Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) menjelaskan terkait minat baca masyarakat Indonesia dan beberapa manfaat dalam menulis buku untuk pembaca. Hal ini disampaikan pada Ngaji Literasi di Pesantren Tebuireng, Ahad (10/3/19). (Foto: Kopi Ireng / Bagas)

Tebuireng.online– Penelitian Most Littered Nation In the World pada tahun 2016 oleh Central Connecticut State University menunjukkan bahwa dari 61 negara yang disurvey soal tingkat minat baca, Indonesia menempati ranking ke-2 dari belakang, yaitu 60. Masyarakat yang tidak punya kebiasaan membaca dalam penilitian ini dicirikan dengan masyarakat yang jorok, kurang mendapat makanan bagi pikiran dan rohani mereka. Cenderung melanggar HAM, brutal dan kasar.

“Kalau kita membaca di media sosial (masyarakat Indonesia) sangat mirip (dengan ciri tersebut),” jelas Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH Salahuddim Wahid dalam acara Ngaji Literasi bersama penulis Ahmad Rifa’i Rif’an dan penerbit Gramedia di Aula lantai 3 Gedung KH. M. Yusuf Hasyim Tebuireng pada Ahad (10/03/2019). Acara tersebut merupakan kerjasama antara Unit Penerbitan Pesantren Tebuireng, tim penyusunan buku Tebuireng, dan penerbit Gramedia.

Gus Sholah juga menyampaikan bahwa budaya membaca harus diawali dari tingkat keluarga, dilanjut dengan lingkungan pendidikan. Namun dalam hal ini, menurutnya, untuk merealisasikannya ternyata tidaklah mudah. Kiai yang gemar membaca dan menulis itu pun juga mengakui sulitnya menumbuhkan minat membaca dalam keluarga.

“Saya sangat senang membaca, tapi ternyata anak saya, tidak semua anak saya senang membaca. Dan karena para wali santri menitipkan anak-anak mereka di pondok ini maka tugas ini dilimpahkan kepada kita,” ungkap Gus Sholah.

Gus Sholah menceritakan pernah mencoba untuk membuat kebijakan agar santri membaca satu buku selama sebulan. Ternyata program itu belum mendapatkan sambutan yang cukup dari santri.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Kita harus mendorong para santri dan para pengurus agar terus menggali potensi menulis dari dalam diri mereka. Dan acara ini bersama Ahmad Rifa’i bertujuan untuk menumbuhkan hal itu,” tambah penulis beberapa buku tentang keumatan dan kebangsaan itu.

Gus Sholah juga menjelaskan bahwa menulis itu bagian dari dakwah. Beliau membuktikan efek dan dampak buku dalam kehidupan banyak orang. Gus Sholah mengisahkan, ada pemudi yang lagi patah hati. Ia sangat mencintai seorang laki-laki dan ternyata saat lulus sekolah ia menikah dengan orang lain. Setelah membaca buku Asma Nadia yang berjudul Love Notes pemudi tersebut sadar bahwa ia menyianyiakan hidupnya untuk seorang pemuda dan tidak boleh terlalu terlarut dalam patah hati.

Sebelum mengakhiri sambutan, Gus Sholah berpesan kepada para guru, pimpinan unit dan pondok untuk bisa memunculkan gairah menulis dalam diri para santri. “Semoga di kesempatan yang akan datang kita bisa lebih mengembangkan minat menulis di Tebuireng,” pungkas Gus Sholah.

Pewarta : Minahul Asna

Publisher : RZ