Waktu merupakan hal yang penting dalam hidup. Semua orang memiliki waktu, tapi tidak semua mampu memanfaatkannya dengan baik. Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman dalam surat Al-Ashr bahwa sesungguhnya manusia dalam kerugian, melainkan orang yang beriman, beramal saleh serta kebaikan dan menasehati kepada kebenaran. Dalam surat itu juga Allah subhanahu wa ta’ala bersumpah dengan kalimat ‘Wal Ashr’, yang artinya ‘Demi Masa’ atau waktu. Itu menandakan betapa berat dan pentingnya waktu, hingga manusia yang menyia-nyiakannya hanya memperoleh kerugian dalam hidupnya.
Setiap orang tentu memiliki waktu yang berbeda-beda dan menggunakan waktu beraneka ragam bentuknya. Misalnya, anak kecil memiliki waktu luang yang banyak, sementara remaja, waktu luang mulai berkurang. Ketika dewasa, waktu luang sangat sempit. Namun, untuk menuntut ilmu, perlulah untuk mencari waktu luang, untuk menambah wawasan dan pemahaman. Dalam konteks pendidikan Islam, berkaitan dengan pemanfaatan waktu, telah para ulama kaji. Waktu yang baik untuk belajar, dan mengapa seeseorang perlu meluangkan waktu untuk menuntut ilmu.
Ternyata, jika kita telaah tulisan Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullah (14 Februari 1871 M – 25 Juli 1947 M, Tebuireng Jombang) dalam kitab Adabul Alim Wa Muta’allim Fima Yahtaju Ilaihi Al-Muta’allimu Fi Ahwalit Ta’limihi Wama Yatawaqqofu ‘Alaihi Al-Mu’allimu Fi Maqoomati Ta’limihi atau disingkat dengan nama Adabul Alim Wal Muta’allim, terdapat pesan yang sangat bagus untuk generasi muda Islam pada umumnya, dan generasi muda nahdliyin. Termaktub dalam bab 2, tentang akhlak pribadi seorang murid.
Salah satu pesan beliau adalah, “Hendaknya segera mempergunakan masa muda dan umurnya untuk memperoleh ilmu, tanpa terperdaya oleh rayuan ‘menunda-nunda dan berangan-angan panjang’, sebab setiap detik yang terlewatkan dari umur tidak akan tergantikan”.
Hujjatul Islam Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi Asy-Syafi’i Al-Asy’ari atau Imam Al-Ghazali rahimahullah (wafat 19 Desember 1111 M, Thus, Iran), memberikan nasihat, “Waktumu adalah umurmu. Umurmu adalah modal utamamu. Itulah yang bisa kau niagakan untuk sampai ke kebahagiaan abadi di Sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Nafas yang sudah dihembuskan adalah permata tapi sudah tidak bernilai lagi. Hilang tanpa pengganti.”
Pesan Relevan tentang Waktu
Ya, sangat jelas bahwa salah pesan penting tersebut adalah tentang ilmu dan waktu, serta kesadaran dan kesungguhan menghasilkan prestasi yang bermanfaat. Dilakukan dengan memperhatikan etika dan moral dalam mencari ilmu dan mengisi waktu. Ilmu dan waktu adalah dua variabel yang dahsyat, jika menjadi ruang kesadaran generasi muda dalam kehidupannya, maka akan mempengaruhi pola pikir, pola tindak, dan pola capai yang berkelindan menghasilkan pola manfaat jangka panjang.
Pada pelakunya, kaitan kedua variabel tersebut, sebaiknya seorang penuntut ilmu khususnya kaum muda, bisa memilih waktu yang sesuai untuk konsumsi ilmunya. Termasuk, memilih metode yang sesuai untuk belajar di waktu-waktu yang tepat. Karena menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, termasuk menyia-nyiakan waktu dan memboroskan tenaga serta pikiran.
Waktu mudanya yang ada, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, jangan sampai ada waktu yang terbuang percuma dengan sia-sia. Pergunakan waktu yang ada, untuk melakukan hal-hal yang bersifat positif dan bermanfaat untuk dirinya. Jangan sampai waktunya hanya digunakan untuk perbuatan-perbuatan yang bisa merugikan orang lain bahkan merugikan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, kepada seluruh kaum muda, agar senantiasa mengatur dan manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Jangan buang waktu kalian dengan perbuatan yang tidak bermanfaat, karena waktu berlalu tidak bisa diulang, maka sungguh manfaatkanlah waktu yang ada dengan menuntut ilmu, sebab dengan ilmu yang dimiliki, seseorang bisa sukses dalam kehidupannya.
