sumber ilustrasi: islam.nu.or.id

Oleh: Almara Sukma Prasintia*

Sya’ban dilihat dari kalender Hijriyah merupakan urutan bulan ke-8 yang berada sesudah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan yang dimuliakan, karena termasuk dalam empat bulan haram (Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah).

Banyak amalan yang bisa dilakukan dibulan Sya’ban, salah satunya yakni puasa sunnah Sya’ban. Puasa sunnah Sya’ban mempunyai beberapa hikmah diantaranya yakni,

  1. Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan yang dimuliakan, barang siapa yang berpuasa dibulan Sya’ban maka pahalanya akan dilipatgandakan, sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut,

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ ، عَنِ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ ، عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ : ذُو الْقَعْدَةِ، وَذُو الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ “.

Artinya: “Sesungguhnya zaman ini telah berjalan (berputar), sebagaimana perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga bulan yang (letaknya) berurutan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijah, dan Muharam. Kemudian Rajab yang berada di antara Jumadil (Akhir) dan Syaban.” [1]

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online
  1. Bulan Sya’ban merupakan bulan yang disukai Rasulullah, untuk berpuasa sunnah. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang derajatnya shohih berikut ini,

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَيْسٍ سَمِعَ عَائِشَةَ تَقُولُ كَانَ أَحَبَّ الشُّهُورِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَصُومَهُ شَعْبَانُ ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi, dari Mu’awiyah bin Shalih dari Abdullah bin Abu Qais, ia mendengar Aisyah berkata; bulan yang paling Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sukai untuk berpuasa adalah bulan Sya’ban, kemudian beliau menyambungnya dengan Ramadan.[2]

  1. Diantara 12 bulan Hijriyah Rasulullah, tidak pernah melakukan puasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadan dan Rasulullah Saw, tidak pernah melakukan puasa sunnah paling banyak kecuali bulan Sya’ban. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut ini,

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي النَّضْرِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu An-Nadhar dari Abu Salamah dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedemikian sering melaksanakan shaum hingga kami mengatakan seolah-olah beliau tidak pernah berbuka, namun beliau juga sering tidak shaum sehingga kami mengatakan seolah-olah Beliau tidak pernah shaum. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyempurnakan puasa selama sebulan penuh kecuali puasa Ramadan dan aku tidak pernah melihat Beliau paling banyak melaksanakan puasa (sunnah) kecuali dibulan Sya’ban”.[3]

  1. Untuk menyempurnakan (Mengqodho’) kekurangan puasa wajib dibulan Ramadan, sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Imam Muslim berikut ini,

و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عُمَرَ الْمَكِّيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ الدَّرَاوَرْدِيُّ عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ

إِنْ كَانَتْ إِحْدَانَا لَتُفْطِرُ فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا تَقْدِرُ عَلَى أَنْ تَقْضِيَهُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يَأْتِيَ شَعْبَانُ

Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abu Umar Al Makki telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad Ad Darawardi dari Yazid bin Abdullah bin Al Had dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Aisyah radliallahu ‘anha, bahwa ia berkata; “Pernah ada salah seorang dari kami, benar-benar ia berbuka (dibulan Ramadan) pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidaklah ia mampu mengqadlanya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga masuk bulan Sya’ban.”[4]

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.

[1] HR. Bukhori no. 3197

[2] HR. Sunan Abi Dawud no. 2431

[3] HR. Bukhori no. 1969

[4] HR. Muslim no. 1146