Foto: Santri Tebuireng melakukan istighotsah (2019).

Oleh: Dimas Setyawan*

“Doa itu merupakan inti ibadah,” demikian sabda Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari. Meskipun tata cara berdoa tidak menuntut syarat dan rukun yang ketat, namun keteladanan Nabi sangatlah dibutuhkan. Disamping berdoa, kegiatan (amal) Nabi Muhammad dalam sehari-hari juga penting untuk diteladani oleh setiap mulsim.

Doa juga berarti bentuk penghambaan seorang muslim terhadap sang maha kuasa, menyadari secara penuh bahwa manusia adalah mahluk yang sangat lemah, tak memiliki kuasa. Manusia hanya dapat berencana, keputusan akhir tetap mutlak berada dalam kehendak sang maha kuasa.

Di dalam doa terbagi menjadi dua kategori, ada doa yang berbentuk permohonan atas segala kebutuhan yang diperlukan, ada pula doa yang bertujuan untuk memohon pertolongan melalui wasilah orang-orang alim, seperti melalui Nabi Muhammad, para sahabat, para alim ulama dan lain sebagainya dan doa tersebut disebut pula dengan istighotsah.

Lalu sebenarnya apa itu pengertian dari istighotsah itu sendiri? Untuk dapat memahami arti secara keseluruhan, penulis telah merangkum makna istighotsah melalui dalil-dalil yang memperkuat dan memperbolehkan untuk melakukannya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Definisi Istighotsah

Istighotsah menurut bahasa memiliki arti meminta pertolongan, sedangkan menurut istilah bermakna;

إِنَّ المُرَادَ بِالإِسْتِغَاثَةِ بِالأَنْبِيَاءِ وَالصَّالحِينَ والتَّوَسُّلِ بِهِم اَنَّهُمْ اَسْبَابٌ وَوَسَائِلُ لِنَيْلِ المَقْصُوْدِ وَاِنَّ اللّٰهَ تَعَالَى هُوَالفَاعِلُ

“Yang dimaksud dengan istighotsah kepada para nabi dan orang-orang saleh, serta bertawasul kepada mereka adalah menjadikan mereka sebagai sebab dan perantara untuk tercapainya tujuan. Adapun yang mengabulkan tetaplah Allah SWT.” (As -Shadiq : 53-54)

Dasar Hukum Istighotsah

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : كَانَ النَبِيُّ صَلَّى اللُّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَاكَرَّبَهُ اَمْرٌ قَالَ : يَاقَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ اَسْتَغِيْثُ (رواه الترمذي والبزار

Diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata, “Jika Rasullullah menemui kesulitan, beliau berdoa, ‘Wahai Allah yang Maha Hidup, wahai Allah Yang Maha Pengurus sesuatu, dengan rahmatMu aku minta pertolongan.” (HR. At-Tirmidzi dan Al-Bazzar)

Al-Hafidz Al-Haitami berkata, “Perawinya adalah para rawi hadis Shahih kecuali Usman bin Mauhib, ia terpercaya”. (Majma’ Az-Zawaid, X/72)

Diantaranya bacaan istighotsah adalah al-asma’ al-husna, istighfar, shawalat, dan lain sebagainya. Adapun yang sering dipersoalkan adalah redaksi shalawat,

اللَّهُمَ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قَدْ ضَاقَتْ اَدْرِكْنِي يَارَسُولَ اللَّهِ

“Ya Allah, limpahkan Rahmat dan keselamatan atas Sayyidina Muhammad, sungguh sangat terbatas kemampuanku, karena itu temuilah aku (dengan pertolongan), Wahai utusan Allah SWT”.

Redaksi istighotsah seperti ini tidak mendatangkan kemusyrikan karena hakikatnya umat Islam meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT, dan yang mengabulkan juga Allah SWT. Pertayaan berikutnya, “Apakah Rasullullah SAW bisa mendoakan dari dalam kubur?” Dasarnya adalah sebagai berikut;

Diriwayatkan dari Abdullah, dari Nabi saw bersabda, “Hidupku adalah kebaikan bagi kalian dan matiku juga kebaikan untuk kalian. Saat aku hidup, kalian melakukan banyak hal, lalu dijelaskan hukumnya melalui aku. Matiku juga kebaikan bagi kalian, diberitahukan amal perbuatan kalian kepadaku. Jika melihat amal kalian baik, maka aku memuji Allah SWT karenanya, dan jika aku melihat amal kalian buruk, maka aku memohonkan ampun untuk kalian kepada Allah SWT”. (HR. Al-Bazzar)

Al-Hafidz berkata, “Perawinya adalah para rawi hadis shahih”, (Al-Haitami, Majmu’ Az-Zawaid, H/24)

Dari Abdillah bin Isa dari Zaid bin Ali, dari Utbah bin Ghazwan, dari Nabi Muhammad Saw bersabda, “Jika salah satu dari kalian kehilangan sesuatu atau menginginkan pertolongan, sedangkan ia di daerah tanpa ada orang terdekatnya, maka ucapkanlah “Wahai hamba-hamba Allah SWT, tolonglah aku, wahai hamba-hamba Allah, tolonglah aku”, kita lihat, dan sesungguhnya hal itu telah terbukti”. (HR. At-Thabrani)

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.