Mengisi waktu efektif dengan mencari ilmu, berarti menciptakan sejarah dirinya ke depan. Setiap orang harus membuat sejarahnya sendiri, bukan orang lain. Mengapa demikian? Dalam historis kehidupan manusia, konsep waktu menjadi faktor determinan yang menyiratkan kapan peristiwa sejarah dirinya tersebut berlangsung. Tidak hanya itu saja, keberadaan dari konsep waktu ini dikontekstualisasi untuk meningkatkan kualitas dirinya. Kegagalan dan keberhasilan masa lalu, harus dijadikan sebagai pembelajaran bagi manusia di masa berikutnya.
Menelisik Konsep Ruang dan Waktu
Pesan Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullah di atas sangat brilian dan berjangka panjang. Pesan yang menjadi ruang kesadaran kaum muda untuk berkarya dan bermanfaat dalam hidupnya. Beliau seolah mengajak kita untuk memahami dan menggunakan waktu sebaik-baiknya jika ingin sukses menjalani hidup dan tanggung jawab hidupnya.
Beliau seakan memberikan tantangan untuk mendefinisikan konsep waktu terbaik untuk menuntut ilmu. Dalam memahami konsepsi waktu, sebenarnya bisa kita tinjau secara aspektual (aspectual view), terkait dengan dimensi temporer (temporary dimension), artinya konsep waktu itu memiliki dua makna sekaligus, yaitu berupa makna denotatif atau makna sebenarnya dan makna konotatif atau makna tidak sebenarnya atau makna kias).
Jika kita amati dari makna denotatifnya, maka istilah waktu ini memiliki definisi dalam bentuk satu kesatuan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, windu, abad, dan seterusnya. Sementara, jika dirunut dari makna konotatif, maka istilah waktu tersebut dapat didefinisikan sebagai suatu konsep.
Kita sendiri yang harus membangun konsep waktu, karena kita adalah pelaku yang mengisi waktu dengan berbagai macam perbuatan dari keputusan yang dibuat sendiri. Artinya, konsep waktu tergantung bagaimana kita memahami dan mengisinya. Kaum muda menjadi fa’il atau pelaku, juga sebagai muhtasib (penghitung penggunaan waktu) dalam kesehariannya.
Setelah memahami konsep waktu secara aspek denotatifnya, maka perlu memahami lebih lanjut tentang konsep ruang kehidupan nyata (real life space). Karena konsep waktu itu, selalu tidak akan berkaitan dengan konsep ruang. Konsep ruang (dimensi spasial) adalah tempat atau lokasi terjadinya suatu peristiwa apapun yang dilakukan kaum muda.
Maka, di sinilah keberadaan kaum muda dalam hal ini sangat penting yaitu sebagai pelaku atau subjek dalam setiap peristiwa kehidupan sekarang maupun peristiwa sejarah yang terjadi di masa yang akan datang. Atas konsepsi itulah, muncul tiga konsep terkait yaitu waktu, ruang, dan manusia khususnya kaum muda. Ketiganya, menjadi suatu kesatuan penting dan utuh, yang mana tidak bisa dipisah-pisahkan, terutama dalam suatu peristiwa dan perubahannya untuk keberhasilan masa depan.
Waktu, Ruang, dan Kaum Muda
Dari sinilah, kita meluaskan makna pesan Mbah Hasyim Asy’ari yang sangat ilmiah dan intelektual bagi yang mampu menelaahnya secara khusus dan komprehensif. Salah satunya, mengkaitkan tiga faktor tersebut yaitu konsep waktu, konsep ruang, dan konsep pelakunya dalam mengisi waktu dan ruang, yang akhirnya konsepsi tersebut dapat dikontekstualisasi dengan kesadaran dan kesabaran mengimplementasikan ketiganya. Termasuk dalam hal mencari ilmu bagi kaum muda khususnya, dan manusia lain pada umumnya.
Perspektif kualitas menggunakan waktu, akhirnya menjadi dimensi yang sangat penting dalam sejarah kehidupannya. Jangan sampai ada waktu yang hilang, dan jangan sampai tidak ada ilmu yang tiada dipelajari, semua kembali pada pelakunya. Kehidupan pada dasarnya terdiri dari rentetan sejarah, berkaitan dengan masa lalu, berkesinambungan dengan masa kini, maupun masa depan.
Setiap proses yang dilakukan dengan kesadaran tiga konsepsi tersebut, pasti akan memperlihatkan adanya perubahan pelakunya. Dalam hal itu, perubahan yang diinginkan setiap orang adalah perubahan yang lebih baik dan bermanfaat, sehingga bisa membangun makna kategori tema kehidupannya.
