sumber ilustrasi: google.com

Oleh: KH. Djunadi Hidayat

اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Melalui khutbah ini mari kita mantapkan komitmen dan kesungguhan kita dalam menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Kita jalankan segala hal yang diperintah oleh Allah (المَأْمُوْرَاتُ). Baik perintah-Nya berupa (الوَاجِبَاتُ) yakni hal-hal yang memang harus kita lakukan. Maupun perintah yang bersifat (المَنْدُوْبَات) yakni yang perkara-perkara dianjurkan untuk mengerjakannya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Serta kita tinggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah (المَنْهْيَات). Baik larangan yang memang harus ditinggalkan, maupun hal-hal yang sebaiknya ditinggalkan, yakni al-makruhat (dimakruhkan). Hal tersebut menjadi modal bagi kita untuk mendapatkan kehidupan yang hakiki di dunia dan akhirat. Insya Allah, jika kita melakukannya, maka memperoleh kebahagiaan dalam dunia dan akhirat, seperti yang dijanjikan oleh Allah.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Islam sebagai agama tentu mempunyai syariat yang luar biasa untuk membangun manusia menjadi lebih baik. Ada tiga hal yang menjadi pondasi dan pilar dalam menjalankan syariat agama Islam. Prinsip-perinsip tersebut telah diajarkan oleh para ulama’, pertama keimanan, kedua keislaman, dan ketiga ihsan.

Ada Iman, Islam, dan Ihsan. Ketiga hal ini dalam proses pemahaman—baik mengaji maupun belajar—biasanya dipisahkan dan dalam disiplin keilmuan yang terpisah. Tetapi pada kehidupan, ketiga hal ini bersifat menyatu dan saling mengikat satu sama yang lain. Pada ranah ilmu kita boleh memisahkan ketiga hal tersebut, namun di ranah praktis ketiga hal tersebut harus selalu beriringan dan tidak boleh dipisahkan. 

Tingkat keimanan seseorang dapat kita lihat ketika menjalankan apa yang menjadi kewajiban dia, yang disebut syariat. Kita bisa melihat orang punya kualitas Iman atau tidak dari lahiriah perbuatannya di kehidupan ini. Baik tingkat kepatuhan dia menjalin hubungan dengan Allah melalui ibadah mahdah, atau pun tingkat kepatuhan dia dalam hubungan kemanusiaan. Apa yang muncul di permukaan sebagai perbuatan, yang di dalam perbuatan itu terdapat nilai untuk kemudian menjadi indikasi bagi kita guna melihat tingkat keimanan seseorang.

Contohnya, sejauh mana seorang anak memperlakukan orang tuanya dan berhubungan dengan masyarakat sekitar. Hal itu dapat menjadi salah satu tolok ukur kualitas keimanan seseorang. Atau dalam lingkup pesantren, ketika seorang santri memliki kualitas hubungan baik dengan berbagai komponen pesantren, maka sesungguhnya ia memiliki kualitas Iman yang baik pula. 

Begitu pentingnya tingkat keimanan memengaruhi kualitas diri seorang manusia. Sering kali Kanjeng Nabi mengaitkan perilaku seseorang dengan tingkat kualitas Iman seseorang. In Kana Yukminu billahi wal Yaumil Akhir, Fal Yukrim Jarahu (Jika seseorang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya), La Yukminu Ahadukum Hatta Yuhibba li Akhihi, ma Yukminu li Nafisih (Belum dikatakan beriman seorang muslim yang belum menyayangi sekitarnya sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri). Selain hal itu, masih banyak Sabda-sabda banyak menggunakan redaksi-redaksi keimanan ketika ingin menyampaikan pesan perilaku kebaikan. 

Oleh karena itu, kita sebagai seorang mukmin harus memahami agama dengan tuntas. Kalau memahami agama tidak tuntas, maka agama menjadi alasan untuk melakukan tindak kekerasan terhadap seseorang. Pentingnya memahami agama ini dengan tuntas, agar dapat membawa agama ini benar-benar rahmatan lil ‘alamin. Sebab, kebutuhan manusia dengan menusia lain, atau dengan komponen yang ada di dunia ini adalah sebuah keniscayaan. Makanya perlu adanya aturan untuk memberikan rambu-rambu interaksinya, mulai dari norma, moralitas, akhlak, hukum, dan banyak lagi. Sehingga betul-betul kehidupan ini dapat kita jalani dengan baik. 

Jika tidak dengan berbagai rambu-rambu yang dapat diketahui melalui pemahaman agama secara komprehensif, maka tindakan ekstrem akan terjadi mengatasnamakan kebenaran (agama). Padahal itu yang dikhawatirkan oleh Imam Ghazali, terkadang seseorang sangat semangat dalam beragama, tapi tidak dibarengi dengan pemahaman yang komprehensif, hingga ia terjebak dalam tindakan negatif yang mengatasnamakan agama. 

Oleh karena itu, sangat beruntung bagi seseorang berada di lingkungan pesantren, yang mendalami agama ini dengan benar dan menyeluruh. Sehingga kaum pesantren nanti lah yang akan menjawab tantangan zaman. Tentu dibangun dengan landasan teori agama yang komprehensif dan menyeluruh.  

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Pentranskip: Yuniar Indra Yahya