sumber gambar: cnnindonesia.com

Oleh: Ustadz Jailani*

Assalamualaikum, ustadz…

Mohon pencerahannya tentang masalah jual beli kucing persia, anggora, dan kucing lokal. Apa hukum menjual dan membelinya? Ada yang mengatakan membolehkan ada yang mengatakan melarang, dan larangan ini apa dikategorikan hukum haram. Mohon penjelasan yang jelas dan tegas mohon disertai referensinya. Jazakallah ahsanal jaza.

(Alyyudin, Karawang)


Waalaikumussalam, Wr. Wb

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Terima kasih saudara yang budiman, semoga dirahmati Allah SWT.

Memang terdapat hadis yang dipahami bahwa Nabi melarang jual beli kucing. Hadis tersebut diriayatkan oleh Imam Abu Daud sebagaimana berikut:

عَنْ جَابِرٍ: «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْهِرَّةِ

Diriwayatkan dari sahabat jabir, bahwa Nabi Muhammad SAW melarang uang (dari penjualan) kucing.” (HR. Abu Daud No. 3480)

Mengenai hadis diatas, maka para ulama fiqih mengklasifikasi hukum jual beli kucing pada dua jenis kucing sebagaimana berikut:

  1. Kucing Rumahan. Maka hukum jual belinya menurut mayoritas ulama termasuk kalangan syafi’iyyah memperbolehkannya.
  2. Kucing liar. Hukum jual belinya adalah makruh tanzih.

Disebutkan Dalam kitab Raudhatu Al-talibin wa ‘Umdat Al-Muftin Juz 3 Halaman 400:

ومنها أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن ثمن الهرة قال القفال: المراد الهرة الوحشية إذ ليس فيها منفعة استئناس ولا غيره.قلت: مذهبنا أنه يصح بيع الهرة الأهلية نص عليه الشافعي رضي الله عنه وغيره

“Dan sebagian larangan jual beli adalah, “sesungguhnya Nabi SAW melarang uang (dari penjualan) kucing.” Al-Qaffal berkata: “Yang dimaksud adalah kucing liar karena tidak ada kemanfaatan yang terdapat padanya, baik bersifat sebagai penghibur atau lainnya.” Aku (Imam Nawawi) berkata: “Menurut madzhab kami (syafi’iyyah) bahwa menjual kucing rumahan boleh dan sah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh As-Syaafi’i r.a dan lainnya.”

Sedang jawaban mengenai pemahaman hadits di atas dapat diambil dari beberapa argumen seperti yang dikemukakan oleh Al-Khiththaby sebagaimana berikut:

  1. Hadits di atas ditanyakan kesahihannya
  2. Sebagaimana jawaban al-Qaffal di atas
  3. Pelarangan dalam hadis di atas adalah pelarangan yang bersifat tanzih bukan mengarah pada pengharaman dalam pengertian melarang kebiasaan manusia yang saling toleransi dan mencari-cari kucing (untuk diperjualbelikan hingga melalaikan segalanya dan tiada berfaedah).

Namun demikian argumen yang pertama yang meragukan kesahihan hadis ini, menurut Imam Nawawi tidak dapat dibenarkan, karena hadis yang diriwayatkan Imam abu Daud didukung oleh hadis yang terdapat dalam kitab shahi Muslim,[1] dari riwayat sahabat Jabir sebagaimana berikut:

42 – (1569) عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، قَالَ: سَأَلْتُ جَابِرًا، عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ؟ قَالَ: «زَجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ

Diriwayatkan dari Abu Zubair, ia bertanya kepada Jabir tentang uang (yang dihasilkan dari jual beli) anjing dan kucing. Maka Jabir menjawab “Nabi SAW melarang hal itu.” (HR. Muslim No. 1569-(42).

Diterangkan pula dalam kitab Asnaa al-Mathaalib 2/31:

وَيَجُوزُ بَيْعِ الْهِرَّةِ الْأَهْلِيَّةِ وَالنَّهْيُ عن ثَمَنِ الْهِرَّةِ كما في مُسْلِمٍ مُتَأَوَّلٌ أَيْ مَحْمُولٌ على الْوَحْشِيَّةِ إذْ ليس فيها مَنْفَعَةُ اسْتِئْنَاسِ وَلَا غَيْرُهُ أو الْكَرَاهَةُ فيه لِلتَّنْزِيهِ.

“Dan boleh menjual belikan kucing rumahan. Sedang pelarangan pengambilan uang hasil penjualan kucing dalam hadis Muslim dita’wil bahwa kucing yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah kucing liar, karena tiada manfaat sebagai penghibur dan lainnya. Sedangkan pencegahan dalam hadis tersebut tergolong makruh tanzih.”

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.

[1] Raudhatu Al-talibin wa ‘Umdat Al-Muftin Juz 3 Halaman 400