Masa Muda Berwibawa
Harun ar-Rasyid dilahirkan di Rayy, Teheran, Iran pada tahun 766 M dan wafat pada tanggal 24 Maret 809 M, di Thus, Khurasan. Ia merupakan khalifah kelima dari kekhalifahan Abbasiah yang memerintah sejak tahun 786 M sampai 803 M.
Ayah Harun bernama Muhammad bin Mansur al-Mahdi yang juga merupakan khalifah ketiga. Adapun yang mejadi khalifah keempat adalah kakaknya yang bernama Abu Abdullah Musa bin Mahdi al-Hadi. Sedangkan ibunya bernama Jurasyiyah yang dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman.
Meski berasal dari keluarga Dinasti Abbasiyah, Harun ar-Rasyid dikenal dekat dengan keluarga Barmak dari Persia (Iran). Masa kanak-kanaknya dilewati dengan mempelajari ilmu-ilmu agama dan ilmu pemerintahan. Harun kecil banyak belajar dari Yahya ibn Khalid al-Barmak sebagai gurur agamanya yang terkenal. Dalam usia yang relatif muda, Harun ar-Rasyid yang dikenal berwibawa sudah mampu menggerakkan 95 ribu pasukan beserta para pejabat tinggi dan jenderal veteran.
Banyak orang meyakini bahwa khalifah Bani Abbas, Harun ar-Rasyid adalah seorang yang suka hura-hura dan foya-foya, hidup dalam keglamouran. Namun sebenarnya, tidaklah demikian. Harun ar-Rasyid amat berbeda deri kondisi seperti itu sama sekali.
Raja Harun merupakan khalifah paling baik, raja paling agung pada waktu itu. Beliau biasa menunaikan haji setahun dan berperang setahun. Sekalipun sebagai seorang khalifah, beliau masih sempat shalat yang bisa dihitung setiap harinya mencapai seratus rakaan hingga beliau wafat. Beliau tidak meninggalkan hal itu kecuali bila ada udzur. Demikian pula, beliau biasa bersedekah dari harta pribadinya setiap harinya sebesar 100 dirham.
Puncak Kejayaan Abbasiyah
Harun Ar-Rasyid diangkat menjadi khalifah pada September 786 M, pada usianya yang sangat muda, 23 tahun. Jabatan khalifah itu dipegangnya setelah saudaranya yang menjabat khalifah, Musa al-Hadi wafat. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didampingi Yahya bin Khalid dan empat putranya.
Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, salih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya. Ia ingin melihat apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan bantuan.
Pada masa itu, Baghdad menjadi mercusuar kota impian 1.001 malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Daulah Abbasiyah pada masa itu, mempunyai wilayah kekuasaan yang luas, membentang dari Afrika Utara sampai ke Hindukush, India. Kekuatan militer yang dimilikinya juga sangat luar biasa.
Khalifah Harun ar-Rasyid mempunyai perhatian yang sangat baik terhadap ilmuwan dan budayawan. Ia mengumpulkan mereka semua dan melibatkannya dalam setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah. Perdana menterinya adalah seorang ulama besar di zamannya, Yahya bin Khalid al-Barmaki yang juga merupakan gurunya, sehingga banyak nasihat dan anjuran kebaikan mengalir dari Yahya. Hal ini semua membentengi Khalifah Harun ar-Rasyid dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam.
Pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid, hidup juga seorang cerdik pandai yang sering memberikan nasihat-nasihat kebaikan pada Khalifah, yaitu Abu Nawas. Nasihat-nasihat kebaikan dari Abu Nawas disertai dengan gayanya yang lucu, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Khalifah Harun ar-Rasyid.
Suasana negara yang aman dan damai membuat rakyat menjadi tenteram. Bahkan pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid sangat sulit mencari orang yang akan diberikan zakat, infak dan sedekah, karena tingkat kemakmuran penduduknya merata. Di samping itu, banyak pedagang dan saudagar yang menanamkan investasinya pada berbagai bidang usaha di wilayah Bani Abbasiyah pada masa itu.
Setiap orang merasa aman untuk keluar pada malam hari, karena tingkat kejahatan yang minim. Kaum terpelajar dan masyarakat umum dapat melakukan perjalanan dan penjelajahan di negeri yang luas itu dengan aman. Masjid-masjid, perguruan tinggi, madrasah-madrasah, rumah sakit, dan sarana kepentingan umum lainnya banyak dibangun pada masa itu.
Khalifah Harun Ar-Rasyid juga sangat giat dalam penerjemahan berbagai buku berbahasa asing ke dalam Bahasa Arab. Dewan penerjemah juga dibentuk untuk keperluan penerjemahan dan penggalian informasi yang termuat dalam buku asing. Dewan penerjemah itu diketuai oleh seorang pakar bernama Yuhana bin Masawih, seorang dokter pandai dari Jundisapur.
Bahasa Arab ketika itu merupakan bahasa resmi negara dan bahasa pengantar di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan bahkan menjadi alat komunikasi umum. Karena itu, dianggap tepat bila semua pengetahuan yang termuat dalam bahasa asing itu segera diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Capaianya yang lain adalah berhasilnya untuk menguasai kota Hiracle dan menyebarkan pasukanya di bumi Romawi hingga tidak tersisa lagi seorang muslimpun yang mejadi tawanan di kerajaan mereka. Ia mengirimkan pasukanya yang kemudian menaklukan Benteng Cicilia, Malconia dan Cyprus, lalu menawan penduduknya yang berjumlah 16.000 orang.
Wafatnya dan Berbagai Prestasinya
Khalifah Harun ar-Rasyid meninggal dunia di Khurasan pada 3 atau 4 Jumadil Tsani 193 H/809 M setelah menjadi khalifah selama lebih kurang 23 tahun 6 bulan. Tepatnya, ar-Rasyid berkuasa antara tangga 14 September 786 – 24 Maret 809 yang juga bertepatan dengan kalender hijriyah tanggal 15 Rabiul awal 170 H – 3 Jumadal akhir 193 H.
Seperti yang ditulis Imam as-Suyuthi, ia meninggal saat memimpin Perang Thus, sebuah wilayah di Khurasan. Saat meninggal usianya 45 tahun, bertindak sebagai imam shalat jenazahnya adalah anaknya sendiri yang bernama Shalih.
Daulah Abbasiyah dan dunia Islam saat itu benar-benar kehilangan sosok pemimpin yang salih dan adil, sehingga tak seorang pun yang teraniaya tanpa diketahui oleh Khalifah Harun ar-Rasyid dan mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai.
Era pemerintahan Harun, yang dilanjutkan oleh Ma’mun Ar-Rasyid, dikenal sebagai masa keemasan Islam (The Golden Age of Islam). Perhatiannya yang begitu besar terhadap kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, tekonologi, ekonomi, perdagangan, politik, wilayah kekuasaan, serta peradaban Islam telah membuat Dinasti Abbasiyah menjadi salah satu negara adikuasa dunia di abad ke-8 M.
Di mana juga pada saat itu, Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia. Di antara perestasinya ketika itu meliputi, Khalifah Harun dapat mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat, membangun kota Baghdad yang terletak di antara sungai Eufrat dan Tigris dengan bangunan-bangunan megah, dan membangun tempat-tempat peribadatan.
Harun juga membangun sarana pendidikan, kesenian, kesehatan, dan perdagangan, mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian. Selain itu, Harun juga mampu mendirikan majelis al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana kerajaannya.
*Disarikan dari berbagai sumber oleh Ananda Prayogi
Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin