Sumber gambar: https://www.muslimarket.com

Oleh: Quratul Adawiyah*

Seringkali dijumpai dalam firman-Nya, Allah Swt. menyandingkan antara tawakal dengan orang-orang yang beriman. Hal ini menandakan bahwa tawakal merupakan perkara yang sangat agung, yang tidak dimiliki kecuali oleh orang-orang mukmin. Bagian dari ibadah hati yang akan membawa pelakunya ke jalan-jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Di antara firman-Nya tentang tawakal ketika disandingkan dengan orang-orang beriman, Allah Swt. berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ هَمَّ قَوْمٌ اَنْ يَّبْسُطُوْۤا اِلَيْكُمْ اَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ اَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ ۚ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah (yang diberikan) kepadamu ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya, lalu Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan hanya kepada Allah-lah hendaknya orang-orang beriman itu bertawakal.” (QS. Al-Ma’idah 5 : 11)

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tentunya masih banyak ayat lain dalam al-Quran yang berisi tentang tawakal. Namun apakah itu sebenarnya tawakal?

Menurut Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hakikat tawakal adalah hati benar-benar bergantung kepada Allah dalam rangka memperoleh maslahat (hal-hal yang baik) dan menolak mudhorot (hal-hal yang buruk) dari urusan-urusan dunia dan akhirat.”

Tawakal bukanlah pasrah tanpa berusaha, namun harus disertai ikhtiar atau usaha. Rasulullah Saw. telah memberikan contoh tawakal yang disertai usaha, dan hal tersebut memperjelas bahwa tawakal tidak lepas dari ikhtiar dan penyandaran diri kepada Allah.

Dari Umar bin Khattab r.a berkata, bahwa Nabi Saw. bersabda, “Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tarmizi, dan Al Hakim.)

Tidak kita temukan seekor burung diam saja dan mengharap makanan datang sendiri. Rasulullah Saw. memberikan permisalan ini, jelas sekali bahwa seekor burung pergi untuk mencari makan, namun seekor burung keluar mencari makan disertai keyakinan akan rizki Allah, maka Allah SWT pun memberikan rizki-Nya atas usahanya tersebut.

Apabila seorang hamba bertawakal kepada Allah dengan benar-benar ikhlas dan terus mengingat keagungan Allah, maka hati dan akalnya serta seluruh kekuatannya akan semakin kuat mendorongnya untuk melakukan semua amalan. Dengan besarnya tawakal kepada Allah akan memberikan keyakinan yang besar sekali bahkan membuahkan kekuatan yang luar biasa dalam menghadapi tantangan dan ujian yang berat.

Sebagaimana Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan apabila Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya maka tidak ada yang bisa menyingkapnya selain Dia, dan apabila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang bisa menolak keutamaan dari-Nya. Allah timpakan musibah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107).

Dengan mendasarkan diri pada keyakinan bahwa hanya Allah saja yang dapat memberikan kemudaratan, maka seorang mukmin tidak akan gentar dan takut terhadap tantangan dan ujian yang melanda, seberapa pun besarnya, karena dia yakin bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang berusaha dan menyandarkan hatinya hanya kepada Allah. Dengan keyakinan yang kuat seperti inilah muncul mujahid-mujahid besar dan ulama-ulama pembela agama Islam yang senantiasa teguh di atas agama Islam walaupun menghadapi ujian yang besar, bahkan mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk agama Islam.

Tawakal yang sebenarnya menjadikan hati seorang mukmin ridha kepada segala ketentuan dan takdir Allah, inilah merupakan ciri utama orang yang telah merasakan kemanisan dan kesempurnaan iman. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Akan merasakan kelezatan atau kemanisan iman, orang yang ridha dengan Allah Swt sebagai Rabb-nya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad Saw sebagai Rasulnya”.

Setiap hari, dalam setiap shalat, bahkan dalam setiap rakaat shalat kita selalu membaca ayat yang mulia, “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”, hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan. Allah Swt juga berfirman (yang artinya), “Dan kepada Allah saja hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar beriman.” (QS. al-Ma’idah: 23). Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban menyandarkan hati semata-mata kepada Allah, karena tawakal adalah termasuk ibadah.

Oleh sebab itu bagi seorang mukmin, tempat menggantungkan hati dan puncak harapannya adalah Allah semata, bukan selain-Nya. Kepada Allah lah kita serahkan seluruh urusan kita. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kesempurnaan iman dan tauhid seorang hamba ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan hatinya kepada Allah semata dan upayanya dalam menolak segala sembahan dan tempat berlindung selain-Nya. Jika kita yakin bahwa Allah Swt yang menguasai hidup dan mati kita, mengapa kita menyandarkan hati kita kepada makhluk yang lemah yang tidak bisa memberikan manfaat dan mudarat kepada kita?


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari