www.boombastis.com

Ibnu Batutah yang memiliki nama asli Abu Abdullah Muhammad bin Batutah lahir di Tangier pada 24 Februari 1304 – 1368 atau 1377, seorang penjelajah yang berasal dari Maroko. Sebagaimana kita ketahui Rihlah adalah karya catatan penuh sejarah karangan Ibnu Batutah. Karyanya tersebut bermulai dari permintaan Sultan Maroko untuk menuliskan perjalanan panjang Ibnu Batutah. Sebenarnya judul asli dari buku tersebut adalah Nuzzhar fi Ghara’ib al-Amshar wa ‘Aja’ib al-Asfar atau persembahan mengenai kota-kota asing dan perjalanan yang mengagumkan. Ia menggunakan juru tulis Maroko bernama Ibnu Juzay.

Perjalanannya dimulai setelah ia selesai menunaikan haji ke mekkah. Kemudian ia melanjutkan pengembaraannya melewati 120.000 kilometer sepanjang dunia muslim. Beberapa negara di Afrika dan Afrika juga pernah ia singgahi. Hingga konon katanya ia pernah singgah di Indonesia pada saat itu.

Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Batutah pernah mengunjungi Indonesia dua kali. Kunjungan pertamanya ia lakukan saat memulai perjalanan dari Bangladesh menuju China, ia menyempatkan singgah di Jawa. Beliau menuturkan Jawa kala itu masih berpenduduk mayoritas non muslim. pulau Jawa menurut Ibnu Batutah adalah pulau hijau yang sedap dipandang dan banyak dihiasi pohon kelapa. Lalu kunjungan keduanya saat menuju rute pulang dari China menuju Basrah. Tetapi pada kunjungan keduanya kala itu beliau menyempatkan pula singgah di Sumatera.

Terdapat fakta lain yang menarik dalam sebuah buku berjudul The Indonesia Reader, History, Culture, Politics. Batutah menulis Sumatera dengan nama Jawa. Karena saat itu yang terkenal di kalangan saudagar dunia adalah Menyan Jawi. Namun yang dimaksud Batutah adalah Sumatera, pulau dimana Pasai berada. Dalam catatan itu, Ibnu Batutah sampai di pesisir Pasai setelah menempuh perjalanan laut selama 25 hari dari India.

Berdasar pengakuannya tanaman yang banyak tumbuh di Pasai adalah pohon kelapa, pinang, cengkeh, gaharu India, pohon nangka, mangga, jambu, jeruk manis, dan tebu. Batutah juga menulis tumbuhan aromatik yang terkenal di seluruh dunia hanya tumbuh di wilayah ini. Dulu memang terdapat komoditas tumbuhan aromatik yang dihasilkan di daerah Barus.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Saat tiba di pelabuhan, masyarakat setempat menyambut Batutah dan rombongan dengan ramah. Rakyat di sana datang dengan membawa kelapa, pisang, mangga, dan ikan, untuk ditukarkan dengan barang lain yang dibawa pedagang yang singgah. Menurut Batutah, perwakilan dari panglima kesultanan juga mendatangi rombongannya. Pejabat itu menanyakan tujuan kedatangan mereka. Rombongan Ibnu Batutah kemudian diizinkan mendarat di pantai.

Batutah juga menuliskan bahwasannya Sultan Pasai, al Malik az Zahir, sangat ramah. Rombongan itu diterima dengan tangan terbuka. Bahkan, sang Sultan meminjamkan salah satu kudanya, dan kuda lainnya, agar dipakai rombongan Batutah yang singgah itu.

Dalam catatan itu, Batutah juga terkesan dengan keyakinan Sultan al Malik azZahir. Selain terbuka, Sultan juga pecinta ilmu teologi. Sultan merupakan seorang muslim yang taat dan memerangi segala perompakan. Sultan juga memberikan perlindungan kepada kaum non-muslim yang membayar pajak kepada kesultanan.

Sultan al-Malik juga digambarkan sebagai orang yang rendah hati akan tetapi penuh ketegasan. Saat menuju istana, Batutah melihat sejumlah tombak tertancap di kanan-kiri jalan, di dekat gerbang. Itu tandanya, siapapun tak boleh lewat. Siapa saja yang menunggang kuda juga harus turun. Sehingga Batutah dan rombongannya harus turun dari kuda mereka.

Saat di pendopo istana, rombongan Batutah disambut salah satu letnan kesultanan yang ramah. Sang letnan menyambut mereka dengan berjabat tangan.

Setelah itu, datanglah pejabat kesultanan, Amir Dawlasa, dengan membawa dua pelayan perempuan dan dua laki-laki dan berkata, “Sultan mengatakan kepadamu bahwa persembahan ini sebanding dengan hartanya, tidak seperti Sultan Muhammad (Sultan India).” Setelah itu, sang letnan meninggalkan mereka, rombongan mereka beralih menjadi tanggung jawab Amir Dawlasa.

Ternyata, Ibnu Batutah sudah kenal dengan Amir Dawlasa, karena pernah menghadap Sultan Delhi bersama-sama. Ibnu Batutah kemudian bertanya, kapan Sultan Pasai bisa menemui rombongannya. Dan Amir Dawlasa pun menjawab, “Ini adat negeri kami bahwa pendatang baru menungu tiga malam sebelum menghadap ke Sultan, mungkin dia (tamu) sudah pulih dari kelelahan selama dalam perjalanan.”

Batutah dan rombongan pun baru bisa bertemu dengan Sultan al Malik az Zahir pada hari Jumat. Mereka bertemu dan berbincang di sebuah masjid setelah salat Jumat. Sultan meminta Batutah menceritakan kabar Sultan Muhammad di India.

Sehabis pertemuan, Sultan al Malik pun meninggalkan masjid. Saat meninggalkan masjid, Sultan disediakan gajah dan sederetan kuda. Hal tersebut bagian dari adat mereka, dimana sang Sultan menunggang gajah dan para pengiring dan wakilnya menunggangi kuda. Namun saat kunjungan Batutah itu, Sultan lebih memilih menunggang kuda bersama tamunya ini.Batutah singgah di Pasai selama 15 hari. Tibalah saatnya mereka berpamitan. Rombongan ini tak bisa meneruskan perjalanan ke China karena kondisi cuaca yang buruk. Batutah dan rombongan pun berpamitan kepada Sultan.

“ Dia (Sultan) menyediakan perahu untuk kami, mengantar kami, dan memberi bekal banyak kepada kami. Semoga Tuhan membalas dia!”


Disarikan dari berbagai sumber oleh Rizki Hanivan