tebuireng.online– Muktamar ke-33 NU menginjak pada hari terakhir. Tapi rentetan acara pemilihan Rais Syuriah dan Ketua Tanfidziyah masih belum menemukan titik temu. Sebagian besar muktamirin dari berbagai daerah menyorot pemilihan anggota AHWA yang dinilai tidak mengikuti aturan main organisasi.

Sekitar 28 Rais Syuriah PWNU berkumpul di Tebuireng dan mengadakan rapat lanjutan. Mereka menampung aspirasi dari para pimpinan juga peserta bahwa rapat penentuan anggota AHWA dinilai cacat hukum. Sehingga mereka merasa dikibuli.

Dihadiri pula oleh Katib Aam PBNU, KH. Malik Madani, beliau menghimbau agar para peserta muktamar tidak mudah terpancing emosi dan mampu mengendalikan diri. Demi tetap terjaganya Organisasi terbesar yang didirikan oleh Hadratussyaikh Hasyim Asyari ini.

“Mari kekecewaan itu kita kelola dengan sebuah cara yang tidak semakin merunyamkan jam’iyah ini. Kita harus ingat betul bahwa jam’iyah ini didirkan oleh tokoh-tokoh besar. KH. Hasyim Asyari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, Kiai Romli dan lain sebagainya. Oleh sebab itu mari kita jaga agar emosi kita terkendali supaya tidak memunculkan NU tandingan atau muktamar tandingan.”

Hal senada juga disampaikan Gus Sholah di waktu dan tempat yang sama. Beliau menolak bahwa sidang yang sekarang ini merupakan sidang tandingan atau muktamar tandingan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“jangan sampai NU itu pecah di Tebuireng. Di tempat didirikan NU. Jika pak Madani saja tidak terima apalagi saya.”

Masih mengutip Gus Sholah saat diwawancara di Ndalem, “Bahwa sidang yang tadi dilaksanakan bukan sidang tandingan atau Muktamar tandingan.”

Gus Sholah menyoroti sistem pemakaian AHWA di dalam pemilihan Rais Aam yang dinilai cacat hukum. Sebab administrasi dan aturan dalam penentuan anggota AHWA tidak sesuai dengan aturan main yang telah termaktub di AD/ART. (MSP/abror)