Kesadaran Terhadap Waktu
Jika kaum muda sibuk mengisi waktunya dengan sibuk mencari ilmu dan pengalaman, dengan proses yang istikamah, in sya Allah akan menghasilkan produksi kemanfaatan dan kemandirian. Sebagaimana maqolah orang bijak mengatakan bahwa orang yang sukses ialah orang yang “suka proses”. Kesadaran, kesungguhan, dan kontinuitas adalah sarana implementasi konsepsi tersebut.
Salah satu kesadaran yang harus dimiliki kaum muda adalah kualitas waktu dalam hidupnya. Sebab, hidup di dunia sangatlah singkat. Perguliran detik, menit, jam, hari, minggu, bulan bahkan tahun di dunia ini sangat cepat berganti dan terasa amat singkat menjalaninya. Karena sangking singkatnya itulah, sebagai kaum muda muslim, harus dapat memanfaatkan waktunya di dunia dengan sebaik-baiknya.
Dan, dalam implementasi ketiganya, ditambah dengan kesadaran, kesungguhan, dan kontinuitas, tetap membutuhkan motivasi dan dorongan kesadaran. Karena, setiap orang khususnya kaum muda, mudah terkena penyakit kebosanan, kejenuhan, dan kemalasan. Kaum muda, harus meneladani dan membaca kisah-kisah orang-orang besar yang sukses, termasuk meneladani sportifitas aktif dari para ulama.
Salah satu rujukan motivasi kaum muda dalam mencari ilmu adalah keteladanan dan nasehat para ulama. Bagaimana kisah mereka dalam memanfaatkan waktu sebaik-baiknya ini. Mereka bisa meraih ilmu sebanyak, seluas dan sekuat itu, tidak lain, karena waktu yang diberikan kepada mereka bisa termanfaatkan dengan penuh optimal, sehingga mereka bisa sukses dalam kehidupannya, bahkan dalam paska kehidupan yang abadi.
Salah satunya, yang bisa kita jadikan rujukan adalah kehidupan Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullah, bisa menjadi ulama besar pada zamannya bahkan menjadi rujukan ulama lainnya dalam hal keilmuan, keislaman, kemasyarakatan bahkan kebangsaan.
Sebagian besar dari wasiat para ulama kibar terdahulu, hampir menyusupkan dalam nasihat-nasihatnya terdapat pesan ilmu dan umur atau ilmu dan waktu umurnya. Mereka sangat menyadari bahwa sampai kapan pun, keutamaan mencari ilmu dan pembagian waktu, memiliki kaitan keberhasilan menjadi manusia yang berkarakter, berprinsip, dan bermanfaat fi al-dini wa al-dunya wa al-akhirah.
Syarat Pencari Ilmu
Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullah dalam kitab Adabul Alim Wal Muta’allim, memberikan nasehat indah, yang bisa kita kategorikan sebagai syarat dalam mencari ilmu dan mengisi waktu, baik secara denotatif maupun konotatif, agar menghasilkan produksi kemanfaatan yang barokah dalam hidupnya.
Beliau mengatakan: “Seorang penuntut ilmu, hendaknya terlebih dahulu membersihkan hatinya, dari segala penyakit hati. Seperti hasad, iri, dengki, tamak, sombong, dan sifat buruk lainnya. Membersihkan hati dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan ilmu yang barokah. Selain itu, dengan hati yang bersih, akan lebih mudah menerima dan mempelajari ilmu.”
Setelah membersihkan hatinya, maka sebaiknya harus memasang niat yang baik dalam hatinya (وضع النوايا الحسنة في قلبه) dalam menuntut ilmu. Karena, setiap perbuatan apapun yang diawali dengan niat yang baik, akan mendatangkan keberkahan di dalamnya. Pemahaman ini, syarat pertama bagi kaum muda dalam mencari ilmu dan mengisi waktu.
Jangan lupa dan jangan dilupakan bahwa niatkan diri untuk selalu mendapatkan ridha Allah subhanahu wa ta’ala agar ilmu yang didapatkan, tidak menjadi boomerang, penyakit hati, dan membuat seorang penuntut ilmu menjadi sombong dan tinggi hati.
