Gus Sholah terangkan di depan hadirin kunjungan Paguyuban Lintas Agama Surabaya, bahwa bangsa Indonesia memerlukan sikap toleransi di dalam menjaga persatuan Indonesia, Ahad (25/11/18) di Pesantren Tebuireng. (Foto: Luluk)

Tebuireng.online- KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) mengisi acara Tour Religi Surabaya, Ahad (25/11/18) yang diselenggarakan oleh Paguyuban Lintas Agama Surabaya yang meliputi tiga kecamatan, yaitu Rungkut, Trenggilis, dan Gunung Anyar. Gus Sholah secara langsung diminta untuk menjadi narasumber dalam acara tour religi lintas agama tersebut.

Selama acara berlangsung, Gus Sholah memaparkan bahwa Islam di Indonesia adalah Islam yang sudah bercampur dengan budaya di Indonesia. Budaya Indonesia adalah budaya yang sudah diserap oleh Islam dalam artian Islam di Indonesia dipengaruhi oleh budaya Indonesia begitu pula sebaliknya, Indonesia dipengaruhi oleh Islam. Dan itu harus bisa dipahami dan dihormati serta tidak mudah mengkafirkan yang lain.

“Jadi saya cerita bahwa perbedaan-perbedaan yang ada itu sesama Islam saja ribut, saya tidak tahu di Budha dan di Kristen ribut atau tidak. Jika Islam bertengkar tidak bisa diam-diam, mesti ribut. Seperti demo. Untung saja demonya tertib dan tidak dengan kekerasan, maka kita hargai,” ungkap Gus Sholah.

Beliau juga menyatakan bahwa tidak mudah untuk hidup dalam keragaman, diperlukan yang namanya toleransi. Toleransi yang sebetulnya adalah menghargai, menghormati perbedaan. Memberikan ruang untuk berbeda bagi masyarakat. Perbedaan dalam berbagai macam aspek, baik suku, agama, maupun budaya.

“Bukan perbedaan kaya miskin, yang sangat mencolok. Itu fakta yang terjadi saat ini,” ungkap beliau. Gus Sholah juga memberikan gambaran bahwa  jika keributan terjadi sebab adanya tumpang tindih perbedaan antara kawan-kawan dan saudara-saudara dari kalangan Tionghoa yang berbeda etnis, agama, berbeda kaya dan miskin yang sangat mencolok. Sehingga kemudian timbul keributan yang pada dasarnya sengaja diprovokasi.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Jadi di Indonesia ini, saya pikir sudah bagus sekali karna negara dan agama sudah menyatu, sudah mencapai titik temu. Sudah mencapai perpaduan melalui sikap NU pada tahun 84 yang menerima Pancasila, sehingga bahkan ada pernyataan bahwa sebenarnya NU juga muallaf Pancasila, begitupun dengan yang memperjuangkan khilafah, bahwa mereka tidak mengerti situasi. Mereka ingin meniru luar negeri padahal tidak lebih baik. Dalam konteks menerapkan Islam di dalam negara menjadi contoh negara lain,” pungkas Gus Sholah.

Pewarta: Luluatul Mabruroh

Editor/Publisher: RZ