ke masjid dan mengimami Shalat Ashar, dilanjutkan dengan mengajar para santri di masjid sampai menjelang Maghrib. Kitab yang diajarkan adalahĀ Fath al Qarib.Ā Pengajian ini wajib diikuti semua santri tanpa terkecuali. Hingga akhir hayat Kiai Hasyim, kitab ini secara kontinyu dibaca setiap selesai Shalat Ashar.
Setelah Shalat Maghrib, Kiai Hasyim menyediakan waktu untuk menemui para tamu yang datang dari berbagai daerah, seperti Banyuwangi, Pasuruan, Malang, Surabaya, Madiun, Kediri, Solo, Jakarta, Yogyakarta, Kalimantan, Bima, Sumatera, Teluk Belitung, Madura, Bali, dan masih banyak lagi. Dikisahkan oleh Nyai Marfuāah, pembantu Kiai Hasyim, bahwa setiap harinya Kiai Hasyim menyediakan banyak makanan dan lauk-pauk untuk menjamu para tamu. Dalam satu hari, jumlah tamunya bisa mencapai 50 orang.
Setelah Shalat Isya, beliau mengajar lagi di masjid sampai pukul sebelas malam. Materi yang biasa diajarkan, yaitu ilmu tasawuf dan tafsir. Di bidang tasawuf beliau membacakan kitabĀ Ihyaā Ulum al DinĀ karya Imam al Ghazali, dan untuk tafsir beliau menggunakan Tafsir al Quran al AdzimĀ karya Ibnu Kastir.
Setelah itu Kiai HasyimĀ murajaāahĀ Al Quran dengan disimak oleh beberapa santri. Beliau mengakhiri kegiatannya dengan beristirahat, mulai jam satu malam dan bangun satu jam kemudian untukĀ qiyamul lailĀ dan membaca Al Quran. Menjelang waktu imsak (sekitar 10 menit sebelum Subuh), Kiai Hasyim sudah berkeliling pondok untuk membangunkan para santri agar segera mandi atau berwudluā guna malaksanakan Shalat Tahajjud dan Shalat Subuh. Ketika usianya sudah beranjakĀ sepuhĀ dan harus memakai tongkat untuk menyangga tubuhnya, Kiai Hasyim tetap menjalankan aktivitasnya membangunkan para santri menjelang Shubuh.
Kiai Hasyim juga dikenal sangat mencintai para santri. Keadaan ekonomi bangsa yang masih sangat lemah, secara otomatis mempengaruhi kemampuan ekonomi santri. Ada yang mondok hanya dengan bekal sekarung beras, bahkan ada yang tanpa bekal sedikitpun. Karena itu, Kiai Hasyim memberikan jatah makan harian kepada para santri yang tidak mampu. Lalu setiap hari Selasa, Kiai Hasyim mengajak mereka untuk berwiraswasta atau pergi ke sawah untuk bertani.
Kecintaan Kiai Hasyim pada dunia pendidikan terlihat dari pesan yang selalu disampaikan kepada setiap santri yang telah selesai belajar di Tebuireng: āPulanglah ke kampungmu. Mengajarlah di sana, minimal mengajar ngaji.ā
*Disarikan dari buku Profil Pesantren Tebuireng karya A. Mubarok Yasin dkk, diterbitkan Pustaka Tebuireng tahun 2011