Al-Imam An-Nashirus Sunnah Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi”i Al-Muththalibi Al-Qurasyi atau Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (wafat 19 Januari 820 M di Fustat Mesir), mengatakan, “Aku berkumpul dengan kaum Sufi. Manfaat yang dapat kuambil dari mereka hanya dua nasihat. Pertama, waktu bagaikan pedang. Jika tak kau gunakan untuk memotong, kaulah yang akan terpotong. Kedua, jiwamu, jika tidak kau sibukkan untuk kebenaran pasti akan balik menyibukkan dirimu sendiri dengan kebatilan.”
Mbah Hasyim, juga menuliskan pesan bagi seorang penuntut ilmu, agar sebaiknya tidak menunda-nunda dalam mempelajari sesuatu. Tidak berangan-angan secara berlebihan, sehingga tidak mudah terpedaya oleh bujuk rayu duniawi dan tahan banting terhadap godaan yang bisa menggagalkan tujuannya mencari ilmu.
Oleh karena itu, para penuntut ilmu hendaknya selalu menyibukkan diri dengan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat. Baik untuk dirinya sendiri dan orang lain. Serta selalu bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Dengan demikian, ilmu yang didapatkan kelak, dapat menjadi sumber keberkahan dalam kehidupannya.
Nasehat Manfaatkan Ilmu dalam Waktu
Dalam kitab Minhajul Muta’allim, karya Imam Al-Ghazali rahimahullah, terdapat tips manajerial waktu untuk belajar dengan baik. Dalam sub bab “Kewajiban penuntut ilmu”, yang berjudul Ightinam Al-Waqti atau mempergunakan waktu, dengan kalimat sebagai berikut :
ويجب على المتعلم: أن يكون مستفيدا فى كلّ وقت, حتّى يحصل له الفضل, وأن يكون معه فى كلّ وقت محبرة, حتّى يكتب ما سمعه من الفواعد. وقيل ”أحسن العلم ما يحفظ من أفواه الرّجال , لأنهم يحفظون أحسن ما يسمعون, ويقولون أحسن ما يحفظون
”Diwajibkan bagi para penuntut ilmu, memanfaatkan dengan baik di setiap waktunya, sehingga bisa menghasilkan baginya suatu keutamaan, dan selalu ada tempat tinta yang membersamai penuntut ilmu disetiap waktunya, sehingga murid menuliskan faedah-faedah dari yang didengarnya. Dan dikatakan : “Sebaik-baiknya ilmu yang dihafal dari permulaan laki-laki, karena mereka itu menghafal baik apa yang mereka dengar dan mengucapkan dengan baik apa yang mereka hafal“. (Minhajul Muta’allim halaman 86).
Salah satunya adalah nasehat dalam memanfaatkan waktu untuk belajar dan mencari ilmu bagi kaum muda, kita ambil nasehat dari Al-Imam Al-Qadhi Al-Khatib Abu Abdillah Badruddin Ibnu Ibrahim Ibnu Sa’dullah Ibnu Jama’ah Shakher Ibnu Hazim Ibnu Abdullah Al-Kanani Al-Hamawi Asy-Syafi’i atau Imam Ibnu Jama’ah rahimahullah (wafat 733 H / 1332 M di Mesir), dalam Kitab Tadzkiratus Sami’ Wal Mutakallimin, beliau berkata :
أن يقسم أوقات ليله ونهار ويغتنم ما بقي من عمره فإن بقية العمر لا قيمة له. وأجود الأوقات للحفظ الأسحار وللبحث الإبكار وللكتاب وسط النهار وللمطالعة والمذاكرة الليل
“(Termasuk ada seorang penuntut ilmu) adalah membagi waktu malam dan siangnya, dan memanfaatkan sisa umurnya. Karena, sisa umur tidak ternilai harganya baginya. Waktu yang paling baik untuk menghafal adalah waktu sahur, waktu pagi untuk penelitian, tengah hari untuk menulis, dan malam untuk menelaah serta mudzakarah (mengulang)”.
Penutup
Di sinilah, kita meluaskan maksud pesan Mbah Hasyim Asy’ari rahimahullah, agar kaum muda memiliki kesadaran dalam manajerial waktunya, terutama dalam rangka menuntut ilmu, sehingga menghasilkan efektivitas, kualitas dan kuantitas ilmu, yang bermanfaat dan mengandung keberkahan fid diini wad dunya wal akhirah. Aamiin Ya Rabbal Alamin. Wallahu A’lam. Semoga bermanfaat !!
H. Ahmad Zaini Alawi, SE,. MM. Anggota Lembaga Pendidikan, Pelatihan dan Dakwah (LP2D) IKAPETE Kabupaten Gresik periode 2022 – 2026 dan Khodim Jama’ah Sarinyala Kabupaten Gresik.