masjidil aqsa

Ayat suci yang terdapat dalam Q.S. Al-Isra: 1, menyampaikan pesan tentang bagaimana Allah memperjalankan hamba-Nya pada sebagian malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Tindakan ini dilakukan untuk menunjukkan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya kepada hamba-Nya tersebut. Ini menunjukkan bahwa pada hakikatnya, peran kita dalam kehidupan ini adalah seperti “wayang” yang dimainkan oleh Sang Maha Dalang.

Dalam paradigma peradaban umat manusia abad ke-21, kesadaran akan konsep “diperjalankan” seringkali kurang mendapat perhatian. Hal ini mengakibatkan ketidakakuratan dalam cara berpikir, terutama dalam menempatkan diri kita di tengah-tengah peradaban yang semakin tidak terkendali.

Manusia modern cenderung mempersempit peran Tuhan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan duniawi, tanpa mempertimbangkan keagungan-Nya. Manusia modern sering kali tidak melibatkan Tuhan sebagai pemegang kendali penuh dalam setiap aspek kehidupan. Tuhan hanya disebut dalam konteks ritual keagamaan, sementara dalam aspek-aspek lain seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, Tuhan diabaikan.

Padahal, Tuhan adalah pencipta ruang dan waktu, dan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Namun, paradigma pendidikan modern cenderung tidak mengakui keesaan Tuhan, sehingga menciptakan masyarakat yang cenderung ateis.

Pada hakikatnya, kita semua sedang diperjalankan oleh Tuhan. Namun, kesombongan dan ketidaktahuan manusia membuatnya menganggap bahwa ia bisa mengendalikan segalanya, tanpa menyadari bahwa hanya Tuhan yang memiliki kekuasaan penuh. Manusia modern sering kali terjebak dalam khayalan tentang identitas dan personalitas, tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang diperjalankan oleh Tuhan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kekurangan kesadaran akan keberadaan Tuhan dalam paradigma peradaban menyebabkan manusia kehilangan kemampuan untuk melihat dengan jelas, sehingga sering kali terjadi konflik dan ketidakjelasan dalam interaksi sosial.

Melalui momentum peringatan Isra’ Mi’raj, kita diingatkan untuk meluruskan kembali garis lurus tauhid dalam kesadaran kita, sebagai bekal untuk menapaki peradaban abad ke-21 yang gelap ini. Kita perlu membaca tanda-tanda kebesaran-Nya dan menyelami kesunyian untuk mendengar suara-Nya di tengah keramaian dunia.


Ditulis oleh Anis F., mahasiswi Universitas Hasyim Asy’ari